Wednesday, November 14, 2012

Solusi Dari Permasalahan Terjadinya Hubungan Seks Pranikah Di Kalangan Remaja Di Perantauan.



Dalam pergaulan antara pria dan wanita yang seringkali menimbulkan berbagai problem yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan (nizham) tertentu. Pergaulan antara pria dan wanita itu pulalah yang melahirkan berbagai interaksi yang memerlukan pengaturan dengan suatu peraturan tertentu. Maka peraturan pergaulan pria-wanita seperti inilah sesungguhnya yang lebih tepat disebut sebagai an-nizhâm al-ijtimâ‘î.
Alasannya, sistem inilah yang pada hakikatnya mengatur pergaulan antara dua lawan jenis (pria dan wanita) serta mengatur berbagai interaksi yang timbul dari pergaulan tersebut. Karena itu, pengertian an-nizhâm al-ijtimâ‘î dibatasi hanya untuk menyebut sistem yang mengatur pergaulan pria-wanita dan mengatur interaksi/hubungan yang muncul dari pergaulan tersebut, serta menjelaskan setiap hal yang tercabang dari interaksi tersebut. Dalam hubungan antara pria dan wanita ini, dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu, pertama, orang-orang yang terlalu melampaui batas (tafrith), yang beranggapan bahwa termasuk hak wanita adalah berdua-duaan (berkhalwat) dengan laki-laki sesuai kehendaknya dan keluar rumah dengan membuka auratnya dengan baju yang dia sukai. Kedua, orang-orang yang terlalu ketat (ifrath), yang tidak memandang bahwa di antara hak wanita ialah melakukan usaha perdagangan atau pertanian. Mereka pun berpandangan bahwa wanita tidak boleh bertemu dengan pria sama sekali, dan bahwa seluruh badan wanita adalah aurat termasuk wajah dan telapak tangannya. Dari kedua pandangan tersebut kemudian melahirkan pemisah diantara kaum muslimin, ataupun masyarakat pada umumnya[1]
Di lain pihak, terkonsentrasinya perhatian masyarakat kepada kedua pandangan tersebut, membuat masyarakat mengesampingkan pelanggaran-pelanggaran dalam an-nizhâm al-ijtimâ‘î, yang salah satu diantaranya adalah munculnya fenomena hubungan seks pra-nikah dalam masyarakat. Adapun yang menjadi salah satu penyebab kegoncangan pemikiran dan penyimpangan pemahaman dari kebenaran ini, adalah serangan yang dilancarkan oleh peradaban Barat berupa pemikiran akan kebebasan. Peradaban Barat benar-benar telah mengendalikan cara berpikir dan selera sedemikian rupa, sehingga mengubah pemahaman (mafahim) masyakat tentang kehidupan, tolok-ukur (maqayis) terhadap segala sesuatu, dan keyakinan (qana’at) yang telah tertancap di dalam jiwa individu, seperti ghîrah (semangat) terhadap Islam atau penghormatan kita terhadap tempat-tempat suci. Kemenangan peradaban Barat atas kita telah merambah ke seluruh aspek kehidupan, termasuk aspek pergaulan pria wanita.[2]
Islam memandang seksualitas merupakan suatu hal yang suci dan bukanlah suatu hal yang kotor, yang tidak hanya dikaitkan dengan masalah hubungan intim antara laki-laki dan perempuan saja, melainkan juga membahas aspek-aspek lain yang terkait di dalamnya, seperti masalah bersuci, ta’aruf, interaksi sosial, gender, pernikahan dan mendapatkan keturunan. Karena itu diperlukan pemahaman akan remaja dan aspek-aspek kehidupannya untuk mengetahui kebutuhan persoalan seksualitas yang mereka inginkan, sehingga konsep bimbingan akan lebih tepat sasaran. Konsep bimbingan seksualitas bagi remaja dalam perspektif Islam meliputi metode, metodenya antara lain, secara langsung dan tidak langsung, dengan materi berisi tentang mengenalkan mahramnya, menjaga kesehatan alat reproduksi, menjauhi zina, cara mengontrol dorongan seksual, anjuran menikah, memelihara pandangan dan kehormatan, memakai pakaian yang sopan, larangan berduaan di tempat sepi, menjaga pergaulan dari sifat negatif, memfilter media-media yang berbau pornografi, semua itu diberikan dalam rangka pemberian pengetahuan kepada para remaja, karena dengan adanya pengetahuan tersebut remaja diharapkan akan mempunyai kesadaran sehingga ia akan menjauhi perbuatan zina.
Lebih dari itu, Islam telah menetapkan hukum-hukum Islam tertentu yang berkenaan dengan hal ini. Hukum-hukum tersebut banyak sekali jumlahnya. Di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Islam telah memerintahkan kepada manusia, baik pria maupun wanita, untuk menundukkan pandangan. Hal ini sesuai dengan QS an-Nûr ayat 30-31.
