Thursday, August 20, 2020

KONSEPSI & TINJAUAN HISTORIS MARITIM INDONESIA (Studi kasus Kerajaan Sriwijaya)


MODUL I

KONSEPSI DAN TINJAUAN HISTORIS MARITIM INDONESIA

(Studi Kasus Kejayaan Kerajaan Sriwijaya)

 

A.    PENDAHULUAN

Sistem perekonomian maritim adalah sistem perekonomian yang berbasiskan pada hasil kelautan atau kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan air.jatuhnya Funan dengan armadanya yang kuat dan cabang cabang perdagangannya membuka bagi bangkitnya kerajaan maritim di Nusantara di ujung barat Indonesia bukti sejarah tertua menyebutkan kerajaan ini berdiri pada abad VII, kerajaan di Nusantara yang pernah mendapat julukan sebagai kerajaan maritim adalah  Sriwijaya dengan armada yang kuat dan perannya sebagai pengatur lalu lintas perdagangan internasional ( Hall, - : 40) . Jika kita lihat sebenarnya kerajaan ini mendapat julukan tersebut bukan karena hasil lautnya melainkan pemangfaatan laut sebagai sarana perdagangan.

Sriwijaya, kemungkinan mengalami peningkatan kemakmuran seperti layak­nya daerah-daerah lain karena sistem persimpangan sungai tradi­sional. Tetapi terdapat faktor penting yang membedakan Sriwijaya dengan daerah-daerah lainnya. Seraya membentuk aliansi yang kuat dengan kerajaan-kerajaan tetangga untuk melindungi wila­vah pertahanannya, Sriwijaya sendiri membangun angkatan perang yang kuat yang terdiri dari prajurit untuk melakukan "pendekatan", dan bila perlu, memaksa penduduk pedalaman untuk meng­hormati kesepakatan mereka. (Dick-Read, 2008 : 90) Selain dikenal dengan potensi lautnya yang besar,  nama sriwijaya  juga terdengar harum karena keterbukaannya terhadap dunia luar. Reputasi sriwijaya sebagai  kerajaan yang berbudaya juga dikenal luas karena di sriwijaya-lah untuk pertama kalinya agama budha berkembang pesat (Mulyana, 2006: iv)Luasnya wilayah kerajaan yang ada di luar Pulau sumatera membuktikan bahwa kerajaan ini memiliki kekuatan maritim yang sangat bagus. Meskipun demikian hasil hasil perdagangan yang mereka lakukan tidak lepas dari hasil pertanian yang nantinya mereka impor untuk dijual kembali.. Adapun keuntungan dari pengeksporan hasil pertaniaan ini mendorong para pejabat kerajaan untuk memperkuat jalur perdagangan mereka dari para perompak yang sering kali menjarah isi kapal.

Keberhasilan sektor maritim kerajaan sriwijaya secara tidak langsung memberitahukan bahwa kerajaan ini memiliki kemampuan yang bagus dalam mengatur lalu lintas perdagangan dan teknologi di bidang perkapalan.

 
 

B.     PEMBAHASAN

1.        Konsepsi Poros Maritim

Karena konsep PMD masih baru, maka kajian tentang PMD masih relatif sedikit. Namun penulis menemukan setidaknya ada 3 (tiga) kajian PMD yang relevan dari Proceeding AIIHI di Universitas Budi Luhur, sebagai berikut:

(1) Herindrasti berpendapat bahwa Poros Maritim Dunia merupakan suatu cita-cita dengan konsekuensi bahwa untuk menjadi poros dunia, maka Indonesia harus membenahi dirinya dahulu hingga layak untuk mengatur aspek maritim dunia. Sebelum menjadi poros maritim dunia, Indonesia harus dapat menjadi poros di tingkat regional dan kemudian meningkat ke level internasional.

(2) Pertiwi berpendapat bahwa kekuatan maritim Indonesia akan semakin kuat sejalan dengan meningkatkan kekuatan ekonomi Indonesia. Peningkatan kekuatan laut Indonesia akan berkontribusi pada peningkatan keamanan laut di perairan Indonesia.

(3) Manurung berpendapat bahwa PDM adalah kebijakan strategis pemerintah dalam memajukan ekonomi berbasiskan maritim (blue economy).

Selanjutnya   pada konsep   Poros   Maritim Dunia    dituangkan    dalam    Peraturan    Presiden Nomor     2     Tahun     2015     tentang     Rencana Pembangunan      Jangka      Menengah      Nasional (RPJMN)   2015-2019.   Indonesia   sebagai   poros maritim  dunia  ditopang  dengan lima  pilar  utama yaitu: pertama,   pembangunan   kembali   budaya maritim  Indonesia; kedua,  komitmen  menjaga  dan mengelola    sumber    daya    laut    dengan    fokus membangun    kedaulatan    pangan    laut    melalui pengembangan      industri      perikanan      dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama; ketiga, komitmen        mendorong   pengembangan infrastruktur   dan   konektivitas   maritim   dengan membangun  tol  laut,  pelabuhan  laut,  logistik,  dan industri   perkapalan,   serta   pariwisata   maritim; keempat, diplomasi maritim yang  mengajak semua mitra  Indonesia  untuk  bekerja  sama  pada  bidang kelautan; dan kelima, membangun kekuatan pertahanan maritim.

