Penyebab Terjadinya Hubungan Seks Pranikah Di Kalangan Remaja Di
Perantauan.
Semakin maraknya hubungan seks pra nikah
terjadi dalam kehidupan remaja, khususnya remaja yang sedang merantau, dewasa
ini memiliki latar belakang penyebab seseorang melakukannya, baik yang berasal
dari diri seseorang maupun dari luar diri seseorang terseut (lingkungan).
Dengan
kedua sumber penyebab inilah seorang remaja yang ada di alam perantauannya akan
mengalami perubahan secara lambat tapi pasti sebagai salah satu upayanya untuk
melakukan adaptasi menghadapi alam lingkungan yang berbeda dengan daerah
asalnya. Dalam masa perantauannya ini, remaja seperti mengalami masa puber
tahap kedua, terutama bagi mereka yang belum menemukan akan jati-dirinya atau
mereka yang selama ini hanya berkecimpung dalam “lingkaran” keluarga maupun
lingkungan akademik. Dari hal itulah kemudian memunculkan perubahan yang
positif (sesuai dengan agama dan nilai-nilai yang ada) dan juga perubahan yang negative,
dimana kebanyakan dari remaja terdorong kepada hal negatif yang salah satu
diantaranya adalah terjadinya hubungan seks pra nikah dalam kehidupan remaja di
perantauan.
Hubungan seks pranikah dapat digolongkan
sebagai perilaku menyimpang atau bisa juga disebut bagian dari kenakalan
remaja, sebagai akibat gagalnya sistem kontrol diri terhadap pengaruh dari luar
yang kuat serta dorongan dalam diri remaja itu sendiri, atau bisa dibilang
lemahnya pengendalian diri seseorang terhadap rangsangan-rangsangan di
sekitarnya sehingga mendorongnya untuk melakukan perbuatan yang menyimpang,
yang diangapnya sebagai perbuatan yang mengandung “nilai lebih” oleh indiidu
maupun kelompok remaja (peer group).
Adapun remaja yang melakukan perilaku menyimpang pada umumnya memiliki ciri
kebribadian khusus yang lebih berorientasi pada “kehidupan masa sekarang”,
yaitu bersenang-senang dan puas pada hari ini dan kurang memperhatikan hari
esok, sehingga mereka mengalami kekurang mampuan untuk mengenal norma-norma
yang ada serta kurang bertanggung jawab secara sosial. Dalam tulisan ini,
penulis menggolongkan hubungan seks pranikah ke dalam kelompok delinkuensi komulatif, dimana remaja
terkena imbas dari konflik antara budaya tradisional dan budaya modern,
sehingga membuat kegelisahan hati pada remaja yang kemudian mendorong mereka
untuk berbuat sesuai dengan pemikirannya sendiri.[1]
Bahkan pernah menjadi hal yang mengejutkan dala masyarakat, bahwa kebanyakan
remaja melakukan seks pra nikah only for
fun, tanpa menyadari apa dampaknya nanti bagi dirinya maupun orang-orang
disekitarnya
Adapun penjelasan latar belakang dari
semakin marakanya hubungan seks pranikah dalam kehidupan remaja di alam
perantauan ini akan dijabarkan dengan menggunakan kerangka teori Social-Learning
dari Bandura, teori tersebut berpendapat bahwa perilaku manusia dibedakan
oleh tiga hal yang saling berhubungan antara faktor personal/individu, faktor
lingkungan, dan faktor perilaku. Dimana yang menjadi Faktor personal dalam
masalah ini adalah rasa malu dalam diri remaja, pengetahuan mengenai
seksualitas, sikap terhadap hal-hal yang berbau seksualitas, keterbukaan dalam
komunikasi dengan orang tua maupun orang yang sesuai dengan keadaaannya, gaya
hidup, pengendalian diri, aktifitas sosial, rasa percaya diri, usia, agama dan
status hubungan. Sedangkan yang termasuk didalam Faktor lingkungan
adalah akses dan kontak dengan sumber-sumber informasi, akses terhadap benda
maupun tempat yang berhubungan seksualitas, kehidupan sosial-budaya masyarakat,
nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk perilaku tertentu. Dan yang
terakhir adalah Faktor perilaku, termasuk didalam faktor ini adalah gaya
hidup seksual (orientasi seksual, pengalaman seksual, jumlah pasangan),
