Huru hara
mei 1998 merupakan peristiwa bersejarah yang telah membawa Indonesia pada babak
baru perjalanan bangsa, dimana peristiwa ini
tidak bisa dipisahkan dari rangkaian krisis moneter yang telah berlangsung sejak juli 1997 di
mulai dari Thailand dan menyebar kebeberapa Negara lain termasuk Indonesia dan
korea selatan.[1]
Secara
historis, peran GM dalam perubahan politik di Indoensia sangatlah besar.
Misalnya, perubahan kekuasaan dari rejim Orde Lama ke rejim Orde Baru pada
tahun 1965, peran GM sangat besar dalam melegitimasi kekuasaan Sukarno. Begitu
pula pada tahun 1998, tanpa kehadiran ribuan GM di gedung MPR/DPR, sangatlah
sukar untuk membuat Soeharto mundur dari jabatan presiden. Bahkan, jika dilihat
jauh ke belakang, peran GM lah yang membidani lahirnya negara Indonesia. Sebagai misal adalah
didirikannya Boedi Oetomo pada 1908, yang meskipun bersifat primordial etnik,
organisasi GM pertama di Jawa ini telah berhasil memberikan semangat kepada
mahasiswa dan pemuda lainnya untuk bercita-cita merdeka.
Diskusi
mengenai GM mahasiswa di Indonesia
penuh dengan dinamika, karena selalu mengalami perubahan karakter dan bentuk
pada setiap jamannya. Soewarsono (1999: 1) menyebut bahwa sejarah awal
Indonesia moderen tentang GM memiliki empat "tonggak", yaitu
"angkatan 1908", "angkatan 1928", "angkatan 1945"
dan "angkatan 1966". Selanjutnya, Soewarsono menyebut bahwa keempat
angkatan tersebut adalah generasi-generasi dalam sebuah "keluarga",
yaitu sebuah catatan-catatan prestasi "satu generasi baru" tertentu.
Masing-masing
dari keempat angkatan di atas memiliki bentuk dan karakter serta relasi-relasi
dengan kelompok yang lain yang khas dibanding angkatan-angkatan yang lain.
Namun, tidaklah dapat dikatakan bahwa tiap-tiap angkatan tersebut selalu
membawa perubahan dan kemajuan bagi jamannya. Tetapi, tiap-tiap angkatan
tersebut dapat pula menjadi pengekor atau epigon yang menerima melalui
pewarisan . [2]Dengan
demikian, diskusi mengenai GM di Indonesia, tidak selalu berbicara mengenai
perubahan yang positif, tetapi juga dapat sebaliknya. Hal ini tergantung dengan
konteks situasi dan relasi-relasi yang dibangun oleh GM itu sendiri.
Selain keempat angkatan tersebut,
terdapat satu angkatan generasi lagi yang paling mutakhir dan sangat bepengaruh
tidak hanya pergantian politik kekuasaan saja, tetapi juga pada proses
demokratisasi di Indonesia,
yaitu "angkatan 1988". Pada angkatan ini, GM telah berhasil menjatuhkan
kekuasaan Presiden Soeharto yang sebelumnya telah berkuasa selama 32 tahun.
Selain itu, GM juga mempengaruhi munculnya wacana demokratisasi dan civil
society. Meskipun demokrasi dan civil society secara relatif belum
sepenuhnya berhasil diterapkan dalam realitas politik di Indonesia, namun peran
GM telah menyebabkan proses-proses tersebut dapat dimulai.
Peristiwa penting yang patut
dicatat dalam sejarah GM 1998 adalah kebijakan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan (P dan K), Dr. Daoed Joesoef. Nomor: 0156/U/1978 tentang Normalisasi
Kehidupan Kampus (NKK). Kebijakan ini dianggap telah mematikan GM karena
membebani mahasiswa dengan serangkaian kewajiban kuliah dan melarang kegiatan
politik di kampus. Pada intinya kebijakan ini adalah menjustifikasi pembubaran
dan dihilangkannya organisasi mahasiswa yang selama ini merupakan sarana
demokratis mahasiswa berdasarkan prinsip-prinsip pemerintahan mahasiswa .[3] Sebelumnya, lembaga
kemahasiswaan merupakan sarana untuk menentang kebijakan pemerintah maupun
perguruan tinggi. Dengan dibubarkannya lembaga pemerintahan kampus, pemerintah
Orde Baru berharap GM tidak lagi turun ke jalan untuk melakukan demonstrasi
politik.