Dengan   lima   pilar   tersebut   maka   yang dimaksud   dengan poros   maritim   dunia adalah menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang  besar, kuat,  dan  makmur  melalui pengembalian identitas    Indonesia    sebagai    bangsa maritim, pengamanan  kepentingan  dan  keamanan  maritim, pemberdayaan    seluruh    potensi    maritim demi kemakmuran      bangsa,      pemerataan ekonomi Indonesia   melalui   tol   laut,   dan   melaksanakan diplomasi    maritim    dalam    politik    luar   negeri Indonesia lima tahun kedepan.

 

2.      Kajian Sejarah Maritim Di Indonesia (Studi Kasus Kerajaan Sriwijaya)

a.      Keadaan Geografis Kerajaan Sriwijaya.

Seperti yang sudah ditulis dalam berbagai buku sejarah. Salah satu faktor yang menyebabkan Sriwijaya bisa menguasai seluruh bagian barat Nusantara adalah runtuhnya kerajaan Fu-nan di Indocina. Sebelumnya, Fu-nan adalah satu-satunya pemegang kendali di wilayah perairan Selat Malaka. Data arkeologi mengenai wilayah kerajaan sriwijaya yang ditemukan adalah prasasti berbahasa Melayu Kuno yang berasal dari Bangka dan sekitar Palembang. Kemudian prasasti serupa ditemukan di Jambi, Lampung, dan Thailand Selatan. Prasasti yang menyebutkan nama Kerajaan atau Raja Sriwijaya juga ditemukan di India dan Filipina. Berbagai data mengenai Kerajaan Sriwijaya semakin lengkap lagi dengan adanya sumber tertulis dari catatan sejarah di Cina dan beberapa prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya.

Prasasti tertua yang sampai sekarang dianggap sebagai petunjuk paling awal tentang keberadaan Kerajaan Sriwijaya adalah prasasti yang ditemukan di tepi Sungai Kedukan Bukit pada tahun 1920 sehingga disebut prasasti Kedukan Bukit. Prasasti bertanggal 12 Juni 682 Masehi itu menyebutkan perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minana dengan menggunakan perahu bersama dua laksa (20.000) tentara( Mulyana, 2006:137). Perjalanan ini berakhir di mukha-p- dan kemudian mendirikan wanua (perkampungan) yang diberi nama Sriwijaya.

Setahun setelah penundukan kerajaan melayu, raja sriwijaya memberikan hadiah kepada rakyat berupa taman pemberian hadiah itu disertai piagam yang bertarikh tahun 684, yang berisi pesan Dapunta Hyang kepada rakyatnya              ( Mulyana, 2006 : 147). Dalam   Prasasti Talang Tuwo yang ditemukan di Desa Gandus, Palembang, pada tahun 1920 disebutkan mengenai pembangunan taman oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa untuk semua makhluk. Taman bernama Sriksetra itu mempunyai pohon-pohon yang buahnya dapat dimakan.

Pusat Kerajaan Sriwijaya tidak seperti pusat-pusat kerajaan yang ditemukan di wilayah Asia Tenggara daratan, seperti di Thailand, Kamboja, dan Myanmar. Kota Sriwijaya bersifat mendesa (rural). Sebagai kota bersifat mendesa, bahan utama yang dipakai untuk membuat bangunan adalah kayu atau bambu yang mudah didapatkan di sekitarnya. Oleh karena bahan itu merupakan bahan yang mudah rusak termakan zaman, maka sisa rumah tinggal tidak dapat ditemukan lagi. Kalaupun ada, sisa pemukiman kayu dapat ditemukan di daerah rawa atau tepian sungai yang terendam air, dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa masyarakat sriwijaya terpusat pada daerah aliran sungai atau pesisir yang selalu tergenang air.

Sisa bangunan yang dibuat dari bahan kayu ditemukan di situs Ujung Plancu, Kabupaten Batanghari, Jambi. Bangunan yang dibuat dari bahan bata atau batu hanya untuk bangunan sakral (keagamaan), misalnya, bangunan keagamaan yang ditemukan di Palembang, di situs Gedingsuro, Candi Angsoka, dan Bukit Siguntang, yang terbuat dari bata. Sayang sekali, sisa bangunan yang ditemukan di Bukit Siguntang hanya bagian pondasinya saja. Dengan ditemukannya bangunan bangunan keagaman tersebut banyak para ahli menyatakan pusat kerajaan sriwijaya berada di Palembang.

Jika dikaitkan dengan pernyataan diatas lalu mengapa pusat kerjaan Sriwijaya berada di palembang ada tiga prasasti yang bisa dijadikan pijakan kuat untuk menyimpulkan bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya memang di Palembang, yaitu Prasati Kedukan Bukit, Prasasti Telaga Batu, dan Prasasti Talang Tuo. Mengenai Prasasti Telaga Batu yang tidak berangka tahun, prasasti ini adalah prasasti persumpahan yang bentuknya sangat unik dan indah, berhuruf Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno yang dari bentuk hurufnya diperkirakan sezaman dengan dua prasasti Sriwijaya di atas, yaitu dari abad ke-7 Masehi. Sebenarnya prasasti persumpahan itu sendiri ada  tiga buah yakni prasasti kota kapur, karang brahi dan paiagam telaga batu itu sendiri (Mulyana, 2006 : 155).