peristiwa-peristiwa kesehatan (Penyakit Menular Seksual, kehamilan, aborsi) dan
penggunaan alat kontrasepsi.[2]
sDalam faktor
personal atau faktor dari dalam diri seseorang inilah yang lebih banyak
pengaruhnya bagi kehidupan seseorang. Dalam tulisan ini penulis akan
menjabarkan beberapa hal yang termasuk faktor personal yang dianggap penting,
yaitu rasa malu, keingin-tahuan akan hal-hal seksualitas, dan keterbukaan
antara anak dan orang tua. Adapun yang akan dibahas pertama dari faktor personal
adalah semakin minimnya rasa malu pada seseorang sehingga mengakibatkan hijab
budaya luntur dari kehidupan masyarakat. Sering didapati bahwa dalam pergaulan
remaja dewasa ini, tindakan-tindakan yang tidak sesuai norma sudah biasa
dilakukan dan bahkan menjadi pemandangan yang umum dalam masyarakat, semisal
memakai baju yang minim dan seksi bagi remaja cewek di tempat umum menjadi
pemandangan yang sudah biasa, bahkan melihat para remaja berpacaran dengan
cara-cara yang sudah menjurus di tempat umum pun sudah biasa, bahkan mereka
berbuat sedemikian rupa yang seolah-olah dunia ini hanya ada mereka dan yang
lainnya numpang. Hal ini yang
kemudian penulis anggap sebagai pacaran yang salah, yang tanpa didasari rasa
sayang dan hanya “cinta”.[3]
Lunturnya budaya malu dalam diri remaja lebih banyak disebabkan keinginan
mereka untuk mendapat pengakuan dari masyarakat bahwa mereka eksis dan pantas untuk dianggap bagian
dari masyarakat tersebut.[4]
Apalagi bagi remaja yang alam perantauannya adalah kota besar dengan tingkat
modernitas tinggi, yang nilai-nailai kearifan lokalnya sudah mulai memudar,
mereka (para remaja) dihadapkan pada arah adaptasi yang semakin meninggalkan
nilai-nilai yang mereka warisi dari daerah asal, yang sering kali nilai-nilai
di alam rantau justru mengarahkan pada mereka pada hal-hal yang negatif. Sehingga
para remaja menjadi bingung membedakan antara mana yan baik maupun yang buruk,
karena yang dianggap baik di daerah asal, belum tentu dianggap baik di daerah
perantauan, begitu pula sebaliknya. Hal ini yang kemudian menyebabkan remaja
semakin kehilangan pegangan akan hal yang seharusnya dia merasa malu atau
merasa biasa, atau bahkan bangga. Dari sinilah banyak dari remaja yang kemudian
terdorong untuk berani melakukan hubungan seks pra nikah, yang bahkan mereka
tidak malu mengakuinya bahkan membanggakannya di lingkungan pergaulannya.
Selain semakin minimnya rasa malu
seseorang, penyebab lainnya adalah adanya rasa keingintahuan remaja akan
seksualitas, hal ini merupakan sifat dasar bahkan sering dikatakan sudah
menjadi bagian dari Sunnatulloh yang
dimiliki anusia. Akan tetapi pada kenyataannya rasa keingin tahuan ini yang
biasanya tidak dipenuhi oleh orang tua, adapun pendidikan akan seksual yang
harus dilakukan orang tua sering kali kurang ada petunjuk yang jelas tentang
cara mendidik anak mengenai seksual, bahkan orang tua kadang beranggapan bahwa
anaknya masih belum pantas untuk mendapat pendidikan tentang seksual. Hal ini menyebabkan
mereka kemudian mencari alternatif sumber informasi lainnya, seperti teman atau
media-media informasi. Dengan teman sepergaulannya remaja merasa sangat bebas
membicarakan masalah seksualitas, bahkan hal ini sering menjadi topik
pembicaraan yang dianggap menarik selama proses bergaul. Media massa, baik
cetak maupun elektronik, menyediakan banyak informasi yang juga bisa diakses
oleh remaja, kapan saja dan di mana saja. Sementara pendidikan seks dari orang
tua maupun pihak-pihak yang berkompeten masih terbilang kurang, mengakibatkan
remaja dapat terjerumus ke pergaulan bebas dan pelanggaran hukum lainnya.[5]
Apalagi bagi remaja yang ada di alam perantauan, yang memiliki fasilitas media
untuk mengakses hal tersebut secara bebas dan tanpa filter, terutama dari media Internet dan juga majalah-majalah
dewasa.
