Pendekatan Positifis dan idealis dalam
filsafat sejarah
W.H. Walsh
Objek utama
kajian sejarah adalah manusia di masa lalu. Pertimbangan berikutnya adalah,
tipe pemahaman yang dia aksud.
Di sini ada dua
kemungkinan yang harus dipertimbangkan. Pemahaman Pertama adalah sejarahwan
membatasi dirinya pada deskripsi pasti tentang apa yang telah terjadi,
membangun apa yang disebut naratif kejadian masa lalu yang sederhana (plain narrative of past event).
Pemahaman kedua adalah dia tidak hanya sekedar membangun narasi sederhama dan
menceritakan tentang apa yang telah terjadi namun juga menjelaskannya. Untuk
yang terakhir ini dia menyusun apa yang
disebut sebagai”significant”, bukan hanya “plain”.
Studi tentang
iklim pada distrik tertentu pada periode tertentu dapat di dilakukan dalam dua
level, pertama secara invidiously, sebagai amatir atau profesional. Seorang pengamat kategori amatir maka hanya
membatasi dirinya pada catatan lengkap,akurat, rinci tentang kelembapan, temperatur,
arah aingin, curah hujan dan sebagainya, sehingga menghasilkan sebuah kronik
sederhana mengenai cuaca di suatu distrik. Seorang pengamat profesional tidak hanya puas dengan kronik seperti itu, namun berusaha tidak
hanya merekam namun juga memahami
kejadian yang dia amati dengan melacak kinerja temuan-temuan itu berdasar
hukum-hukum umum dalam ilmu meteorologi.
Fokus utama
tidak terletak pada apakah seorang pengamat amatir atau profesional tetapi pada
pertanyaan berkenaan identitas
sejarah dikaitkan dengan pemikiran
ilmiah. Apakah kedua metodologi ini dapat membuat sejarah keudian mencapai
level sains?
Sejarawan tidak
hanya puas dengan mengetakan apa yang telah terjadi namun juga mengapa hal itu
terjadi. Oleh karena itu rekonstruksi masa lalu itu harus intellegent dan
intellegible. Ini menuntut konsekuensi yaitu lebih banyak bukti dan wawasan.
Bagaimana pandangan kaum posittivis?
Perspektif ilmu menurut kalangan
positiviss:
1.
semua sains itu adalah satu
(punya satu metodologi yang sama)
2.
semua cabang ilmu harus
berbasis pada prosedur pengamatan, refleksi konsep dan verifikasi yang sama.
Contoh tokoh
positivis Klasik August Comte:
“sejarah tidak
masuk dalam kategori sains, kecuali jika
sejarahwan mau mengalihkan perhatian
dari fakta-fakta individu ke prinsip-prinsip yang digunakan sains, meninggalkan
model fact grubbing (menyaring fakta) dan
memproses rumusah hukum-hukum umum (general law) dalam sejarah”.
Dan bagaimana pandangan kaum Idealis?
- Sejarah tetap memiliki karekter sains karena memiliki metode dan teknik
- orientasi pikiran sejarawan berbeda dengan sains; dalam hal ini sejarawan berurusan dengan perorangan di masa lalu, sementara sains bertujuan merumuskan hukum-hukum yang bersifat umum
Menurut RG Collingwood: sejarah adalah
sain, namun sains yang sedikit peculiar
(berbeda); sejarah itu konkrit dan berujung pada kebenaran individual, bukan
kebenaran umum. Menurut dia, logika sains seperti jika p maka q, itu
menghasilkan rumusan yang menafikkan apa yang disebut existensial import. Formulasi itu tidak mengatakan apa yang
sesungguhnya telah terjadi namun yang mungkin terjadi jika kondisi-kondisi
terpenuhi.
Teori Sejarah menurut Collingwood
Dia berangkat dari pemikiran bahwa sejarah
berurusan dengan pengalaman dan pemikiran manusia. Kdua, pemahaman sejarah itu
unik dan dekat (langsung). Sejarawan dapat masuk ke inner nature dari sebuah peristiwa yang dia kaji dan memahaminya
dari dalam. Ini merupakan sebuah keuntungan yang tidak pernah dapat diperoleh
saintis ilmu alam yang tidak pernah mengtahui objek fisik dengan cara seperti
yang dapat dilakukan oleh sejarawan.
“bagi seorang saintis, alam selalu dan
hanya sebuah “fenomena” bukan dalam pengertian menjadi kenyataan yang tidak
sempurna, dalam dalam pengertian menjadi tontonan untuk pengamat; sementara
peristiwa sejarah tidakpernah hanya
sekedar emnjadifenomena atau sekedar tontonan untuk direnungkan, namun
merupakan sesuatu yang dilihat sejarahwan, bukan (hanya dilihat) pada, namun
melalui (menembusnya), untuk memahami pemikiran dari dalam.”
Sejarah adalah intellegible karena sejarah
adalah manifestasi dari pikiran.