Dikeluarkannya
kebijakan NKK ini merupakan respon pemerintah atas serangkain peristiwa
demonstrasi yang dilakukan oleh GM pada tahun 1973-1978. Terutama setelah
peristiwa Malapetaka 17 Januari 1974 (Malari 1974), GM diawasi secara ketat.[4] Pemerintah telah mengeluarkan
Surat Keputusan Nomor 028/1974 yang dianggap membatasi aktivitas GM.
Antara
tahun 1975-976, protes yang dilakukan oleh GM terhadap kebijakan pemerintah
Orde Baru sedikit mereda. Namun, setelah pemilu tahun 1977, gelombang aksi
meningkat lagi. Di Jakarta, mahasiswa UI kembali melakukan aksi memprotes
pelaksanaan pemilu yang dianggap tidak adil, karena pihak birokrasi dan militer
dianggap memihak ke Golkar. Mereka mengganggap tidak sah dan menolak kemenangan
Golkar pada pemilu 1977. Aksi serupa juga terjadi di beberapa daerah, misalnya
di Bandung, mahasiswa ITB membentuk Gerakan Anti Kebodohan (GAK), di
Yogyakarta, mahasiswa UGM mengusung "keranda matinya demokrasi",
bahkan di Surabaya, sejumlah mahasiswa terlibat bentrok dengan aparat keamanan.
Pada
akhir tahun 1980-an, GM ditandai dengan tumbuhnya komite-komite rakyat yang
menjadi bentuk organ dan jaringannya. Antar kelompok GM di berbagai kota saling berkomunikasi
dan saling mengunjungi untuk membangun solidaritas. Salah satu bentuk
solidaritas adalah bentuk aksi dukungan suatu kelompok GM terhadap aktivitas
yang dilakukan kelompok GM di kota
lain. Mereka ini selalu sharing mengenai isu-isu sosial dan politik
paling mutakhir. Pola-pola semacam ini terus dikembangkan di beberapa wilayah.
Mereka semakin memperkuat jaringan dan solidaritas tidak hanya antar
universitas di dalam kota, tetapi juga antar kota. Krisis ekonomi yang
menghantam di Indonesia dan
beberapa negara Asia telah menjadi momen yang
penting bagi munculnya GM turun ke jalanan. Dan disisi lain kelompok GM yang
baru seperti Forkot, dan kelompok mahasiswa ekstra kampus semakin aktif turun
ke jalan menuntut perbaikan ekonomi dan pergantian kekuasaan. Mereka ini secara
maraton dari pertengahan 1997 hingga Mei 1998 terus menerus melakukan aksi
demonstrasi di berbagai kota.[5]
Gabai
kan efek bola salju, aktivis-aktivis mahasiswa Kota Malang juga tidak mau
ketinggalan dengan rekan-rekannya di Jakarta, Yogyakarta, Medan, Ujung Pandang,
Surabaya dan kota-kota besar lainnya, untuk mempelopori perubahan di banyak
bidang khususnya sosial politik. Sebagai dampak dari aktivitas gerakan
mahasiswa tahun 1998 tersebut, di Kota Malang telah terjadi perkembangan yang
cukup signifikan dalam internal dunia mahasiswa sendiri maupun di ranah sosial
politik tataran local bahkan nasional. [6]
Pada tahun 1993 dalam aksi demonstrasi yang
diadakan oleh FAMI ( Front Aksi Mahasiswa Indonesia ) di Jakarta ada seorang
aktivis mahasiswa Malang yang ikut ditangkap dan dipenjara bersama dengan 20
aktivis yang lainnya, dengan tuduhan makar kepada penguasa Orde Baru. Pada
tahun 1990-an kelompok studi lebih diminati daripada organisasi intra kampus
karena wajah politik lebih kental dan tajam. Di kamar kost-kostan aktivis
mahasiswa banyak terpampang bendera atau symbol organisasi pergerakan.
