Aceh adalah satu-satunya kerajaan di Sumatera yang pernah men¬capai kedudukan yang cukup tinggi dalam politik dunia . Kesultanan Aceh Darussalam mengalami masa keemasan pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda di abad ke-17. Aceh saat itu tidak hanya dikenal di bumi Nusantara tetapi juga di kawasan Eropa dan Timur Tengah. Mungkin hanya Aceh satu-satunya kerajaan di bumi Nusantara yang pada tahun 1600an sudah menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan dengan Kerajaan Turki, Kerajaan Belanda dan Kerajaan Inggris serta merupakan salah satu dari lima kerajaan Islam terbesar di dunia, bersama dengan Kerajaan Isfahan (Iran), Kerajaan Maroko, Kerajaan Agra (India), dan Kerajaan Turki. Pada tahun 1800an Aceh sudah mempunyai perwakilan diplomatik (duta besar) di Turki, Penang dan Singapura.
Sejarah nama Aceh belum begitu dikenal
atau lengkap ditulis dalam buku. Karenanya perbedaan pendapat selalu ada
mengenai masa dulu. Aceh merupakan suatu bagian dari apa yang disebut "Suvarnabhumi"
(Tanah Emas) di mana para pedagang Hindu datang berlayar dalam jumlah yang
besar. Rempah-rempah (merica, cengkeh dan pala), kapur barus. dan kayu yang
berbau harum dari Indonesia
zaman dulu sangat menarik pedagang-pedagang dari negeri jauh sebelah barat
Aceh. Mula-mula orang-orang India
yang beragama Hindu dan Budha dan beberapa abad kemudian orang-orang Arab yang
beragama Islam dan orang-orang Eropa yang beragama Kristen. [1]
Karena kedudukan geografisnya, Aceh
berperan dalam pelayaran antara India,
Arab dan eropa di satu pihak, Kamboja dan Cina di lain pihak hulu Aceh selalu
dikunjungi kapal yang berlayar di dua jurusan antara bagian dunia. Zaman
pemerintahan kerajaan- Budha §ri;ijaya di Sumatera, sumber-sumber Cina dan Arab
menyebut adanya suatu kerajaan yang sangat berkuasa di Aceh bernama LA W-WU-LI
atau Lamuri dan dalam bahasa Aceh sekarang ini mungkin dimaksudkan LAMBARIH
sebuah kampung kecil tidak begitu jauh
dari Banda Aceh.[2]
Aceh adalah satu-satunya kerajaan di Sumatera yang pernah mencapai
kedudukan yang cukup tinggi dalam politik dunia . Kesultanan Aceh Darussalam mengalami
masa keemasan pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda di abad ke-17. Aceh saat
itu tidak hanya dikenal di bumi Nusantara tetapi juga di kawasan Eropa dan
Timur Tengah. Mungkin hanya Aceh satu-satunya kerajaan di bumi Nusantara yang
pada tahun 1600an sudah menjalin hubungan diplomatik dan perdagangan dengan
Kerajaan Turki, Kerajaan Belanda dan Kerajaan Inggris serta merupakan salah
satu dari lima kerajaan Islam terbesar di dunia, bersama dengan Kerajaan
Isfahan (Iran), Kerajaan Maroko, Kerajaan Agra (India), dan Kerajaan Turki.
Pada tahun 1800an Aceh sudah mempunyai perwakilan diplomatik (duta besar) di
Turki, Penang dan Singapura.
Kerajaan Aceh mempunyai peran yang cukup pennting dalam membantu
sriwijaya menghalau serangan raja rajindra cola 1 pada tahun 1025. serangan
kerajaan cola yang dikomandoi Rajindracola I memulai serangannya dengan
menyusuri Sungai Musi, lalu menyerang kota Palembang,
menangkap rajanya dan melarikan harta kekayaan kerajaannya. Dalam gerakannya
ke utara mereka tidak hanya menyerang seluruh pantai Sumatera, sepanjang pantai
bagian barat di selat malaka juga diserang oleh kerajaan cola. Dan aceh yang
pada saat itu telah memiliki persenjataan melakukan perlawanan sengit..
"Iamuiri-decam yang kekuatannya bangkit bernyala-nyala di masa
perang," demikianlah bunyi sebuah prasasti tua Tanjore pada tahun 1030.
Mungkin karena pameran kekuatan dan perlawanan sengit yang diberikannya atau
karena kedudukan strategisnya pada pintu masuk menuju Selat Malaka, tidak jelas
bagi kita, namun serangan-serangan Cola yang nampaknya berbahaya itu tidak
disusul oleh pendudukan yang efektif. Mungkin sekali Sriwijaya dan Lamuri
kemudian mufakat un.tuk bersama-sama melawan ancaman-ancaman perang yang sering
datang dari pihak Cola. Seperti tercatat dalam sejarah, Lamuri (Aceh) juga
turut membantu Sriwijaya dalam serangan balasan Srilangka dalam tahun 1278. [3]
Pada masa itu kemerosotan
kekuasaan pusat dengan agama hindunya
mempercepat disintegrasi politik bersamaan dengan degenerasi
cultural dengan demikian terciptalah
kondisi yang baik bagi pelabuhan untuk
melakukan perubahan, serta ada orientasi besar terhadap nilai nilai baru .[4]
kemerosotan yang terjadi mengantarkan kota kota
dagang kecil mulai berkembang pesat dan pada kahirnya melahirkan kerajaan
kerajaan kecil yang bercorak islam, dan secara terus menerus membuat hegemoni
kerajaan pusat melui runtuh.