Prasasti Telaga Batu berbentuk batu lempeng mendekati segi lima yang di atasnya ada tujuh kepala ular kobra, serta adanya sebentuk mangkuk kecil dengan cerat di bawahnya. Prasasti ini diduga kuat digunakan untuk pelaksanaan sumpah para calon pejabat, di mana pejabat yang disumpah kemudian meminum air yang dialirkan ke batu dan keluar melalui cerat tersebut. Inti sumpahnya adalah ikrar untuk taat dan patuh kepada raja demi menegakkan kebesaran Sriwijaya (Sumadjo ,1973 : 56). Sebagai sarana untuk persumpahan, prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan. Oleh karena prasasti itu ditemukan di sekitar Palembang pada tahun 1918, maka dapat disimpulkan bahwa sriwijaya berpusat di palembang dimana daerah ini memiliki letak yang strategis yakni berada di bibir pantai.

Petunjuk lain bahwa Palembang merupakan pusat kerajaan juga diperoleh dari ditemukannya barang-barang keramik dan tembikar yang biasa dipakai untuk keperluan sehari-hari. Temuan sejumlah barang yang sebagian besar diduga berasal dari Dinasti Tang (abad XVIII-X Masehi) itu di berbagai lokasi, antara lain di situs Talang Kikim, Tanjung Rawa, Bukit Siguntang, Kambang Unglen, dan lain-lain, menunjukkan bahwa di Palembang memang terdapat permukiman kuno.

Petunjuk mengenai pusat Kerajaan Sriwijaya itu semakin diyakinkan dengan interpretasi foto udara di daerah sebelah barat Kota Palembang, yang menggambarkan bentuk-bentuk kolam dan kanal. Kolam dan kanal-kanal yang bentuknya teratur itu kecil kemungkinan hasil dari alam, tetapi buatan manusia. Apalagi di lokasi sekitarnya juga ditemukan keramik dan benda-benda arkeologi lainnya sehingga semakin kuatlah keyakinan tentang pusat Kerajaan Sriwijaya itu. Jika kita sedikit berlogika mengapa harus di Palembang tentunya kondisi  geografis atau letak wilayah yang harus kita cermati palembang memiliki beberapa anak sungai yang sangat berpotensi sebagai jalur perdagang yang nantinya di bawa ke pesisir yakni selat malaka itu sendiri yang tepat berada di sebelah timur Palembang.

 

b.      Hubungan Luar Negeri Kerajaan Sriwijaya.

Sumatera adalah salah satu pulau besar di kawasan nusantara yang terletah di ujung paling barat dimana nantinya tempat ini menjadi tempat transito perdagangan, pulau besar ini berhadapan langsung dengan  semenanjung melayu yang hanya dipisah oleh selat kecil yakni selat Malaka.

Dari abad ke V  dapat diketahui adanya sebuah kerajaan yang bernama Kan-t‘o-li yang terletak di laut selatan, menurut beberapa peneliti, kerajaan tersebut merupakan sebuah negeri yang terletak di  Sumatera. Dalam kronik China sering ditemukan bahwa Kan-t’o-li sering mengirim utusan ke china mulai abad V samapai pertengahan abad VI, setelah itu nama Kan-‘to-li sudah tidak disebut sebut dalam kronik China, baru pada abad XVI  diperoleh informasi bahwa dahulu sriwijaya disebut dengan nama Kan-t’o-li namun keterkaitan antara Kan-t’o-li dengan Sriwijaya masih menjadi perdebatan para sejarawan.  Berita terakhir sebelum abad XVI mengenai Kan-t’o-li adalah datangnya utusan dari negeri China pada tahun 563 M, berita lain yang menyebutkan kedatangan utusan sumatera  ke China  muncul pada tahun 644 atau awal 645 M, negeri yang mengirim utusan tadi sebut dengan nama Mo-lo-yeu. Dalam berita selanjut sudah tidak ditemukan nama negeri di sumatra kecuali kerajaan Sriwijaya (Sumadjo,1973 :74).

Selama setengah abad berikutnya  petunjuk mengenai Sriwijaya hanya ditemukan dari kronik China  mengenai utusan, yang meliputi kurun waktu 695 M sampai 742 M namun kronik tersebut berisi sedikit informasi. Dimana di berikan Pangeran-pangeran Sriwijaya membawa hadiah hadiah orang orang cebol, pemain musik dan burung kakak tua beraneka warna dan Kaisar dalam pengakuannya memberikan gelar kepada Raja (Hall,- : 43).

Hubungan Sriwjaya tidak hanya terpusat pada kerajaan China saja, sebuah prasasti Dewapaladewa dari Benggala, yang dibuat pada akhir abad IX, menyebutkan  pembuatan sebuah biara  yang diperintakan oleh seorang raja yang bernama Balaputeradewa, yang berasal dari Suwarnadwipa. Prasati ini sebut dengan nama prasati Nalanda. Prasasti yang berasal dari India selatan yang disebut dengan prasasti raja I juga berisikan mengenai hubungan antara kerajaan Cola dengan Sriwijaya, namun di balik hubungan tersebut masih terjadi peperang terutama pada masa Rajendracoladewa I.

