Gillin dan Gillin (1954) (dalam Soekanto
S. 2004:61) mengartikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang
dinamis yang menyangkut hubungan antar individu, antar kelompok-kelompok,
maupun antara individu dengan kelompok.
Menurut Soerjono Soekanto (1992) (dalam Tutik T.T.& Trianto. 2008:51-53), mengadakan hubungan sosial sendiri merupakan kebutuhan primer manusia sebagai makhluk sosial, yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan dalam mengadakan hubungan serta mempertahankan hubungan (kebutuhan inklusi), pengawasan dan kekuasaan (kebutuhan kontrol), dan cinta dan kasih saying (kebutuhan afeksi). Interaksi sosial terjadi dan menimbulkan situasi sosial, yaitu suatu situasi yang di dalamnya terdapat hubungan-hubungan sosial yang disebabkan adanya naluri untuk hidup bersama, keinginan untuk menyesuaikan diri dengan pihak lain, dan keinginan menyesuaikan diri dengan alam.Proses interaksi sosial tersebut berlangsung menurut suatu pola yang didasarkan pada lima hal, yaitu kebutuhan nyata, efisiensi, efektifitas, penyesuaian diri pada kebenaran, penyesuaian dengan kaidah-kaidah berlaku, dan tidak memaksakan diri.
Menurut Soerjono Soekanto (1992) (dalam Tutik T.T.& Trianto. 2008:51-53), mengadakan hubungan sosial sendiri merupakan kebutuhan primer manusia sebagai makhluk sosial, yang dilakukan untuk mendapatkan kepuasan dalam mengadakan hubungan serta mempertahankan hubungan (kebutuhan inklusi), pengawasan dan kekuasaan (kebutuhan kontrol), dan cinta dan kasih saying (kebutuhan afeksi). Interaksi sosial terjadi dan menimbulkan situasi sosial, yaitu suatu situasi yang di dalamnya terdapat hubungan-hubungan sosial yang disebabkan adanya naluri untuk hidup bersama, keinginan untuk menyesuaikan diri dengan pihak lain, dan keinginan menyesuaikan diri dengan alam.Proses interaksi sosial tersebut berlangsung menurut suatu pola yang didasarkan pada lima hal, yaitu kebutuhan nyata, efisiensi, efektifitas, penyesuaian diri pada kebenaran, penyesuaian dengan kaidah-kaidah berlaku, dan tidak memaksakan diri.
Proses interaksi sosial terjadi karena
beberapa faktor, antara lain imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Berikut
adalah penjelasan dari masing-masing faktor tersebut, sebagai pertama adalah faktor
imitasi yang merupakan faktor mampu mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah
dan nilai-nilai yang berlaku, selain itu juga bisa membuat seseorang berlaku
menyimpang jika salah meniru tindakan. Sedangkan faktor sugesti yang ada pada
saat seseorang memberikan pandangan dan pandangan tersebut diterima oleh orang
lain, sebagai contoh adalah apa yang dilakukan oleh seorang mentalis terhadap
seseorang ataupun seperti yang dilakukan oleh seorang motivator kepada orang
yang sedang “sakit mental”. Dan faktor identifikasi merupakan kecenderungan
pada diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain yang dianggap lebih
baik, baik dilakukan secara sengaja ataupun secara tidak sadar. Yang terakhir
adalah faktor simpati, yang merupakan bentuk perasaan yang merasa tertarik
dengan pihak lain dan ingin memahami pihak lain tersebut sebagai upaya untuk
menjalin kerjasama. Faktor-faktor tersebut adalah yang menjadi dasar minimal
dari proses interaksi sosial (Soekanto S. 2004:63-64).
Menurut Soerjono Soekanto (2004:64-67),
suatu interaksi sosial terjadi apabila memenuhi dua syarat, yaitu ada kontak
sosial dan ada komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari proses
interaksi sosial, yang bisa terjadi dalam tiga bentuk, yaitu antara individu,
antara individu dengan kelompok, dan antara satu kelompok dengan kelompok lain.
Kontak sosial disini tidak hanya bersifat langsung (bertemu), tapi juga bisa
terjadi secara tidak langsung (melalui media, missal telefon, ber-SMS-an). Sedangkan
komunikasi berarti bahwa seseorang memberi arti pada perilaku orang lain baik
berupa pembicaraan, sikap dan tanda simbolik yang lain, yang kemudian diberi
reaksi oleh orang lain tersebut.
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.