Masyarakat Malang juga mendukung secara moral maupun logistik terhadap
aktivitas gerakan mahasiswa.[7]
Namun patut dicatat bahwa
momentum ini sempat ditunggangi oleh gerakan mahasiswa yang membawa isu
kemerdekaan lokal seperti kelompok pro Fretilin Timor- Timur yang menginginkan
kemerdekaan Timor Leste dan kelompok pro Organisasi Papua Merdeka dengan simbol
Bintang Kejora, mengingat di Malang memiliki
banyak mahasiswa yang berasal dari Indonesia bagian Timur. Pada tahun
1997 terjadi beberapa kali aksi demonstrasi mahasiswa. Diantaranya adalah aksi
anti Amerika dan aksi memperingati hari Pahlawan 10 Nopember yang diikuti oleh
ribuan orang di ruas jalan Veteran
selatan Taman Makam Pahlawan.[8]
Pada perkembangan berikutnya
gerakan gerakan mahasiswa mulai mengalami perpecahan karena jalan yang mereka
tempuh bersimpangan antara satu dengan yang lain.Berikut
ini daftar kelompok GM yang dikategorikan sebagai GKOB dan GAOB :
Kelompok aksi yang dapat
dikategorikan ke dalam GKOB adalah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI). Kelompok ini merupakan produk Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus
(LDK) X di Universitas Muhammadiyah Malang pada 29 Maret 1998. Pertemuan yang
dihadiri oleh sekitar 200 aktivis masjid kampus tersebut telah menghasilkan
"Deklarasi Malang". Meskipun aktivitas gerakannya telah dimulai
sebelumnya, namun peresmian sebagai organisasi massa formal, baru diputuskan pada 1-4
Oktober 1998.
Menurut aktivis Fahri Hamzah,
kelahiran KAMMI ini diilhami keberadaan GM tahun 1966, yaitu Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI).Sebagian besar aktivis KAMMI ini berlatar belakang
aktivis LDK yang berasal dari organisasi massa besar seperti Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Kelompok ini membentuk
basis-basis gerakan di beberapa universitas besar seperti UI, UGM, ITB, IPB,
Unair, Undip dan lain-lain. Dalam setiap aksinya, baik yang ada di kota Jakarta, Yogyakarta, Malang dan Surabaya, KAMMI
mampu menghadirkan massa
yang cukup banyak.
Orientasi KAMMI adalah
reformasi politik dan ekonomi yang dilandasi moral dan ahlak. Namun, kelompok
ini tidak secara tegas menyatakan ingin mengganti rejim kekuasaan. "Tujuan
gerakan KAMMI adalah memastikan adanya perubahan yang bermanfaat bagi umat
Islam dan dalam jangka panjang berupaya membentuk forum yang mapan".[9] KAMMI mengganggap bahwa dialog
merupakan saran yang efektif untuk menghindari anggapan bahwa KAMMI adalah
kelompok yang fundamentalis.[10]
Sedangkan untuk gerakan mahasiswa yang masuk kelompok GAOB :
1. Front Perjuangan Pemuda Indonesia
(FPPI)
2. Liga
Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND)
3. Forum Komunitas Mahasiswa se-Jabotabek
(FKMsJ/Forum Kota)
4. Front
Nasional dan Pusat Infromasi dan Jaringan Aksi untuk Reformasi (PIJAR)
5. Majelis Penyelamatan
Organisasi (MPO) HMI
Secara
lebih rinci gerakan gerakan mahasiswa yang bermunculan di kota
Malang adalah
sebagai berikut :
1. Forum Studi Ekonomi
Politik ( Forstep )
Menurut Dardiri, Forstep merupakan wadah berkumpul aktivis mahasiswa
Yang berlatar belakang GMNI, PMII, PII, dan aktivis lainnya yang dideklarasikan
pada tahun 1996. Pada angkatan pertama forum yang bermarkas di Jl Pisang Kipas
65 Malang ini diinisiasi oleh Sumrambah, Dardiri, Subhan, Abdul Hamid, Joko,