2.      Islam memerintahkan kepada kaum wanita untuk mengenakan pakaian secara sempurna, yakni pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Mereka hendaknya mengulurkan pakaian hingga menutup tubuh mereka. Hal ini sesuai dengan QS an-Nûr ayat 31 dan QS al-Ahzâb: 59
3.      Islam melarang seorang wanita melakukan safar (perjalanan) dari suatu tempat ke tempat lain selama perjalanan sehari semalam, kecuali jika disertai dengan mahram-nya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW: “Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali jika disertai mahram-nya.” (HR Muslim).
4.      Islam melarang pria dan wanita untuk berkhalwat (berdua-duaan), kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW:  “Janganlah sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahram-nya.” (HR Muslim).
5.      Islam melarang wanita untuk keluar dari rumahnya kecuali seizin suaminya, karena suami memiliki hak atas istrinya. Maka tidak dibenarkan seorang istri keluar dari rumah suaminya kecuali atas izinn suaminya. Jika seorang istri keluar tanpa seizin suaminya, maka perbuatannya termasuk ke dalam kemaksiatan, dan dia dianggap telah berbuat nusyûz (pembangkangan) sehingga tidak berhak mendapatkan nafkah dari suaminya.
6.      Islam sangat menjaga agar dalam kehidupan khusus komunitas wanita terpisah dari komunitas pria; begitu juga di dalam masjid, di sekolah, dan lain sebagainya.
7.      Islam sangat menjaga agar hubungan kerjasama antara pria dan wanita hendaknya bersifat umum dalam urusan-urusan muamalat; bukan hubungan yang bersifat khusus seperti saling mengunjungi antara wanita dengan pria yang bukan mahram-nya atau keluar bersama untuk berdarmawisata.[3]
Menurut Notoatmodjo (2003) dalam Adnani H. & Widowati Citra (2006), Faktor yang dapat mempengaruhi seorang remaja melakukan perilaku seks karena ia didorong oleh rasa ingin tahu yang besar untuk mencoba segala hal yang belum diketahui, dorongan inilah yang memotivasi remaja untuk belajar tentang kesehatan reproduksi. Pendidikan seksualitas yang diberikan harus sesuai kebutuhan remaja, serta tidak menyimpang dari prinsip pendidikan seksulitas itu sendiri. Pendidikan seksualitas harus mempertimbangkan : Pertama, pendidikan seksualitas harus didasarkan penghormatan hak reproduksi dan hak seksual remaja untuk mempunyai pilihan. Kedua, berdasarkan pada kesetaraan gender. Ketiga, partisipasi remaja secara penuh dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pendidikan seksualitas. Keeempat, tidak hanya dilakukan secara formal, tetapi juga nonformal. Bila remaja sulit mendapatkan informasi melalui jalur formal, terutama dari lingkungan sekolah dan petugas kesehatan, maka kecenderungan yang muncul adalah coba-coba sendiri mencari sumber informal.
Remaja dalam menentukan sikap haruslah bersikap mandiri, tegas dan bebas. Artinya dapat mengambil keputusan sesuai dengan keinginan tanpa harus membatasi diri, dapat menentukan apa yang terbaik untuk diri sendiri. Hal inilah yang disebut sebagai perilaku asertif. Remaja yang bersikap asertif mampu berkomunikasi dengan semua orang secara terbuka, langsung, jujur, dan sebagaimana mestinya, memiliki pandangan yang aktif tentang kehidupan, mempunyai usaha-usaha untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, mampu mengungkapkan perasaan dan pikirannya, mampu memberi dan menerima pujian serta dapat menerima keterbatasan dirinya. Hal ini erat kaitannya dengan perilaku asertif remaja terhadap lawan jenis. Perilaku asertif terhadap lawan jenis ini merupakan suatu perilaku yang timbul dalam diri individu berkaitan dengan pergaulan dan lingkungan. Asertif terhadap perilaku seksual pranikah adalah kemampuan seseorang bersikap tegas mempertahankan hak seksualnya untuk tidak dilecehkan dan dapat mengambil keputusan seksualnya dengan tetap memberi penghargaan atas hak orang lain dan tanpa menyakiti orang lain atau pasangannya, serta mengekspresikan dirinya secara jujur dengan cara yang tepat tanpa perasaan cemas yang mengganggu sehingga mendorong terwujudnya kesejajaran dan persamaan dalam hubungan dengan pasangannya. Jika remaja putri mampu melakukan penilaian tentang benar dan salah, baik dan buruk suatu perilaku, maka mereka akan memahami mana perilaku yang benar dan mana perilaku yang salah, sehingga remaja putri dapat mengambil keputusan untuk bertindak sesuai dengan nilai-nilai yang timbul dari hati nurani dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggungjawab. Dalam perilaku seksual, jika remaja putri mampu melakukan pertimbangan terhadap perilaku seksual pranikah, dimana pertimbangan tersebut akan memunculkan pemahaman tentang resiko perilaku seksual, maka remaja akan mampu untuk mengelola dorongan seksualnya secara baik dan dorongan seksualnya dapat disalurkan secara sehat serta bertanggungjawab.[4]