Berbeda dengan kerajaan kerajaan lain , bisa  dikatakan kerjaan Sriwijaya selalu bergerak untuk menjaga hubungan dengan kerajaan-kerajaan besar, hubungan yang demikian dijaga tersebut bukan saja untuk menghormati kerajaan besar melainkan juga ada kepentingan-kepentingan tertentu.

Salah satu raja sumatra pertama dari keluarga kerajaan mendirikan sebuah institusi”universitas” di Nalanda Benggala( sekitar 850-860). Jelas bahwa sriwijaya tetap setia dengan budhisme mahayana, yang mungkin menjadi salah satu penyebab kerajaan sriwijaya memiliki hubungan lebih sering dengan dunia luar (Vleke,2008:43) . I-tsing mengatakan, bahwa di negeri Fo-shih yang dikelilingi oleh benteng, ada lebih dari seribu orang pendeta Buddha yang belajar agama Buddha seperti halnya yang diajarkan di India (Madhyadesa). Jika seorang pendeta Cina yang ingin belajar ke India, untuk mengerti dan membaca kitab Buddha yang asli di sana, ia sebaiknya belajar dahulu setahun dua tahun di Fo-shih, baru setelah itu ia pergi ke India. Pada waktu kembali dari belajar di Universitas Nalanda (India), I-tsing tinggal di Fo-shih selama empat tahun, yaitu antara tahun 685 dan 689, untuk menter­jemahkan kitab Buddha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Cina. Rupanya pekerjaan ini terlalu berat untuknya, karena itu ia pulang ke Kanton pada tahun 689 dan kembali lagi ke Srlwijaya bersama dengan empat orang pembantunya. Di Sriwijaya ia menulis bukunya (2 buah). Tahun 692 ia mengirimkan kedua bukunya ke Cina, sedangkan ia sendiri baru kembali ke negerinya pada tahun 695. (Sumadjo,1973 :75)

 

3. Pengaruh Keadaan Geografis dan Hubungan Luar Negeri Terhadap Perdagangan  di Kerajaan Sriwijaya.

Sebelum kedatangan bangsa Barat, kegiatan perdagangan diwilayah kepulauan Nusantara telah berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional. Jalur perniagaan melalui darat dimulai dari Cina (Tiongkok) melalui Asia Tengah, Turkestan sampai ke Laut Tengah. Jalur ini juga berhubungan dengan jalan-jalan kafilah dari India. Jalur ini terkenal dengan sebutan "Jalur Sutra" (silk road).Sejauh ini, jalur perdagangan lewat darat inilah yang merupakan jalur paling tua, yang menghubungkan Cina dengan Eropa.Adapun jalan perniagaan melalui jalur laut juga dimulai dari Cina melalui Laut Cina, Selat Malaka, Calicut (India), lalu ke Teluk Persia, melalui Syam (Suriah) sampai ke Laut Tengah; atau melalui Laut Merah sampai ke Mesir, lalu menuju Laut Tengah.

Letak geografis Sumatra yang telah disinggung di muka se­sungguhnya baik sekali untuk turut serta dalam kegiatan per­dagangan intemasional  tersebut karena menjadi penghubung antara daratan India dengan China sejak awal tarikh Masehi.. Dengan sendirinya perkembang­an perdagangan di dua tempat di daratan Asia Tenggara tadi juga berpengaruh di Sumatera. Besar kemungkinan bahwa dunia perdagangan di Sumatera sejak semula telah terlibat langsung dalam perdagangan dengan India. Letak selat Malaka mengun­dang perdagangan di daratan Asia Tenggara untuk meluas ke selatan. Pada saat negeri Cina terbuka untuk hasil-hasil Asia Tenggara, suatu hal yang baru terjadi setelah perdagangan dengan India berkembang, penduduk Sumatera khususnya di pantai timur, menjadi sosok masyarakat yang sudah sangat mengenal perdagangan internasional (  Sumadjo, 1973 : 76 ).

Pada waktu itu komoditas ekspor dari wilayah Asia tenggara yang sampai di pasaran India dan kekaisaran Romawi (Byzantium), antara lain: rempah-rempah, kayu wangi, kapur barus, dan kemenyan. Kelompok dagang Asia dapat digolongkan ke dalam dua kelompok, yaitu: kelompok finansir, yaitu orang-orang kaya, hartawan yang memasukkan uangnya ke dalam dunia perdagangan secara insidental. Kelompok berikutnya adalah para saudagar kelontong atau pedagang keliling. Mereka ini biasanya merupakan pemilik modal yang ikut langsung dalam dunia perdagangan dengan cara ikut berlayar berkeliling menjajakan barang-barang dagangannya. Dalam hal ini inisiatif dalam perdagangan kelontong Cina di Utara dan semenanjung Malaya serta Sumatra mulai ramai terutama berpangkalan di semenajung Melayu.(Soeparyo, 1973:21)

Pada masa kerajaan lama, baik pada masa kejayaan Hindu, Buddha, maupun Islam, pengaruh raja atau sultan sebagai kepala negara dalam dunia perdagangan cukup besar. Mereka bertindak tidak hanya sebagai pengontrol keamanan atau penarik pajak, tetapi sering juga bertindak sebagai "pemegang saham". Oleh karena itu, pada dasarnya dunia perdagangan di wilayah Nusantara pada waktu itu telah mempunyai sifat kapitalistis, atau tepatnya sifat kapitalis politik.

