Involusi pertanian dan kemiskinan bersama adalah dua konsep
dasar dalam kerangka teori yang digunakan geertz dalam
menjelaskan sejarah perekonomian di jawa. Untuk memberikan landasan
historis dan struktural bagi kedua konsep ini. Geertz mengembangkan dua jalus
argumen, yang pertama argumen ekologis
menyangkut sawah yang dipertentangkan dengan ladang (tidak tetap) atau ladang
tebang bakar. Dan yang kedua adalah argumen ekonomi
ganda. Argumen yang belakangan ini menekankan bahwa sektor asing (sektor yang menghasilkan produksi pertanian ekspor) dan sektor pribumi
(yang mengusahakan tanaman pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup) berdiri
terpisah satu sama lain, kedua hidupnya hidup bersama sama pada masa kolonial
belanda, yang akhirnya mengakibatkan adanya struktur ganda dalam perekonomian
indonesia. Geertz mungkin memilih pendekatan dua lapisan ini untuk menerangkan
keadaan yang waktu itu berlaku dipedesaan jawa dan menilai lebih baik
kemungkinan kemungkinannya dimasa depan – yang sangat suram dan pesimistis.
Pertama, dia mengakui adanya arah gejala inheren yang menuju pada involusi itu
sendiri. Kemudian dia menelusuri arah berkembangnya faktor inheren yang menjadi
suatu pola yang berlangsung terus tanpabisa dikendalikan lagi selama
pemerintahan kolonial.
Dalam mengembangkan argumen ekologisnnya geertz membagi indonesia menjadi dua wilayah ,
yakni indonesia dalam yang meliputi jawa tengah , jawa timur, dan jawa barat
laut, bali selatan dan lombok barat. Dan indonesia luar yang tediri dari pulau
pulau luar jawa termasuk jawa barat daya. Kedua hal tersebut jelas berbeda
dilihat dari kepadatan penduduk dan produktifitas tiap bidang tanah. Semua
perbedaan tersebut diterangkan berdasarkan perbedaan ekosistem seperti dalam
bentuk produksi pertanian, yaitu sistem sawah di “indonesia dalam” dan sistem
ladang di “indonesia luar”.
Menurut titik tolak ekologi gertz perbedaan mendasar diantara
keduanya terletak pada cara masing masing menanggapi pertambahan jumlah
penduduk. Tanggapan sistem ladang atas jumlah pertambahan penduduk dengan
memperluas daerah pertanian, sedangkan tanggapan sistem sawah ialah menumpuk/memadat dan menggembung,
menampung pertambahan penduduk dengan mengintensifkan pertaniaan atas tanah
yang itu-itu juga. Peningkatan persediaan air sangat menentukan pada sistem
sawah. Ada seacam kekuatan istimewa yang mengatur disini sehingga peningkatan cara cara bertani
memungkinkan pemakaian lebih banyak tenaga dalam setiap bidang tanah
mengakibatkan kenaikan produksi.
Dalam kerangka hipotesa geertz juga melihat asal mula
kerajaan kerajaan abab VIII yang berperan dalam berkembangnya sistem sawah di
jawa. Dia melihat lembah lembah dijawa timur dan jawa tengah subur dan mudah
dialiri air, serta banyak gunung berapi, terutama daerah pedalaman, berbeda
dengan pesisir yang kekurangan air. Di sunda memiliki pengairan yang cukup tapi
tanahnya kurang subur.
Perkembangan lebih lanjut dari sektor ekspor dari pemerintah
kolonial yang bisa disebut lapisan atas dari sistem perekonomian ganda di
indonesia sesungguhnya menghambat kemajuan sektor domestik atau palisan bawah
dari perekonomian ganda, yang sebagian besar kaum petani jawa. Karena gagal
berkembang, dinamika intern dari sistem sawah berjalan terus tanpa bisa
dihalangi yang mengakibatkan terjadinya involusi pertanian.
Pengamatan geertz tidak lepas dari periodisasinya terhadap penjajahan di jawa yakni (1) periode masa VOC,
(2) masa tanam paksa, dan (3) masa sistem perkebunan swasta. Geertz menyipulkan
periode kedua-lah yang berperan penting
dalam dalam timbulnya involusi.
Faktor kedua yang memungkinkan terjadinya dan tak terelaknya
simbiosis ini menurut geertz, ialah permintaan
akan tenaga kerja musiman dalam
jumlah besar untuk menanam, menuai, dan mengangkut tebu pada masa tanam paksa. Sistem
sawah serta besarnya jumlah penduduk yang dibutuhkan berdasarkan alasan alasan ekologis, dapat
menyediakan tenaga ini dengan mudah. Para petani dipaksa menyewakan tanahnya
pada pabrik pabrik gula, kemudian mereka juga menjadi buruh dengan upah rendah.
Ketika produksi gula meningkat , ciri inheren dari sistem
sawah berkembang sepenuhn ya, sistem ini meyerap kelebihan penduduk yang
bertambah terus – dengan angka tinggi yang belum pernah dicapai sebelumnya-
sejak pertengan aba XIX hingga seterusnya. Pola tanggapan terhadap pertambahan
jumlah penduduk pada sistem sawah itulah yang disebut geertz sebagai involusi
pertanian.
Geertz selanjutnya mengungkapkan bahwa penyesuaian
involusional dari desa desa dijawa dengan perkebunan tebu menghasilkan gejala
gejala tersendiri. Gejala tersebut diantaranya, 1) sifat “pasca tradisional”
dari strktur sosial di desa desa ini, 2) semakin kuatnya sistem kepepilikan
tanah komunal, 3) pengembangan produksi
palawija, 4) semakin parahnya kemiskinan bersama dalam pembagian
kesempatan kerja serta pendapatan.
Rewritten by : ferdi
Sumber pustaka : the economic history of javanese rural
society : a reinterpretation. The developing economies, vol. XVIII. No. 1,
maret 1980. Institute of developing economies, Takio.
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.