Selain solusi yang diberikan kepada individu, ada juga solusi yang seharusnya dilakukan lingkungan untuk mengatasi problema seksualitas tersebut, antara lain menjadikan kehadiran keluarga sebagai lembaga nternalisasi nilai-nilai budaya yang berkaitan dengan hubungan seksual pra-nikah, turut berperan dalam mendidik anak mengenai masalah seksualitas.Untuk itulah pengetahuan dan pendidikan mengenai seks hendaknya diberikan kepada anak. Penjelasan tentang seks tersebut hendaknya jelas dan tegas agar anak-anak tidak salah kaprah dalam menangkap setiap informasi yang diberikan.[5] . Selain itu, dari pihak pemerintah untuk merespons permasalahan remaja tersebut, BKKBN telah melaksanakan dan mengembangkan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang merupakan salah satu program pokok pembangunan nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2004-2009). Salah satu solusinya adalah menciptakan komunikasi yang efektif dalam keluarga, antara orangtua dengan anak remaja, sehingga segala persoalan yang dialami oleh remaja akan dapat dibantu orang tua. Oleh karena itu, pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga harus terus diupayakan untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Fungsi-fungsi keluarga yang harus diupayakan adalah melalui fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih; fungsi perlindungan; fungsi reproduksi; fungsi sosial dan pendidikan; fungsi ekonomi; dan fungsi pembinaan lingkungan. Selain itu, BKKBN mempunyai program pembinaan keluarga yang mempunyai anak remaja melalui kelompok Bina Keluarga Remaja (BKR), sebagai salah satu upaya untuk menjalin komunikasi antara orang tua dengan remaja. Dalam kelompok ini, para orangtua dibekali teknik dan pendekatan kepada remaja, sehingga remaja bisa terbuka kepada orang tua dalam hal informasi Kesehatan Reproduksi Remaja. Sedangkan untuk program remaja sendiri, BKKBN mengembangkan kelompok sebaya dengan (peer group) di sekolah-sekolah dan organisasi remaja [6].
Sedangkan menurut 6 prinsip yang menjadi landasan sosiologi menurut Ibnu Khaldun, hukum-hukum perubahan berlaku pada tingkat kehidupan masyarakat, bukan pada tingkat individu. Sehingga untuk melakukan perubahan harus dilakukan oleh masyarakat itu sendiri, bahkan Khaldun menggambarkan suatu pemerintahan yang korup pun akan mengalami perubahan sebagai akibat kekuatan sosial yang sangat besar. Prinsip lain dari Khaldun mengatakan bahwa masyarakat ditandai oleh perubahan, yang dapat diartikan bahwa tingkat perubahan antara masyarakat satu dengan masyarakat lain mungkin sangat berbeda. Oleh karena perbedaan itu, dibutuhkan kecerdasan adaptasi dari individu untuk tetap berada dalam jalurnya, hal inilah yang dialami oleh perantau, dimana perubahan masyarakat di daerah asal cenderung kecil sebagai akibat lemahnya atau sedikitnya rangsangan perubahan yang masuk dalam masyarakat awalnya, sedangkan di alam perantauan (kota besar) bersifat kebalikan dari daerah asalnya.[7] 
Memahamkan pengaruh terjadinya hubungan seks pranikah terhadap kehidupan remaja, hal ini bisa dilakukan oleh orang tua, tokoh masyarakat, maupun orang-orang yang sekiranya dipandang oleh remaja sebagai tauladan dan panutan. Berbagai hal yang telah dijelaskan pada subbab sebelumnya kemudian mengakibatkan meningkatnya perilaku seks pada remaja, yang kemudian berkembang pada perilaku seks bebas/seks di luar nikah yang dilakukan dengan berganta-ganti pasangan, yang akan mendorong peningkatan kerentanan remaja terhadap berbagai macam penyakit, terutama yang berhubungan dengan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk ancaman semakin meningkatnya resiko terhadap HIV/AIDS dan Penyakit Menular Seksual (PMS). Dari hal ini diharapkan ada perasaan takut dalam diri remaja, sehingga mereka mencoba menghindari hal-hal yan mengarahkan pada hubungan seks pranikah. Hal ini hampir sama seperti membuat mitos beru unutuk menjaga masyarakat dari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan norma=norma yang ada.

