Telah
disebutkan di atas, bahwa rekrutmen politik adalah proses pengisian
jabatan-jabatan pada lembaga-lembaga politik, termasuk partai politik dan
administrasi atau birokrasi oleh orang-orang yang akan menjalankan kekuasaan
politik. Jabatan-jabatan itu misalnya adalah Perdana Menteri atau Presiders,
anggota pemerintah atau gubernur negara bagian, anggota dewan kotapraja
setempat atau walikota, anggota dalam birokrasi nasional atau birokrasi lokal
dan pegawai negeri sipil, administrator negara bagian atau pejabat pemerintah
lokal. Di camping jabatan-jabatan itu bisa saja meluas sampai pada personil
partai yang tengah berkuasa dan hirarki pemerintah dalam masyarakat totaliter.
Dengan
demikian secara gars besar ada dua jenis jabatan yang harus diisi oleh
orang-orang yang telah memenuhi syarat melalui rekrutmen politik, yaitu jabatan
politis dan jabatna birokrasi. Pembahasan terhadap kedua jenis jabatan ini
cukup menarik dan penitng dari sudut panang sosiologi poliitk. Hal ini
dikarenakan antara satu sistem politik di suatu negara dengan sistem politik di
negara lainnya bisa berbeda dalam memandang hubungan antara jabatan politis
dengan jabatan administrasi. Sehingga hal ini mengaburkan proses rekrutmen
politik dalam mengisi jabatan-jabatan tersebut apakah untuk jabatan politis
atau jabatan administrasi. Kekakburan ini disebabkan oleh ketidakjelasan dan
ketidaktegasan pemisahan jabatan politis dengan jabatan administrasi. Misalnya,
perekrutan politik pada negara-negara atau masyarakat totaliter, seperti di Uni
Sovyet, Eropa Timur, Republik Rakyat Cina menjadi kabur, karena pembedan yang
tidak jelas antara jabatan-jabatan politis dengan administrasi (birokrasi).
Demikian pula dalam masyarakat di daerah, perbedaan antara politik dan administrasi
tampaknya kurang berarti.
Bila
kita cermati lebih jauh, ternyata hubungan antara para politisi dan para
pelaksana administrasi (birokrasi) dalam sejumlah sistem politik mempunyai
perbedaan. Ada yang berusaha memisahkan jabatan politik dan birokrtasi dengan
melembagakakn satu doktrin netralitas poitik dari para administrator. Misalnya
di Inggris, pegwai-pegwai sipil direkrut melalui badan organisasi poliitk yang
netral dan sekali diangkat, dengan menghindarkan tingkatan kegiatan politik
yang lebih tinggi dan dengan mengabdi secara tidak memihak kepada setiap
pemerintahan. Jadi pemerintahan bisa beranti-ganti, partai-partai yang berbeda
dapat memegang kekuasaan politik, akan tetapi para pegawai sipil tetap berada
dalam posnya. Sistem ini berbeda dengan di Amerika Serikat, di sans partai yang
berkuasa mengadakan perubahan personil secara ekstensif pda eselon yang lebih
tinggi dari dings sipil pada awal pemerintahan barn. Sistem ini mneliputi
perluasan pengawasan partai secara langsung terhadap jabatan politik
administratif. Fenomena ini sebagian besar didasarkan pada ekyakinan, bahwa
kontrol langsung terhadap jabatanjabatan administratif itu perlu. Sebagian
disebabkan oleh keyakinan historic bahwa pergantian personil sedemikian secara
admninistratif menguntungkan, dan sebagian lagi karena adanya adanya tradisi
bahwa jabatan administratif merupakan sarana absah untuk memberikan rasa
kesetiaan kepada partai. Namun hubungan erat antara partai yang berkuasa dengan
pars pemegang jabatan administratif itu terlihat paling jelas dalam sistem
politik totaliter, di mans doktrin dari suatu birokrasi politik yang netral
tidak hanya diharamkan, akan tetapi juga merupakan kontradiksi. Hal ini tidak
menutup pergantian personil, terutama sebagai akibat pembersihan akan tetapi
dalam sistem totaliter jelas tidak terhadap alternatif untuk menggantikan
jabatan.
