Thursday, February 21, 2013

SEJARAH EKONOMI MASYARAKAT JAWA “Involusi pertanian dan kemiskinan bersama ( GEERTZ)”





Involusi pertanian dan kemiskinan bersama adalah dua konsep dasar dalam kerangka teori yang digunakan geertz  dalam  menjelaskan sejarah perekonomian di jawa. Untuk memberikan landasan historis dan struktural bagi kedua konsep ini. Geertz mengembangkan dua jalus argumen, yang pertama argumen ekologis menyangkut sawah yang dipertentangkan dengan ladang (tidak tetap) atau ladang tebang bakar. Dan yang kedua adalah argumen ekonomi ganda. Argumen yang belakangan ini menekankan bahwa sektor asing  (sektor yang menghasilkan  produksi pertanian ekspor) dan sektor pribumi (yang mengusahakan tanaman pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup) berdiri terpisah satu sama lain, kedua hidupnya hidup bersama sama pada masa kolonial belanda, yang akhirnya mengakibatkan adanya struktur ganda dalam perekonomian indonesia. Geertz mungkin memilih pendekatan dua lapisan ini untuk menerangkan keadaan yang waktu itu berlaku dipedesaan jawa dan menilai lebih baik kemungkinan kemungkinannya dimasa depan – yang sangat suram dan pesimistis. Pertama, dia mengakui adanya arah gejala inheren yang menuju pada involusi itu sendiri. Kemudian dia menelusuri arah berkembangnya faktor inheren yang menjadi suatu pola yang berlangsung terus tanpabisa dikendalikan lagi selama pemerintahan kolonial.

Dalam mengembangkan argumen ekologisnnya  geertz membagi indonesia menjadi dua wilayah , yakni indonesia dalam yang meliputi jawa tengah , jawa timur, dan jawa barat laut, bali selatan dan lombok barat. Dan indonesia luar yang tediri dari pulau pulau luar jawa termasuk jawa barat daya. Kedua hal tersebut jelas berbeda dilihat dari kepadatan penduduk dan produktifitas tiap bidang tanah. Semua perbedaan tersebut diterangkan berdasarkan perbedaan ekosistem seperti dalam bentuk produksi pertanian, yaitu sistem sawah di “indonesia dalam” dan sistem ladang di “indonesia luar”.
Menurut titik tolak ekologi gertz perbedaan mendasar diantara keduanya terletak pada cara masing masing menanggapi pertambahan jumlah penduduk. Tanggapan sistem ladang atas jumlah pertambahan penduduk dengan memperluas daerah pertanian, sedangkan tanggapan sistem sawah  ialah menumpuk/memadat dan menggembung, menampung pertambahan penduduk dengan mengintensifkan pertaniaan atas tanah yang itu-itu juga. Peningkatan persediaan air sangat menentukan pada sistem sawah. Ada seacam kekuatan istimewa yang mengatur  disini sehingga peningkatan cara cara bertani memungkinkan pemakaian lebih banyak tenaga dalam setiap bidang tanah mengakibatkan kenaikan produksi.
Dalam kerangka hipotesa geertz juga melihat asal mula kerajaan kerajaan abab VIII yang berperan dalam berkembangnya sistem sawah di jawa. Dia melihat lembah lembah dijawa timur dan jawa tengah subur dan mudah dialiri air, serta banyak gunung berapi, terutama daerah pedalaman, berbeda dengan pesisir yang kekurangan air. Di sunda memiliki pengairan yang cukup tapi tanahnya kurang subur.
Perkembangan lebih lanjut dari sektor ekspor dari pemerintah kolonial yang bisa disebut lapisan atas dari sistem perekonomian ganda di indonesia sesungguhnya menghambat kemajuan sektor domestik atau palisan bawah dari perekonomian ganda, yang sebagian besar kaum petani jawa. Karena gagal berkembang, dinamika intern dari sistem sawah berjalan terus tanpa bisa dihalangi yang mengakibatkan terjadinya involusi pertanian.
Pengamatan geertz tidak lepas dari periodisasinya terhadap  penjajahan di jawa yakni (1) periode masa VOC, (2) masa tanam paksa, dan (3) masa sistem perkebunan swasta. Geertz menyipulkan periode kedua-lah yang  berperan penting dalam dalam timbulnya involusi.
Faktor kedua yang memungkinkan terjadinya dan tak terelaknya simbiosis ini menurut geertz, ialah permintaan  akan tenaga kerja musiman  dalam jumlah besar untuk menanam, menuai, dan mengangkut tebu pada masa tanam paksa. Sistem sawah serta besarnya jumlah penduduk yang dibutuhkan  berdasarkan alasan alasan ekologis, dapat menyediakan tenaga ini dengan mudah. Para petani dipaksa menyewakan tanahnya pada pabrik pabrik gula, kemudian mereka juga menjadi buruh dengan upah rendah.
Ketika produksi gula meningkat , ciri inheren dari sistem sawah berkembang sepenuhn ya, sistem ini meyerap kelebihan penduduk yang bertambah terus – dengan angka tinggi yang belum pernah dicapai sebelumnya- sejak pertengan aba XIX hingga seterusnya. Pola tanggapan terhadap pertambahan jumlah penduduk pada sistem sawah itulah yang disebut geertz sebagai involusi pertanian.
Geertz selanjutnya mengungkapkan bahwa penyesuaian involusional dari desa desa dijawa dengan perkebunan tebu menghasilkan gejala gejala tersendiri. Gejala tersebut diantaranya, 1) sifat “pasca tradisional” dari strktur sosial di desa desa ini, 2) semakin kuatnya sistem kepepilikan tanah komunal, 3) pengembangan produksi  palawija, 4) semakin parahnya kemiskinan bersama dalam pembagian kesempatan kerja serta pendapatan.
Rewritten by : ferdi
Sumber pustaka : the economic history of javanese rural society : a reinterpretation. The developing economies, vol. XVIII. No. 1, maret 1980. Institute of developing economies, Takio.

Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Technorati Digg This Stumble Stumble Facebook Twitter
Your adsense code goes here

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

 

| SOCIAL STUDIES-Qu News © 2013. All Rights Reserved |Template Style by Social Studies-Qu News | Design by Fer Bas | Back To Top |