Proses
penulisan sejarah atau historiografi mengalami dinamisasi Salah satu fase
tersebut ialah fase Modern. Fase modern ini sangat jauh berbeda dengan
fase-fase sebelumya. Seperti penulisan sejarah yang ditulis oleh Herodotus
terdapat cerita yang mengandung mitos, sedangkan pada masa Tuchydides unsur
mitos dalam penulisan sejarah dikurangi bahkan dihilangkan. Metode-metode yang
dikembangkan selanjutnya mengalami perubahan. Sebut saja Leopold Von Ranke
seorang sejarawan yang berdiam di Jerman disebut-sebut sebagai Bapak Sejarah
Kritis Modern. Ranke memperkenalkan metode baru yaitu metode kritik sumber, ia
menginginkan sejarah tidak hanya menjadi sebatas cerita, melainkan menjadi
kebenaran-kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.[1]
Metode
Ranke diidentifikasi dengan beberapa slogan dan injunction, sejarah terutama
adalah studi tentang politik dan kebijakan luar negeri. Metode yang ia
kembangkan ialah metode sejarah kritis. Hal itu sebagai bukti ketidakpuasan
dengan apa yang dianggap sebagai buku sejarah yang hanya kumpulan fakta
disatukan oleh sejarawan modern. Ranke menunjukan sedikit minat dalam pekerjaan
sejarah modern sehingga ia memutuskan untuk menolak segala gambaran yang
bersifat khayalan dalam karya-karya sejarah, ia hanya percaya pada fakta-fakta
sejarah. Inilah yang membedakan penulisan sejarah ala Von Ranke dengan para
pendahulunya. Titik berat yang dijadikan pegangannya ialah fakta-fakta sejarah.
Ia bersandar pada tradisi dari filologi, akan tetapi penekanannya hanya
terhadap dokumen biasa dan sastra alam. Sejarah yang ia sajikan berdasarkan
pada kenyataan yang benar-benar terjadi lebih menarik daripada sejarah yang
diromantisir. Oleh karena itu, ia menolak khayalan-khayalan dalam karya
sejarah. Dalam melakukan penelitian dan penulisan sejarah, ia selalu berpatokan
pada mottonya, “wat ist eigenlig geschicte” (apa yang sesungguhnya terjadi).
Hanya dengan cara itulah maka kebenran dapat terungkap dengan jelas. Ranke
banyak dipengaruhi oleh filsuf idealis terutama Fichte (1762-1814). Pandangan
religius Ranke membuat dekat dengan pencarian para idealis untuk mengetahui
dunia melalui ide-ide keTuhanan. Dari posisi inilah ia mendekati sejarah
sebagai prinsip studinya. Sebab, menurutnya melalui perjalanan waktulah ide-ide
Tuhan akan tampak. Konsepsinya tentang aktifitas kesejarahan dipertajam oleh
kritisisme filologis klasik yang mengajarinya kritisisme tekstual dan
membiasakannya untuk mencari sumber-sumber primer. Sebuah model yang mempengaruhinya
ialah Roman History-nya Barthold George Niebuhr (1776-1831), yang meyakinkannya
bahwa sebuah karya sejarah merupakan sebuah usaha literer yang berguna. Metode
yang ia kembangkan menghantarkannya menjadi Bapak Sejarah Kritik Modern. Ia
merancang formula metodologis khusus untuk pengujian sumber sejarah, yaitu
kritik ekstern (otentisitas atau keaslian sumber) dan kritik intern
(kredibilitas atau kebiasaan dipercayai) . Kritik sumber yang ia tonjolkan
disebagian besar karyanya merupakan bukti bahwa sejarah bukan cerita semata, ia
mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan sekitar memorialis sebagai pengamat dari
tindakan yang ia uraikan. Ranke tampaknya bermaksud merubah sejarah kedalam
suatu keilmuan rigorous (keilmuan yang menuntut aturan-aturan, proses-proses
dan lain-lain yang harus diikuti dengan ketat yang dipraktikkan oleh
sejarawan-sejarawan profesional) .[2]
Seorang pengkritik
narativisme, sejarawan Amerika Harvey Robinson, mengatakan bahwa dengan cara
yang dipakainya itu narativisme hanya mengungkap permukaan, tetapi tidak
mengungkap yang di bawah realitas, dan tidak dapat memahami perilaku manusia. Sementara
sejarawan Amerika lainnya, Carl L. Becker, memandang bahwa sejarah obyektif seperti
yang disarankan Ranke, tidak mungkin dapat ditulis oleh karena adanya psikologi
yang mempengaruhi si penulis. Kritikan juga datang dari beberapa sejarawan
Perancis yang tergabung dalam mazhab Annales. Kelompok ini mengkritik
tajam para sejarawan tradisional yang selalu menempatkan peristiwa dan tokoh
sebagai fokus utamanya. Lewat jurnalnya, Annales d’histoire Ä•conomique et
sociale, mereka mengajukan sebuah pendekatan baru di mana peristiwa dan
tokoh tidak lagi menjadi fokus utama dalam penulisan sejarah. Mereka
menginginkan sejarah yang lebih manusiawi dan lebih luas dari sekadar sejarah
tokoh dan politik. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan strukturalisme.[3]
Para
pengikut strukturalisme sejarah tidak terlalu menganggap penting tokoh—meski
tidak menegasikannya. Bagi mereka, struktur yang berperan dalam perubahan.
Struktur dianggap berperan dalam menentukan tindakan seseorang. Tokoh bukanlah
satu-satunya faktor determinan dalam perubahan. Maka tidak heran jika dalam
karya strukturalis, kita akan jarang sekali menemukan nama-nama tokoh.
Pendekatan ini juga menekankan bahwa perubahan terjadi karena masuknya unsur
asing dalam struktur. Strukturalisme juga lebih menekankan analisis daripada
deskripsi. Oleh karena itu, kronologis sebuah peristiwa tidak terlalu mendapat
perhatian penting dalam pendekatan ini. Bagaimana terjadinya perubahan pada
sturkturlah yang menjadi fokus dalam pendekatan ini. Perubahan dalam struktur
itu yang coba dianalisis. Karena struktur mengandung kompleksitas seperti
agama, ekonomi, budaya, ideologi, dan sebagainya, maka untuk menulis sejarah
dengan pendekatan ini memerlukan bantuan ilmu lain, terutama sosiologi,
antropologi, dan ekonomi sebagai alat bantu analisis. Pengaruh pendekatan ini
kemudian sampai di Indonesia. Adalah Sartono Kartodirjo yang mengembangkan
pendekatan ini di Indonesia. Sartono memandang pendekatan ini dapat mengungkap
berbagai sisi dalam sejarah Indonesia yang tidak terungkap seperti identitas
nasional. Ia mengajukan penulisan sejarah dengan pendekatan multidimensional,
yaitu mengawinkan cara kerja ilmu sosial dengan metodologi sejarah.
[1] Rahmi, Syamsul .Sejarah.(diakses 16 desember 2010. http // my.opera.com/syamsulrahmi/archive
/monthly/?day=20101126.
[2] Syamsul. rahmi
[3] Tri Hanggoro, Hendaru. 2008. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Strukturis. (diakses 16 desember 2010. http://sejarahmerahui.blog.friendster.com/
)
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.