DAFTAR RUJUKAN

Adnani H. & Widowati Citra. 2006. Motivasi Belajar Dan Sumber-Sumber Informasi Tentang Kesehatan Reproduksi Dengan Perilaku Seksual Remaja Di SMUN 2 Banguntapan Bantul. Disadur dari jurnal kesehatan Surya Medika Yogyakarta

An-Nabhani, T. 2007. Sistem Pergaulan Dalam Islam. Jakarta: HTI press

Emka, Moammar. 2007. Jakarta Under Cover : Sex n’ The City. Jakarta: GagasMedia

Falah, P.N. 2009. Hubungan Antara Perilaku Asertif Dengan Perilaku Seksual Pranikah Pada Remaja Putri. Skripsi:tidak diterbitkan

Lauer, H. R. 1993. Perspektif Tentang Perubahan Sosial. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Palu. B. 2008. Menyelamatkan Generasi Muda. Disadur dari situs suarapembaruan.com

Poerwanti.E. & Widodo N. 2002. Perkembangan Peserta Didik. Malang: UMM Pres

Resminawati & Trivatnawati, A. 2006. Proses Internalisasi Nilai-Nilai Budaya Dalam Kaitannya Dengan Hubungan Seksual Pra-Nikah Pada Remaja Bugis-Bone di Makassar. Yang disadur dari Jurnal Kebudayaan AKADEMIKA vol. 4, No 2, Oktober 2006

Suryoputro, A. , Ford, N.J., , Shaluhiyah, Z..2006.  Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja Di Jawa Tengah: Implikasinya Terhadap Kebijakan Dan Layanan Kesehatan Seksual Dan Reproduksi. Disadur dari MAKARA, KESEHATAN, Vol. 10, No. 1, Juni 2006: 29-40 yang dapat diakses pad situs: http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/05_Faktor-faktor%20Yg%20Mempengaruhi_Antono_revised.PDF
Wijayanto, IIp. 2003. Pemerkosaan Atas Nama Cinta. Yogyakarta: Tinta


[1] An-Nabhani, T. 2007:10-11
[2] ibid:12
[3] Ibid: 39-43.
[4] Falah, P.N. 2009:8
[5] Resmiwaty. 94
[6] Palu,B. 2008:-
[7] Lauer. R. H. 1993:42-43

Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Technorati Digg This Stumble Stumble Facebook Twitter
Your adsense code goes here

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

 

| SOCIAL STUDIES-Qu News © 2013. All Rights Reserved |Template Style by Social Studies-Qu News | Design by Fer Bas | Back To Top |