Keadaan tersebut di atas berkembang terus hingga saat orang­-orang Cina datang sendiri ke kawasan selatan untuk berdagang. Hal ini terjadi pada Abad XII. Sejak masa itu Sumatra tidak tampak lagi sebagai kesatuan. Pada tahun 1178, kapal-kapal Cina sudah berlabuh di Lamuri di Sumatera Utara sambil me­nunggu angin musim yang baik. kemampuan melayari lautan saja belum dapat menumbuhkan suatu kekuatan perdagangan. Di samping kemampuan pelayaran harus pula ditumbuhkan kepercayaan dunia perdagangan. Para pedagang harus yakin bahwa berdagang dengan tempat itu akan mendatangkan ke­untungan. Keyakinan ini tentu tidak perlu selalu disebabkan karena para pedagang tertarik kepada kondisi yang disediakan, tetapi dapat juga karena memang tidak ada alternatif lain. Agak­nya Sriwijaya dapat juga karena memang tidak ada alternatif lain. Agaknya Sriwiijaya mengembangkan keadaan yang disebut belakangan ini.

Setelah  berhasil menguasai dan mengamankan jalur perdagangan di sekitar Selat Malaka. Pada tahun 767, misalnya, Sriwijaya merampas Tonkin (Indocina, Hindia Belakang). Selain itu, Sriwijaya menguasai Semenanjung Malaka dan Genting Kra. Kontak melalui dunia perniagaan ini menyebabkan Nusantara bersentuhan dengan peradaban Hindu-Buddha (India), Konfusianisme dan Taoisme (Cina), serta Islam (Timur Tengah), sehingga memperkaya budaya penduduknya.

Sriwijaya mempunyai kapal-kapal sendiri untuk perniagaannya. Pelayarannya meliputi Asia Tenggara sampai ke India, bahkan sampai ke Madagaskar. Di samping itu Sriwijaya mewajibkan setiap kapal dagang yang lewat Selat Malaka untuk mampir ke pelabuhan Sriwijaya. barang-barang yang diperdagangkan ialah tekstil, kapur barus, mutiara, kayu berharga, rempah-rempah, gading, kain katun dan sengkelat, perak, emas, sutra, pecah belah, gula, dan lain-lain. Sebagai pusat perdagangan, Sriwijaya sering dikunjungi para pedagang dari Persia, Arab, India, dan Cina yang memperdagangkan barang-barang dari negerinya atau negeri-negeri yang dilaluinya. Di samping Sriwijaya, muncul beberapa kerajaan di Jawa, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang kemudian menjadi saingan Sriwijaya. Berbeda dengan Sriwijaya yang terletak di dekat pantai, umumnya pusat kerajaan di Jawa terletak di daerah pedalaman. Kehidupan ekonominya lebih banyak bertumpu kepada pertanian. Meskipun demikian, perdagangan lautnya juga kuat. Seperti halnya di Sriwijaya, kelompok bangsawan mempunyai kekuasaan dan pengaruh sendiri pada dunia perniagaan. Sebagai perbedaannya, di Sumatra kekayaan para bangsawan diperoleh dari perdagangan, sedangkan di Jawa diperolehnya dari pertanian dan peniagaan. Kerajaan Sriwijaya dan kemudian Malaka sering dianggap sebagai model kerajaan maritim di Indonesia.

Untuk kepentingan perdagangannya, Sriwijaya tidak keberat­an untuk mengakui Cina sebagai negara yang berhak menerima upeti. Ini adalah sebagian dari usaha diplomatiknya untuk men­jamin agar Cina tidak membuka perdagangan langsung dengan negeri lain di Asia Tenggara, sehingga akan merugikan perdagang­an Sriwijaya. Demikian baiknya .kedudukan sriwijaya dalam perdagangan dengan Cina hingga melalui perutusannya ia dapat mengusulkan perubahan-perubahan terhadap perlakuan para pelabat perdagangan Cina di Kanton terhadap barang-barang Sriwijaya yang dirasakan merugikan. (Sumadjo,1973:77).

Bukti yang lebih nyata akan pentingnya “hubungan internasional” dalam sejarah Sumatra khusunya Sriwijaya adalah lokasi geografis pulau itu yang membuat para penguasa penguasanya lebih mudah menarik pajak dari arus kecil perdagangan yang mengalir antara India dan China. Perdagangan ini menuntut banyak pelabuhan-antara dan tdaklah mustahil bagi penguasa yang kuat pada masa awal “perdagangan internasional” entah di Eropa dan Asia untuk menguasai sendiri profesi makelar yang menguntungkan itu.( Vlekke, 2008 :43) dengan dibentuknya pelabuhan pelabuhan tersebut tentunya membutuhkan pengaman yang lebih disinilah hubungan diplomasi sangat penting untuk menjaga arus perdagangan tetap kondusif.

