Tuesday, April 30, 2013

Implementasi Demokrasi di Indonesia (Demokrasi Normatif dan Demokrasi Empirik)




Harold Crouch, seorang yang menaruh perhatian sangat besar terhadap politik Indonesia, pernah sedikit pesimis mengenai prospek demokrasi di Indonesia. Demokrasi merupakan topik yang semakin menarik untuk dijadikan bahan diskusi, baik oleh kalangan akademisi maupun politisi.


Khusus mengenai demokrasi di Indonesia, topik itu menjadi sangat menarik perhatian masyarakat 10 tahun terakhir ini. Hal ini karena orang menaruh perhatian yang sangat besar akan terjadinya masa transisi menuju kehidupan politik yang lebih baik di Indonesia.

Arus demokratisasi telah melanda semenanjung sebelah timur Asia, termasuk di dalamnya Korea Selatan dan Taiwan. Di Asia Tenggara, Filipina merupakah contoh konkrit terjadinya transisi menuju demokrasi. Sementara Malaysia sudah lama mempraktikkan demokrasi konstitusional. Thailand juga sudah memperlihatkan perubahan yang sangat substantif dalam kehidupan politiknya yang demokratik.

Dalam ilmu politik, dikenal dua macam pemahaman tentang demokrasi, yakni pemahaman secara normatif dan pemahaman secara empirik. Untuk pemahan yang terakhir ini juga disebut sebagai demokrasi prosedural. Dalam pemahaman secara normatif, demokrasi merupakan sesuatu yang secara idial hendak dilakukan atau diselenggarakan oleh sebuah negara, seperti misalnya kita mengenal ungkapan “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Ungkapan normatif tersebut, biasanya diterjemahkan dalam konstitusi pada masingmasing negara, misalnya dalam UUD 1945 naskah sebelum amandemen sebagai berikut:

“ Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnuya oleh MPR (Pasal 1 ayat 2).
“ Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya, ditetapkan dengan UU” (Pasal 28).
“Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu (Pasal 29 ayat 2).

Kutipan pasal-pasal dan ayat-ayat UUD 1945 di atas merupakan definisi normatif dari demokrasi. Tetapi, kita juga harus memperhatikan bahwa apa yang normatif belum tentu dapat dilihat dalam konteks kehidupan politik sehari-hari dalam suatu negara. Oleh karena itu, adalah sangat perlu melihat bagaimana makna demokrasi secara empirik, yakni demokrasi dalam perwujudannya dalam kehidupan politik praktis.

Kalangan ilmuwan politik, setelah mengamati praktik demokrasi di berbagai negara, merumuskan demokrasi secara empirik dengan menggunakan sejumlah indikator tertentu. Juan Linz, misalnya mendefinisikan demokrasi sebagai berikut: “We shall call a political system democratic when it allows the five formulation of political preferences dst……. Pemahaman demokrasi dalam konteks seperti ini mengizinkan kita untuk mengamati: apakah dalam suatu sistem politik pemerintah memberikan ruang gerak yang cukup bagi warga masyarakatnya untuk melakukan partisipasi guna memformulasikan hak politik mereka melalui organisasi politik yang ada. Di samping itu, kita diperkenankan untuk mengamati sejauh mana kompetisi antara para pemimpin dilakukan secara teratur untuk mengisi jabatan public. Mengapa teratur? Hal ini untuk menghindari kemungkinan seseorang memperoleh atau mengisi jabatan politik secara terus menerus, tanpa pembatasan, seperti yang kita saksikan di Spanyol pada zaman Franco dan Yugoslavia pada zaman Tito.

Hampir semua teoritisi, bahkan sejak zaman klasik selalu menekankan, bahwa sesungguhnya yang berkuasa dalam demokrasi itu adalah rakyat atau demos, populus. Oleh karena itu, selalu ditekankan peranan demos yang senyatanya dalam proses politik yang berjalan. Paling tidak menentukan masalah apa yang hendak diputuskan serta ikut menentukan dalam pengambilan keputusan.

Diantara para ilmuwan politik, Robert Dahl yang paling banyak menaruh perhatian terhadap demokrasi kontemporer. menurut Dahl ada sejumlah prasarat untuk sebuah sistem demokrasi: Pertama, akuntabilitas. Dalam demokrasi, setiap pemegang jabatan yang dipilih oleh rakyat harus dapat mempertanggungjawabkan kebijaksanaan yang hendak dan telah ditempuhnya. Tidak hanya itu, ia juga harus dapat mempertanggungjawabkan ucapan atau katakatanya. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perilaku dalam kehidupan yang pernah, sedang, bahkan akan dijalaninya. Pertanggungjawaban tersebut tidak hanya menyangkut dirinya, tetapi juga menyangkut keluarganya dalam arti luas. Yaitu, perilaku anak dan isterinya, juga sanak keluarganya, terutama yang terkait dengan jabatannya. Dalam konteks ini, si pemegang jabatan harus bersedia menghadapi apa yang disebut sebagai “public scrutiny”, terutama yang dilakukan oleh media massa yang ada.