Yang
jelas fungsi perekrutan politik merupakan fungsi penyeleksian rakyat untuk
kegiatan politik dan jabatan pemerintahan melalui penampilan dalam media
komunikasi, menjadi anggota organisasi, mencalonkan diri untuk jabatan terentu
dan sebagainya. Fungsi rekrutmen politik ini dapat juga
disebut
fungsi seleksi kepemimpinan. Seleksi kepemimpinan dalam suatu struktur politik
dilakukan secara berencana dan teratur sesuai dengan, kaidah atau norms-norms
yang ads serta harapan masyarakat. Beberapa persyaratan diperlukan untuk
menduduki jabatan pimpinan balk persyaratan fisik, mental spiritual, serta
aspek intelektual. Seorang pemimpin diharapkan dapat memberikan keteladanan kepada
orang-orang yang dipimpin mengembangkan semangat untuk berusaha mencapai
kemajuan, serta mampu memberikan pengarahan kepada orang-orang yang
dipimpinnya.
Kondisi
sosial ekonomi sampai batas-batas tertentu juga sering menjadi bahan
pertimbangan untuk mendukung segala kegiatan seorang pemimpin yang terkadang
harus berkorban secara pribadi, walaupun banyak juga terjadi sebaliknya.
Seorang pemimpin juga diharapkan dapat mengerti dan menghayati aspirasi serta
kebutuhan orang-orang yang dipimpinnya. Dengan pemenuhan berbagai persyaratan
tersebut, seorang pemimpin benar-benar dapat diterima oleh masyarakat dan pada
gilirannya akan mampu menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam segala program
yang dilaksanakan. Seorang pemimpin sebagai pendukung peran dapat muncul karena
semata-mata sebagai pimpinan alam dan yang dibina serta dikembangkan oleh
sebuah sistem tertentu. Tetapi seorang pemimpin yang balk dan berwibawa
dipengaruhi oleh dua unsur tali, yaitu unsur bawaan dan unsur binaan. Kharisma
pemimpin memancarkan suatu wibawa. Wibawa yang ada padanya akan membawakan
perasaan tertentu pada orang yang dipimpin, yaitu segan dan bukan takut.
Dalam
hubungan dengan kepemimpinan ini, Finer (Sastroatmodjo, 1995, hal. 122-123)
menyebutkan beberapa sifat ideal seorang pemimpin, yaitu:
1.
Kesadaran
Seorang
pemimpin harus dapat menguasai fakta-fakta yakni pengetahuan yang diperlukan
agar dapat menjalankan jabatannya.
2.
Kebulatan pandangan
Seorang
pemimpin harus mampu menghubungkan berbagai cabang pengetahuan yang penting bagi
kedudukannya.
3.
Ketetapan jiwa
Seorang
pemimpin harus memiliki emosi dan sikap, yang dapat menguasai setiap persoalan
bila dibutuhkan dan menggunakan pikirannya secara tepat dalam setiap
permasalahan.
4.
Keyakinan
Seorang
pemimpin memiliki berbagai ide dan prinsip-prinsip.
5.
Kreativitas
Menemukan
hal-hal yang barn dan menerapkan dalam kebijaksanaannya.
6.
Kepekaan hati
Terpanggil
oleh hati nuraninya dan rasa tanggung jawab.
7.
Keberanian
Harus
berani menanggung resiko dan tidak menyerah pada perasaan.
8.
Kemampuan memukau
Kualitas
melalui gaya pidato, pemunculan yang tepat.
9.
Kepandaian
Disusun Oleh: DR. SUHARNO, M.Si
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.