Selain diplomasi dengan kerajaan kerajaan besar, untuk mengusai arus perdagangan dan jika hendak menguasai wilayah yang memiliki kendali mutlak di sepanjang jalur-jalur laut antara timur dan barat, Sriwijaya perlu memegang kendali atas Selat Sunda di bagian selatan dan Genting Tanah Kra di sebelah utara. Di sini sriwijaya dengan armadanya yang kuat menguasai daerah daerah alternatif tersebut (Dick-Read, 2008 : 91 )

Perdagangan dengan Cina dan India telah memberikan ke­untungan besar kepada Sriwijaya. Dari hasil perdagangan tersebut raja raja sriwijaya memiliki harta kekayaan yang luar biasa. Sebuah legenda yang dikutip dalam sumber­sumber Cina, menceritakan bahwa raja membuang sebungkal emas ke dalam sebuah kolam pada tiap hari ulang tahunnya. Lepas dari benar tidaknya kisah tersebut, tetapi jelas sekali bahwa kekayaan kerajaan atau raja adalah suatu hal yang banyak diper­cakapkan orang(  Sumadjo, 1973 :78).

Selain kekuatan yang dapat menghilangkan niat untuk bersaing Sriwijaya juga memenuhi kewajib­annya kepada mereka yang berdagang dengannya serta menjamin keamanan jalur-jalur pelayaran yang menuju ke Sriwijaya. Perkembangan perdagangan para masa itu tentu juga mengundang kemungkinan gangguan terhadapnya. Suatu hal yang merisaukan para pedagang dan sering disebut dalam kisah-kisah perjalanan ialah kegiatan para bajak laut. Sampai Abad X Sriwijaya rupa­rupanya dapat mengatasi masalah tersebut. Dalam kisah-kisah perjalanan masa itu tidak terdapat keluhan mengenai bajak laut di wilayah Sriwijaya. (Sumadjo,1973: 78 ).

Di duga pola pengamanan yang ditempuh adalah dengan me­masukkan kepala-kepala kelompok bajak laut dalam ikatan dengan kerajaan. Mereka mendapat bagian yang ditentukan oleh raja dari hasil perdagangan. Dengan demikian mereka men­jadi bagian dari organisasi perdagangan kerajaan. Sehingga dengan sendirinya mereka justru akan berusaha agar kepentingan mereka jangan dirugikan oleh kelompok-kelompok bajak laut lain yang tidak menyertai pengaturan tersebut. Cara ini menjadikan bajak laut pengaman dari jalur-jalur pelayaran. Tentu pengaturan demikian hanya akan berjalan jika raja cukup mempunyai ke­wibawaan. Kewibawaan riil yang dilandasi kekuatan pengawasan yang disegani dan kewibawaan berdasarkan mitos yang dikembang­kan. Salah satu kewibawaan riil adalah hasil diplomasinya dengan Cina. Karena Sriwijaya merupakan sebuah negara yang mengirim upeti ke negara Cina, maka Cina berkewajiban memberi perlindungan jika diperlukan. Hubungan dengan Cina tersebut tentu disebar luaskan dan menjadi suatu faktor pencegah keinginan merugikan Sriwijaya oleh negara-negara lain, khususnya di Asia Tenggara. Walaupun hal ini tidak dapat mencegah serangan dari raja Cola (Sumadjo,1973 :78 )

3.      Paradigma Baru Memahami Poros Maritim Indonesia

Selanjutnya   pada konsep   Poros   Maritim Dunia    dituangkan    dalam    Peraturan    Presiden Nomor     2     Tahun     2015     tentang     Rencana Pembangunan      Jangka      Menengah      Nasional (RPJMN)   2015-2019.   Indonesia   sebagai   poros maritim  dunia  ditopang  dengan lima  pilar  utama yaitu: pertama,   pembangunan   kembali   budaya maritim  Indonesia; kedua,  komitmen  menjaga  dan mengelola    sumber    daya    laut    dengan    fokus membangun    kedaulatan    pangan    laut    melalui pengembangan      industri      perikanan      dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama; ketiga, komitmen        mendorong   pengembangan infrastruktur   dan   konektivitas   maritim   dengan membangun  tol  laut,  pelabuhan  laut,  logistik,  dan industri   perkapalan,   serta   pariwisata   maritim; keempat, diplomasi maritim yang  mengajak semua mitra  Indonesia  untuk  bekerja  sama  pada  bidang kelautan; dan kelima, membangun kekuatan pertahanan maritim.

Dengan   lima   pilar   tersebut   maka   yang dimaksud   dengan poros   maritim   dunia adalah menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang  besar, kuat,  dan  makmur  melalui pengembalian identitas    Indonesia    sebagai    bangsa maritim, pengamanan  kepentingan  dan  keamanan  maritim, pemberdayaan    seluruh    potensi    maritim demi kemakmuran      bangsa,      pemerataan ekonomi Indonesia   melalui   tol   laut,   dan   melaksanakan diplomasi    maritim    dalam    politik    luar   negeri Indonesia lima tahun kedepan.