Konsep inti dari sejarah adalah konsep
aksi, antara lain peikiran yang kemudian terekspresikan dalam perilaku
eksternal. Sejarawanharus mengawali dari sekedar deskripsi fisik namun (selanjutnya)
tujuan dia harus “masuk hingga pemikiran di balik (deskripsi tersebut) yang
mendasari itu.
Contoh: sejarawan bisa memulai dari fakta
tentang pribadi yang disebut dengan Senopati pada kurang lebih 1590 saat
menyeberangi sungai Madiun. Cerita tidak hanya berhenti di sini namun
dilanjutkan hingga penelusuran apa yangk emudian ingin dia lakukan dan apa yang
ada di otaknya, apa yang melandasi tindakan dia melakukan invasi ke Timur.
Proses ini yang disebut oleh Colingwood sebagai menyeberang dari sisi luar ke
sisi dalam dari sebuah peristiwa. Melalui cara inilah, sebuah aksi dapat
dipahami secara keseluruhan.
Kritik terhadap Teori Collingwood
- mengatakan bahwa semua sejarah adalah sejarah pemikiran sama saja menganjurkan orang menulis sejarahnya sendiri; menafikkan/bebas dari kekuatan alam
- tidak semua tindakan manusia itu disengaja atau terlebih dahulu melalui proses pemikiran. Banyak aksi manusia yang direkam dalam sejarah terjadi secara mendadak, atau reaksi spontan terhadap rangsangan yang mendadak. Namun kritik ini dijawab bahwa dalam setiap respon dari rangsangan, sekalipun spontan, tetap ada mind di balik aksi.nnjhhbbb
- teori Collingwood itu masuk akal hanya untuk tipe sejarah tertentu. Selama kita memusatkan perhatian pada biografi, sejarah militer dan politik, maka nampak masuk akal. Akan tetapi jika kita harus mengerjakan sejarah ekonomi, maka teori ini akan sulit diaplikasikan.
Teori Sejarah menurut Wilhelm Dilthey
(1833-1911)
Sejarah itu termasuk dalam kelompok yang
disebut dengan sciences of mind
(Geisteswissenschaffen). Berbeda dengan ilmu alam, karakter dari ilmu ini memiliki subjek permasalahan yang dapat
dihidupkan kembali (lived through)
atau diketahui dari dalam (known from
within). Apa yang bisa dihidupkan kembali? Emosi, perasaan dan sensasi
manusia sebagaimana juga pemikiran dan penalarannya. Oleh karena itu, Dilthey
berkesimpulan bahwa sejarah berkaitan
dengan apa yang telah dipikirkan manusia. Apa yang ada di pikiran manusia sama
pengalaman manusia
Teori Colligation inHistory dari W.H.Walsh
Dalam teori ini,
eksplanasi dilakukan dengan melacak hubungan intrinsik antara satu peristiwa dengan
peristiwa yang lain dan menempatkan dalam konteks sejarahnya.
Jika seorang sejarawan
diminta untuk menjelaskan sebuah peristiwa sejarah tertentu, saya kita dia
cenderung untuk mengawali penjelasannya
dengan mngatakan bahwa peristiwa itu dilihat sebagai bagian dari gejala
umum yang tengah terjadi pada saat itu. Sebagai contoh pendudukan Hitler atas Rhineland
pada tahun 1936 bisa diuraikan dengan referensi kebijkan umum self-assertion Jerman dan ekspansi yang
dilakukan oleh Hitler sejak dia memperoleh kekuasaan. Disamping
dikaitkandngankebijakan ini dan faktor-faktor lain yang terjadi sebelumnya dan setelahnya seperti penolakkan perjanjian
pelucutan senjata unilateral, mundurnya Jerman dari Liga Bangsa-Bangsa,
penggabungan Austria dan Sudetenland, uraian-uraian itu dapat mengawali sebuah
rekonstruksi ang lebih intellegible.
Dan penguraian seperti itu memungkinkankita menempatkan aksi pada konteksnya.
Seiap aksi
memiliki pemikiran yang membuat segala sesuatu menjadi mungkin. Itu karena aksi
adalah realisasi dari sebuah tujuan dan tujuan atau kebijakan dapat
diekspresikan dalam serangkaian aksi, apakah itu dilakukan oleh orang per orang
atau sekelompok, kita dapat mengatakan ini sebagai intellegible, dimana beberapa peristiwa sejarah satu sama lain
secara intrinsik terhubung.
Kesimpulan,
nampak jelas bagi saya bahwa proses collligating merupakan bagian penting dalam
pemikiran sejarah dan saya seharusnya menghubungkanini dengan apa yang telah
dikatakan pada akhir dari bab tentang tujuan sejarawan untuk membuat sebuah
kehoerensi diluar kejadiankejadian yang die pelajari. Oleh karena itu saya
mengyarankan untuk mengamati konsep-konsep dominan tertentu atau ide-ide pokok
yang dapat mengambarkan fakta, melacak
hubungan antara gagasan-gagasan dan kemudian menunjukkan bagaimana fakta-fakta
detail menjadi bisa dipahami dalam
menyusun sebuah narasi kejadian yang “significant” dalam periode tertentu.
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.