Kedua, rotasi kekuasaan. Dalam demokrasi, peluang akan terjadinya rotasi kekuasaan harus ada, dan dilakukan secara teratur dan damai. Jadi tidak hanya satu orang yang selalu memegang jabatan, sementara peluang orang lain tertutup sama sekali. Biasanya, partai-partai politik yang menang pada suatu pemilu akan diberi kesempatan untuk membentuk eksekutif yang mengendalikan pemerintahan sampai pada pemilihan berikutnya. Dalam suatu negara yang tingkat demokrasinya masih rendah, rotasi kekuasaannya biasanya rendah pula. Bahkan peluang untuk itu samngat terbatas. Kalaupun ada, hal itu hanya akan dilakukan dalam lingkungan yang terbatas di kalangan elit politik saja.

Ketiga, rekritmen politik yang terbuka. Untuk memungkinkan terjadinya rotasi kekuasaan, diperlukan satu sistem rekrutmen politik yang terbuka. Artinya, setiap orang memenuhi syarat untuk mengisi suatu jabatan politik yang dipilih oleh rakyat mempunyai sama dalam melakukan kompetisi untuk mengisi jabatan tersebut. Dalam negara yang tidak demokratis, rekruitmen politik biasanya dilakukan secara tertutup. Artinya, peluang untuk mengisi jabatan politik hanya dimiliki oleh beberapa gelintir orang saja.

Keempat, Pemilihan Umum. Dalam suatu negara demokrasi, Pemilu dilaksanakan secara teratur. Setiap warga negara yang sudah dewasa mempunyei hak untuk memilih dan dipilih dan bebas menggunakan haknya tersebut sesuai dengan kehendak hati nuraninya. Ada kebebasan untuk menentukan partai atau calon mana yang akan didukungnya, tanpa ada rasa takut atau paksaan dari orang lain. Pemilih juga bebas mengikuti segala macam aktivitas pemilihan, termasuk di dalamnya kegiatan kampanye dan menyaksikan perhitungan suara.

Kelima, menikmati hak-hak dasar. Dalam suatu negara yang demokratis, setiap warga masyarakat dapat menikmati hak-hak dasar mereka secara bebas, termasuk di dalamnya adalah hak untuk menyatakan pendapat (freedom of expression), hakm untuk berkumpul dan berserikat (freedom of assembly), dan hak menikmati pers yang bebas (freedom of press). Hak untuk menyatakan pendapat dapat digunakan untuk menentukan preferensi politiknya, tentang suatu masalah, terutama yang menyangkut dirinya dan masyarakat sekitarnya. Dengan kata lain, dia punya hak untuk ikut menentukan agenda apa yang diperlukan. Hak untuk berkumpul dan berserikat dapat diwujudkan dengan memasuki berbagai organisasi, politik dan non-politik, tanpa dihalang-halangi oleh siapapun dan institusi manapun. Kebebasan pers dalam suatu masyarakat yang demokratik mempunyai makna bahwa pers dapat menyampaikan informasi apa saja yang dipandang perlu, sepanjang tidak mempunyai elemen menghina, menghasut, ataupun mengadu domba sesama warga masyaraakat.

Indikator atau elemen-elemen dasar dari demokrasi ini merupakan elemen yang umum dikenal dalam dunia ilmu pengetahuan, terutama ilmu politik. Dengan elemen ini, kita dapat menghindarkan diri dari etnosentrisme. Pemahaman demokrasi merupakan pemahaman yang universal. Namun di dalam pengimplementasiannya, tidak tertutup kemungkinan beradaptasi dengan elemen nilai-nilai lokal dalam suatu lingkungan politik tertentu. Tentu saja, kita dapat mengamati seberapa jauh interaksi antara nilai universal demokrasi dengan nilai-nilai lokal saling menopang satu sama lain. Ada kemungkinan kita dapat melihat perbedaan implementasi demokrasi dari satu negara dengan negara lainnya.



Sumber :
DEMOKRASI DI INDONESIA (KONSEP, TRANSISI, DAN IMPLEMENTASINYA)
Sunarso
Jurusan PKnH FISE UNY

Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Technorati Digg This Stumble Stumble Facebook Twitter
Your adsense code goes here

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

 

| SOCIAL STUDIES-Qu News © 2013. All Rights Reserved |Template Style by Social Studies-Qu News | Design by Fer Bas | Back To Top |