 

C.    RINGKASAN

Sriwijaya adalah kerajaan yang muncul setelah runtuhnya kerajaan Funan yang berada di kawasan Indocina. Kerajaan sriwijaya mewarisi kemampuan kerajaan Funan dalam mengatur jalannya arus perdagangan terutama yang terletak dikawasan selat malakan yang menjadi jalan perdagangan internasional.

Informasi mengenai letak kerajaan sriwijaya dapat diketahui memalui prasasti prasasti peninggalan kerajaan Sriwijaya, serta berita berita China. Salah satu prasasti yang menyebutkan mengenai wilayah kerajaan sriwijaya adalah prasasti keduan bukit yang kemudian disusul prasasti talang tuwo. Pusat kerjaan sriwijaya berbeda dengan pusat kerajaan kerajaan lain di nusantara karena memiliki sifat mendesa yakni bahan bahan untuk membuat rumah tau pemukiman berasal dari bahan yang mudah didapatkan dialam sekitar yaitu seperti bamboo dan kayu sehingga mudah termakan zaman. Dari hasil penemuan para ahli menyatakan bahwa pusat kerajaan Sriwijaya berada di Palembang hal itu di karenakan di Palembang ditemukan banyak prasasti prasasti dan bangunan bangunan keagamaan, selain itu juga banyak ditemukan barang pecah belah untuk keperluan sehari-hari. Petunjuk mengenai pusat Kerajaan Sriwijaya itu semakin diyakinkan dengan interpretasi foto udara di daerah sebelah barat Kota Palembang, yang menggambarkan bentuk-bentuk kolam dan kanal. Kolam dan kanal-kanal yang bentuknya teratur itu kecil kemungkinannya sebagai hasil dari alam, tetapi buatan manusia.

Dan kondisi  geografis atau letak wilayah yang harus kita cermati dari Palembang yakni memiliki beberapa anak sungai yang sangat berpotensi sebagai jalur perdagang yang nantinya di bawa ke pesisir yakni selat malaka itu sendiri yang tepat berada di sebelah timur Palembang.

Hubungan luar negeri sriwijaya sangat nampak terutama yang berasal dari kronik China, tentunya hal ini tidaklah menherankan karena hubungan diplomasi yang terjalin dengan baik adalah hubungan dengan china. Mengenai hubungan itu dapat kita lihat dalam krinik cina antara kurun waktu 695 M sampai 742 M dimana di berikan Pangeran-pangeran Sriwijaya membawa hadiah hadiah orang orang cebol, pemain musik dan burung kakak tua beraneka warna dn Kaisar dalam pengakuannya memberikan gelar kepada Raja.

Hubungan Sriwjaya tidak hanya terpusat pada kerajaan China, melainkan juga dengan India, yakni dengan nalanda di benggala dan kerajaan Cola. Hubungan sriwijaya dengan India nampak dengan jelas melalui pendirikan sebuah institusi”universitas” di Nalanda Benggala ( sekitar 850-860). Hubungan dengan dua daerah tersebut dijaga dengan baik karena  daerah tersebut sebagai urat nadi perdagangan yang penting di kawasan Asia.

Letak dan kondisi geografis palembang sebagai pusat kerajaan dan hubungan luar negeri yang dijalin dengan baik, membuat perdagangan sriwijaya semakin maju dan perkembang. Dari letak dan keadaan geeografis kerjaan Sriwijaya, kerajaan ini mampu membuat pelabuhan pelabuhan yang aman dari terjangan arus laut, yang sewaktu waktu dapat merusak kapal yang sedang berlabuh.

Hubungan luar negeri kerajaan yang dijalin dengan baik juga menberikan kontribusi yang tidak kalah pentingnya, hubungan dengan India lebih terfokus pada penyebaran agama yang nantinya membuat sriwijaya menjadi kerajaan yang terkemuka di kancah internasional tentunya hal tersebut akan berimbas pada perkembangan perdagangan Sriwijaya. Namun hubungan yang langsung berimbas pada perdagangan sriwijaya adalah adalah hubungan dengan china. Dimana  untuk mengamankan daerah perdagangan kerajaan sriwijaya  dibantu oleh para bajak laut yang sengaja disewa untuk menjaga arus perdagangan dari para bajak laut lain yang tidak disewa oleh kerajaan, untuk melakukan hal tersebut dibutuhkan kewibawaan riil yang dilandasi kekuatan pengawasan yang disegani dan kewibawaan berdasarkan mitos yang dikembang­kan. Salah satu kewibawaan riil adalah hasil diplomasinya dengan Cina. Karena Sriwijaya merupakan sebuah negara yang mengirim upeti ke negara Cina, maka Cina berkewajiban memberi perlindungan jika diperlukan.

 

D.    DAFTAR RUJUKAN

Rujukan berupa buku :

 

Dick-Read, Robert. 1979. Penjelajah Bahari: Pengaruh Peradaban Nusantara Di Afrika. Bandung: Mizan.

Hall, D.G.H. -. Sejarah Asia Tenggara. Surabaya : Usaha Nasional.