Secara pasti mengenai tanggal berapa islam masuk ke nusantara, tentu
cukup sulit namun iformasi mengenai masuknya islam ke nusantara dapat kita
peroleh dari interaksi masyarakat pribumi dalam aktivitas perdagangan. Interaksi
tersebut dalam beberapa sumber menyebutkan peran pedagang arab dan daerah timur
tengah lainnya.
Pada permulaan, abad ketujuh belas tarih masehi, perdagangan dengan
Cina melalui Srilangka sangat pesat sehingga pada pertengahan abad kedelapan
belas pedagang-pedagang Arab Islam sudah dijumpai di Kanton dalam jumlah yang
besar, sedangkan sejak abad 10 sampai 15 hingga kedatangan bangsa Portugis
mereka adalah penguasa-penguasa yang tak ada tandingannya di bidang perdagangan
dengan Asia Tenggara dan Timur. [5]
Oleh sebab itu kita dapat menyimpulkan dengan cukup bahwa
orang-orang Arab juga telah mendirikan perkampungan-perkampungan perdagangan
di beberapa tempat di pinggir. pantai Aceh. atau Sumatera pada zaman dulu.
Sekalipun perkampungan-perkampungan dipinggir laut ini titik tersebut dalam
tulisan para ahli ilmu bumi bangsa Arab, sebelum abad ke-9, namun dalam catatan
sejarah Cina tahun 674 s.M. terdapat suatu penjelasan mengenai seorang pemimpin
Arab yang menurut catatan-catatan kemudian diduga merupakan kepala dari suatu
perkampungan orang Arab di pantai Barat Sumatera. Catatan Sejarah Melayu
memberi tempat kehormatan kepada seorang Arab yang bernama Abdullah Arif, yang
dikatakan sebagai penyebar agama Islam yang pertama ke Aceh dan mengunjungi
negeri itu kira-kira pad a pertengahan abad ke-12. [6]
Salah seorang dari muridnya, Burhanuddin dikabarkan telah
menyebarkan ajaran-ajaran Islam sampai pantai Barat Sumatera sejauh Pariaman.
Hal ini menunjukkan bahwa penyebaran agama Islam sudah giat dilakukan penyebar-penyebar
agama Islam agaknya sudah sampai juga ke Aceh dari India bagian selatan,
melihat dari kenyataan hingga sampai saat ini semua orang Aceh adalah
pengikut-pensikut teguh mazhab safiyyah
yang sampai sekarang masih merupakan aliran yang dominan di sepanjang pantai Coromendel sampai Malabar.
Mereka tidak datang sebagai penakluk seperti orang-orang Spanyol di abad 16,
atau menggunakan senjata pedang untuk memaksa menukar agama. Tidak pula mereka
menuntut hak-hak istimewa sebagai bangsa yang lebih tinggi atau berkuasa
d.engan merendahkan dan menindas penduduk asli. Mereka datang sebagai pedagang
dan menggunakan kecakapan dan peradaban mereka yang lebih maju dalam tugas
pengembangan agama mereka. Mereka datang bukan untuk mencari keagungan pribadi
atau untuk menumpuk kekayaan. [7]
Adalah usaha pedagang-pedagang Arab dan India ini di satu pihak dan
penyebar-penyebar agama Islam yang sesungguhnya di lain pihak, yang membuat
lebih dari 6 abad yang lalu semua raja-raja bersama-sama rakyat dari semua
kerajaan kecil-kecil di Aceh menjadi pemeluk agama Islam baik secara perorangan
maupun secara bersama sama.[8]
Raja yang pertama beragama Islam adalah Sultan Malik Assalih dari
Samudra Pasai (1270-1297) dan raja yang pertama beragama Islam dari Aceh adalah
Ali Muchajat Shah (1514-1528). Raja yang disebut terakhir inilah yang mengambil
prakarsa dan kemudian dilanjutkan pengganti-penggantinya untuk mempersatukan
semua kerajaan-kerajaan yang ada disebelah barat dan utara aceh menjadi satu negara
islam yang kuat di asia tenggara, yang
kemudian dikenal dengan nama kerajaan islam Aceh.[9]
[1] Raliby, osman . (Suny, ismail. Bunga rampai tentang aceh.1980. Jakarta. Bhratara karya
aksara. Hal : 28)
[2] Ibid. hal : 28-29
[3] Ibid. hal : 29
[4] Kartodirjo, Sartono. Pengantar sejarah Indonesia baru : 1500-1900. 1999. Jakarta; Gramedia. hal :
21
[5] Raliby, Osman op.cit. hal : 30
[6] Ibid.
[7] Raliby, osman . . hal : 31
[8] Ibid.
[9] Ibid.
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.