Friedan (2000:41) dalam Resmiwaty (2006)
mengatakan bahwa media, terutama televisi dan majalah telah dijadikan sarana
menjual berbagai komoditas seks yang banyak dijumpai belakangan ini. Sehingga
dapat disimpulakan bahwa dengan perkembangan teknologi yang terlalu cepat dan
kurangnya kesiapan dari mayarakat dalam menghadapi perubahan tersebut pada
akhirnya akan menimbulkan hal yang negatif yang besar, misal akses kepada
informasi yang dianggap tabu semakin mudah diantaranya akses kepada hal-hal
yang berbau pornografi. Hal ini memicu pemuasan atas rasa keingintahuan yang
besar pada remaja akan permasalahan tersebut. Dalam hal ini teknologi berperan
sebagai penunjang terjadinya perubahan sosial yang cukup besar. Dengan
teknologi membawa kita pada hal-hal yang sebelumnya sulit dicapai menjadi lebih
mudah, bahkan menyadarkan pad nilai-nilai yang berbeda dengan kondisi yang ada,
dalam hal ini terkait informasi seksualitas yang beredar dan dapat diakses
melalui media elektronik. Sehingga keberadaan teknologi ini kemudian membawa
masalah sosial baru dalam masyarakat, dimana masalah baru ini berpengaruh besar
dan berkembang pada diri individu-individu. Disini teknologi menjadi saluran
inovasi yang tepat untuk masyarakat, dan masyarakat sendiri mau ataupun tidak
mau, menjadi konsumen pasif dari inovasi teknologi tanpa mampu memfilter
pengaruhnya secara intensif.[6]
Kemudian
ditambah sikap kurang terbukanya anak kepada Orang tua, si anak berusaha
menyimpan masalahnya sendiri serapat mungkin akibat putusnya hubungan komunikasi
dengan keluarga karena orang tua cenderung konservatif dan anak berada di alam
perantauan. Orang tua sendiri dirasa kurang bisa mengamati fase awal anak
merantau, dimana muncul anggapan di kalangan orang tua, bahwa anak yang selama
ini menjadi tanggung jawabnya sudah dewasa dan pantas untuk di”lepas”kan. Apalagi
ditambah kepercayaan yang diberikan orang tua untuk pengelolaan finansiaan dan
lainnya secara mandiri, hal inilah yang kemudian disebut sikap orang tua yang lebih
permisif terhadap anak[7].
Sedangkan untuk faktor
lingkungan adalah adanya tokoh masyarakat yang melakukan hubungan bebas yang
kemudian menjadi media kampanye dan propaganda seks bebas yang selanjutnya menjadi
trend anak muda. Masyarakat saat melihat yang mereka anggap lebih tingi
derajatnya akan berusaha meniru, baik secara sadar maupun tidak, dari perbuatan
“tokoh” tersebut. Misalkan adanya kaum selebritis yang hamil di luar nikah
ataupun artis telah terkenal dengan “aksi” seksualnya, akan menjadi semacam
daya tarik dari masyarakat awam untuk beranggapan bahwa hal itu pantas dan
menjadi legal, apalagi yang melakukan hal tersebut adalah tokoh agama ataupun
keluarga dari tokoh agama itu sendiri. Seperti yang pernah terjadi beberapa
tahun yang lalu, saat seorang anak dari Ustadz terkenal mencium pacarnya yang
sedang sakit dan diliput dalam media massa, mengakibatkan timbulnya pengabsahan
perbuatan tersebut dalam masyarakat. Hal ini disebabkan kurangnnya pemahaman
agama secara tekstual, dan lebih taqlid terhadap seorang figur secara membabi
buta[8].