Fadilah Putra, Aris Bangkong, Handoko, Rudi, Dedi Tumo dan lain-lain. Pada
generasi berikutnya digawangi oleh Lutfi Bahtiar, Setyono, Yahya, Ni’mah dan
Andik. Forstep merupakan forum diskusi yang menjadi salah satu dapur gerakan
mahasiswa di Malang.[11]
2. Forum Komunikasi
Mahasiswa Malang
( FKMM )
Adalah forum komunikasi yang melibatkan aktivis mahasiswa dari semua
kampus di Malang
seperti ITN, Unibraw, Unisma, Unmuh, Uniga, dan IKIP Negeri Malang. Digawangi
oleh Joko Gundul, Farid, Meizir, Kasiyaman, Teguh, Nana, Basuki, Daker, Wating,
Den Hoo, Badrus dan lain-lain.FKMM aktif dalam memprakarsai aksi-aksi
demonstrasi pada tahun 1997 dan 1998. pada akhirnya organisasi ini melebur
dengan organisasi-organisasi senafas yang lain dan membentuk organisasi
nasional bernama Front Perjuangan Pemuda Indonesia 60 (FPPI).[12]
3. Forum Komunikasi Senat
Mahasiswa Perguruan Tinggi ( FKSMPT )
Muhamad Ali Akbar ( Koordinator Senat Mahasiswa se Malang tahun 1998
) dalam wawancara pada 16 Mei 2009 menjelaskan bahwa FKSMPT adalah wadah
pergerakan semua elemen Senat Mahasiswa se Malang, diantaranya adalah : ITN,
Unibraw, Unmuh, IKIP Negeri Malang, Unmer, IAIN, Unisma, STIBA, UWG, Uniga, STTM,
STIEKN Jayanegara, ISTP, STIE Malangkucecwara / ABM dan lain-lain. Menurutnya
elemen gerakan di Malang
ada 4 yaitu gerakan mahasiswa, gerakan kaum intelektual menengah, gerakan LSM
dan gerakan Ormas. Untuk gerakan mahasiswa terpolarisasi menjadi beberapa
bentuk, akan tetapi seringkali bertemu dalam program aksi di lapangan. FKSMPT
bermarkas di jalan Bendungan Sempor IIIA serta mengadakan konsolidasi di kantor
senat IKIP, Unibraw, ITN, Unmuh, dan Uniga. Jargon daripada FKSMPT adalah :
”Polisi adalah lawan dalam setiap aksi” serta ”Masyarakat saat ini sudah mati
dan beku dalam gundukan es kekuasaan yang represif ”. Aktor gerakan dari FKSMPT
diantaranya adalah Julio Thomas Pinto, ketua umum senat mahasiswa Unmuh yang
berasal dari kader IMM. Sekarang menjadi menteri pertahanan Timor Leste.[13]
4. Komite Mahasiswa Malang
(KMM)
Menurut Ratmoko dalam wawancara pada tanggal 15 Mei 2009, elemen
gerakan yang massif pada tahun 1998 adalah Komite Mahasiswa Malang (KMM), yaitu
wadah pergerakan mahasiswa Malang lintas kampus yang bermarkas di Universitas
Widyakarya. Mayoritas anggotanya berasal dari mahasiswa Universitas
MuhamadiyahMalang.
Mulai bulan April 1998 KMM sering menggelar aksi massa menuntut reformasi dan turunnya
Soeharto dari kursi Presiden. Sejak tanggal 14 – 20 Mei 1998 aktivis KMM setiap
hari menggelar aksi heroik di depan kampus Widyakarya. KMM merupakan gabungan
dari beberapa komite mahasiswa ditingkat kampus seperti komite mahasiswa
Universitas Gajayana, Komite Mahasiswa Universitas Widyagama, Komite Mahasiswa
Universitas Widyakarya, Komite Mahasiswa Cipta Wacana, Komite Mahasiwa Malang
Kucecwara di STIKEN Jayanegara, dll. Dalam setiap aksinya KMM membawa isu
nasional seperti tuntutan mencabut Dwifungsi ABRI, Turunkan Soeharto dan Cabut
Lima Paket UU Politik. Target aksi KMM seringkali mendatangi Makorem dan
Makodim selain balai kota Malang
dan gedung DPRD kota Malang.[14]
Pada awal 1998 di Malang
telah ditetapkan jam malam untuk menjaga ketertiban masyarakat (bahasa lain
membungkam gerakan mahasiswa). Semua tempat dan instalasi strategis dijaga
ketat oleh aparat keamanan, termasuk pusat-pusat perbelanjaan dan rumah ibadah.