Mulyana, Slamet. 2008. Sriwijaya. Yogyakarta: LkiS

Soeparyo, dkk.1973. Sejarah Asia Tenggara Lama. Malang: IKIP Malang.

Sumadjo, Bambang .1993. Sejarah Nasional Indonesia jilid II. Jakarta : Balai Pustaka.

Vlekke, Bernard H.M. 2008. Nusantara Sejarah Indonesia. Jakarta : Gramedia

Junef, Muhar. 2019. Implementasi Poros Maritim Dalam Prespektif Kebijakan. Jurnal Penelitian Hukum De Jure. Vol. 19 No.3, hal:303-322

 

Rujukan berupa internet :

Budi Utomo, Bambang. 2007. Mari Bersahabat Dengan Menapaki Sejarah Peradapan.(online)( http://paramadina.wordpress.com, diakses tanggal 12, Februari 2009)

Iskandar, Muhammad. 2008. Nusantara Dalam Era Niaga Sebelum Abad ke-19.(online)( Http//:melayuonline.com, diakses tanggal 12, Februari 2009)

ketikataku. 2008. Di Laut Indonesia Pernah Jaya.(online) (http://ketikataku. wordpress.com, diakses tanggal 03, April 2009)

Nugraha, iskandar. 2008. Sejarah Perompak dan Orang Laut di Asia Tenggara.(online)( http://cetak.kompas.com, diakses tanggal 12, Februari 2009)

Rusdi, Evan. 2008. Kerajaan Sriwijaya.(online)( http://saloute.multiply.com /journal/item/18/ KERAJAAN_SRIWIJAYA, diakses tanggal 12, februari 2009).

Shinugami. 2008. Sejarah Kerajaan Sriwijaya.(online) (http://indonesiadulu. wordpress.com, diakses tanggal 03, April 2009)

Sukarjaputra, Rakaryan. 2001. Mengurut Kembali Sejarah Sriwijaya.(online) (http://kompas. cetak.com, diakses tanggal 03, April 2009)

 

 

 E.     BAHAN DISKUSI

Simak tayangan video berikut sebelum menjawab forum diskusi.

 



 

Dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Presiden Joko Widodo mencanangkan lima pilar utama dalam mewujudkan cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia yaitu: (1) pembangunan kembali budaya maritim Indonesia; (2) berkomitmen dalam menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama; (3) komitmen mendorong pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut, logistik, dan industri perkapalan, serta pariwisata maritim; (4) diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan; dan (5) membangun kekuatan pertahanan maritim (https://www.kominfo.go.id/). Coba deskripsikan secara ringkas ke lima pilar tersebut serta tantangan-tantanga Indonesia untuk menwujudkan cita-cita sebagai poros maritime dunia! Saudara boleh memberikan tanggapan dari hasil pencarian teman anda.  Manfaatkan dengan baik forum diskusi ini untuk menambah dan memperluas pemahaman saudara. Mari saling belajar dan mengisi satu sama lain.

 

F.     PENUGASAN

Tugas saudara pada pertemuan ini adalah menyusun “Poster” dengan tema wilayah kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Silahkan desain poster sekreatif mungkin, gunakan bahasa yang mudah dipahami, susun kalimat secara singkat, padat, jelas, tetapi berisi/infomratif, kombinasikan dengan gambar sehingga poster mampu menarik minat pembaca.

 

G.    LATIHAN

Jawablah pertanyaan berikut dengan benar!

1.Tercatat luas wilayah laut Indonesia mencapai 3,25 juta kilometer persegi dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia mencapai 2,55 juta kilometer persegi. Wilayah lautan yang begitu luas tersebut membuat Indonesia memiliki banyak sekali sumber daya kelautan. Jelaskan apa yang dimaksud dengan konsep negara maritim dan poros maritim!

Jawab:...............................

2.Indonesia merupakan negara kepulauan terluas di dunia. Hal ini mendorong pemerintah fokus dalam pengembangan dan penguatan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Pilar pertama yang dikuatkan dalam pengembangan poros maritim dunia adalah membangun kembali budaya maritim Indonesia. Bagaimana upaya membangun kembali budaya maritim Indonesia?

Jawab:...............................

3.Kajian kemaritiman dalam perspektif sejarah memiliki arti strategis dalam membangun budaya bahari Indonesia. Jelaskan arti penting kajian atas sejarah maritim!

Jawab:.................................

4.Paradigma maritim atau yang pernah disebut sebagai wawasan bahari atau wawasan nusantara merupakan konsep pembangunan yang didasari dari jatidiri bangsa Indonesia sebagai bangsa maritim. Jelaskan pentingnya paradigma maritim dalam pembangunan nasional Indonesia!

Jawab:.................................

5.Para sejarawan mengakui bahwa Sriwijaya pernah menjadi kerajaan bahari terbesar di Asia Tenggara sekitar abad ke-7 hingga ke-12. Jelaskan mengapa Sriwijaya menjadi sebuah negara maritim yang besar pada zamannya!

Jawab:....................................

 


Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Technorati Digg This Stumble Stumble Facebook Twitter
Your adsense code goes here

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

 

| SOCIAL STUDIES-Qu News © 2013. All Rights Reserved |Template Style by Social Studies-Qu News | Design by Fer Bas | Back To Top |