Kemudian kurangnya
tanggung jawab masyarakat akan cinta dan sex bebas menjadi faktor penyebab lain
yang dirasa pengaruhnya cukup kuat dalam diri individu. Selain itu, masyarakat
masih menganggap “tabu” untuk membicarakan masalah seksualitas, yang kemudian
ditambah dengan kurangnya perhatian masyarakat untuk menjaga anggotanya dari
pengaruh yang salah seperti itu. Sebagai akibat keegoisan masyarakat kota yang
menjadi lingkungan baru bagi remaja yang marantau. serta lemahnya kontrol
budaya pada masyarakat (gropyokan atau sweeping)[9].
Terutama pada rumah kost maupun kontrakan yang sering kali diserahkan pada
pengontrak dan tidak mempedulikan apa yang akan terjadi pada rumah tersebut.
Banyak diantara para perantau remaja yang bermesraan dilanjutkan dengan
hubungan seks dengan pasangannya di tempat kost. Hal ini dapat dilakukan karena
tidak adanya pengawasan dari pihak pemilik rumah kost, ditambah lagi masyarakat
sekitar yang cenderung tidak mau tahu dengan apa yang terjadi di lingkungan
mereka. Bahkan yang menjadi alternative lain bagi para remaja yang sedang
terbuai dalam nafsunya adalah dengan menyewa tempat-tempat bermalam yang
mengizinkan muda-mudi dalam satu ruangan, semisal hotel, motel maupun villa.
Dan yang terakhir adalah faktor perilaku, dimana
merupakan perwujudan dari kedua faktor sebelumnya. Remaja dalam alam perantauan
sering kali dihadapkan gaya hidup seksual yang sering kali bertentangan dengan
nilai-nilai yang dianut oleh Individu dari daerah asalnya, dimana dalam alam
perantauan bisa diketemukan penyelewengan orientasi seksual yang dilegalkan,
missal terbentuknya perkumpulan Gay
maupun waria, hal ini kemudian secara perlahan akan merubah nilai yang dianut
remaja, sehingga bukan tidak mungkin akan terjerumus kepada penyelewengan
orientasi seksual tersebut sebgaia akibta terjalinnya kontak komunikasi antara
individu dengan “mereka”. Maslah lain yang dialami remaja terkait gaya hidup
seksualitas adalah pengalaman seksual, baik yang dialami sendiri maupun yang
dialami temannya yang kemudian diceritakan kepadanya, baik dalam bentuk
berpegangan tangan, berciuman, berpelukan, berkencan, bahkan sampai melakukan
senggama. Yang kemudian mendorong remja untuk melakukan lebih dari pengalaman
sebelumnya, seperti yang sebelumnya berani melakukan pegangan tangan akan
berkembang pada pelukan atau ciuman. Pengalaman-pengalaman yang didapat
individu ini kemudian dapat semakin menyebar ke individu lain sebagai akibat
seringnya gonta-ganti pasangan, yang pengalaman yang biasanya dilakukan dengan
pasangan sebelumnya akan dilakukan juga dengan pasangan yan baru, sehingga dari
situ akan terus menyebar di kalangan remaja tanpa ada pembatasan yang pasti.
Dan penjelasan terakhir dari faktor ini adalah penggunaan alat kontrasepsi
sebagai media untuk melakukan seks yang “aman”. Istilah aman yang menyertai
sering penggunaan alat kontrasepsi ini sering kali mengaburkan pengertian
terhadap seks yang aman dengan yang “aman”. Seks yang aman sebenarnya adalah
seks yang dilakukan dalam ikatan suci atau pernikahan yang membawa pelakunya
kepada kebahagiaan dunia dan akhirat, yang diharapkan berujung pada lahirnya
buah cinta atau anak, bukan “aman” dalam artian mengurangi resiko hamil atau
terkena penyakit seksual. ARTIKEL LANJUTAN KLIK DI SINI
[1] Poerwanti. E & Widodo, N. 2002:143
[2] Suryoputro, dkk. 2006: 30-31
[3] Cinta disini penulis artikan sebagai perasaan yang timbul pada
seseorang dan melahirkan pikiran bahwa yang dia cintai adalah miliknya seorang,
sehingga cenderung pada pemproteksian yang dicintai dari orang lain.
[4] Wijayanto. 2004: 46-48
[5] Resmiwati.2006 : 94
[6] Lauer. Robert. H. 1993:220-231
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.