Semua sayap ABRI dikerahkan untuk siaga dalam menghadapi aksi gerakan
mahasiswa. Pada saat menjelang tahun 1998 terjadi kesepakatan antara elemen gerakan
mahasiswa dengan aparat kepolisian yaitu :
·
tidak ada kerusuhan dan
kriminalitas politik di wilayah Malang Raya
·
semua aktivis tidak ada yang
ditahan lebih dari 2 hari
·
pada saat aksi aktivis tidak
akan melempar aparat dengan batu
Pada tanggal 20 Mei 1998 memperingati Hari Kebangkitan Nasional
terjadi aksi massa
yang diikuti oleh ribuan orang di stadion luar Gajayana. Aksi massa
yang melibatkan seluruh elemen mahasiswa dari berbagai kampus di Malang ini bergabung dengan elemen masyarakat yang lainnya
termasuk massa
pendukung Partai Demokrasi Indonesia ( PDI ) Pro Megawati Sukarnoputri. Elemen
mahasiswa yang terlibat dalam aksi ini adalah Komite Mahasiswa Malang (KMM) dan
Gempar ( berbasis kuat di Unisma ) serta elemen-elemen gerakan dari segenap
kampus yang ada di Malang.[16]
Selain di stadion luar Gajayana, aksi pada tanggal 20 Mei 1998 juga
berlangsung di bunderan veteran. Aksi ini diikuti oleh sekitar 15.000
mahasiswa, massa
meluber mulai dari depan kampus ITN hingga Taman Makam Pahlawan belakang kampus
IKIP Malang. Keesokan harinya padam tanggal 21 Mei 1998 aksi demonstrasi
digelar di tempat yang sama. Sekitar 100 orang aktivis sudah terlihat berkepala
plontos alias cukur gundul, mengingat detik-detik kejatuhan Soeharto sudah
semakin dekat. Setelah Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya di televisi, massa mahasiswa langsung
long march dari bunderan veteran ke Taman Makam Pahlawan Suropati.[17]
[1] Zon, fadli. Politik huru-hara mei 1998.(Jakarta : IPS. 2004). Hal. 1
[2] Soewarsono, "Prolog: Gerakan Mahasiswa 1998", dalam
Widjojo, Muridan S. (et.al), 1999, Penakluk Rezim Orde Baru, Gerakan
Mahasiswa '98, Jakarta: Sinar Harapan, h. 1-16
[3] Harahap, Muchtar E
dan Basril, Andris, 1999, Gerakan Mahasiswa dalam Politik Indonesia, Jakarta: NSEAS
[4] Peristiwa Malari 1974 bermula dari aksi mahasiswa menolak
kedatangan Perdana Menteri Jepang Tanaka sebagai simbol untuk menentang
investasi modal asing. Namun peristiwa tersebut akhirnya berubah menjadi
kerusuhan yang telah menyebabkan 9 orang meninggal, 23 orang terluka dan
beberapa banguan termasuk pasar Senen terbakar. Dari peristiwa tersebut, pihak
keamanan telah menahan 700 orang dan 45 diantaranya diajukan ke pengadilan.
Pada saat yang sama, pemerintahan membredel beberapa koran yang telah
memberitakan peristiwa tersebut (Sanit, 1999: 53-54).
[5] Lihat : http // mashudi.blogdrive.com/genesis gerakan mahasiswa
1998.
[6] Sumarsono, Cokro,
Wibowo. 2009. Dinamika Gerakan Mahasiswa : Studi Kasus Gerakan Mahasiswa di
Kota Malang
Pada Tahun 1998. Skripsi, Jurusan Sejarah Fakultas Sastra
Universitas Negeri Malang. Hal. 2
[7] Ibid.,
[8] Ibid.,
[9] Widjojo, Muridan S. (et.al), 1999, Penakluk
Rezim Orde Baru, Gerakan Mahasiswa '98, Jakarta:
Sinar Harapan. Hal 366
[10] Lihat : http // mashudi.blogdrive.com/genesis gerakan mahasiswa
1998.
[11] Sumarsono, Cokro, Wibowo, op.cit. hal 59
[12] Ibid.,
[13] Sumarsono, Cokro, Wibowo, op.cit. hal 62
[14] Sumarsono, Cokro, Wibowo, op.cit. hal 64-65
[15] Ibid. hal. 70
[16] Ibid. hal 75
[17] Sumarsono, Cokro, Wibowo, op.cit. hal 76
1 komentar:
terimakasih sangat membantu :)
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.