A.
Marx:
Jika dalam materialisme dialektis Marx lebih
berbicara mengenai hukum perkembangan yang berlaku dalam dunia, maka dalam
materialisme historis marx lebih
berbicara mengenai siapa penentu arah perkembangan sejarah. Berkaitan dengan itu, Engels
menyebut teori Marx tentang masyarakat dengan istilah "materialisme
historis".
yang menekankan pentingnya aspek ekonomi dalam kehidupan. Pandangan materialisme historis merupakan dasar klaim Marx bahwa sosialismenya adalah ilmiyah . marx merasa telah menghilangkan segala kesewenangan dan unsur kebetulan sebagai factor penentu sejarah, karena ia menghilangkan kebebasan kehendak manusia sebagai factor perubahan masyarakat yang relevan, yang akhirnya akan ditentukan oleh faktor objektif, yaitu tenaga-tenaga produksi.[1]Menurut Marx, kondisi teknologi produksi, dan pertukaran barang (kekuatan produksi) bersama-sama dengan sistem pemilikan pribadi (relasi relasi produksi), menentukan dasar pembagian masyarakat ke dalam dua kelas, dan menentukan pula dasar-dasar pemerintahan, agama, serta kebudayaan masyarakat. Karena itu, Marxisme boleh dikata menganut determinisme ekonomi. Marx menyatakan bahwa, situasi ekonomi mendasari pembentukan sistem sosial, politik, hukum, dan lembaga-lembaga keagamaan.[2]
yang menekankan pentingnya aspek ekonomi dalam kehidupan. Pandangan materialisme historis merupakan dasar klaim Marx bahwa sosialismenya adalah ilmiyah . marx merasa telah menghilangkan segala kesewenangan dan unsur kebetulan sebagai factor penentu sejarah, karena ia menghilangkan kebebasan kehendak manusia sebagai factor perubahan masyarakat yang relevan, yang akhirnya akan ditentukan oleh faktor objektif, yaitu tenaga-tenaga produksi.[1]Menurut Marx, kondisi teknologi produksi, dan pertukaran barang (kekuatan produksi) bersama-sama dengan sistem pemilikan pribadi (relasi relasi produksi), menentukan dasar pembagian masyarakat ke dalam dua kelas, dan menentukan pula dasar-dasar pemerintahan, agama, serta kebudayaan masyarakat. Karena itu, Marxisme boleh dikata menganut determinisme ekonomi. Marx menyatakan bahwa, situasi ekonomi mendasari pembentukan sistem sosial, politik, hukum, dan lembaga-lembaga keagamaan.[2]
Superstruktur masing-masing
masyarakat, mengembangkan apa yang disebut sebagai "ideologi",
seperangkat keyakinan resmi atau doktrin agama yang membenarkan eksistensi
kelas yang berkuasa. Marx juga pemah mengartikan ideologi sebagai "a
false consciousness", dengan kata lain sebuah pandangan dunia yang
terdistorsi oleh kepentingan kelas penghisap, dan dibangun untuk menjustifikasi
kepentingan kelas tersebut. Dalam Marx memahami sejarah perkembangan
masyarakat, dan negara. Menurut Marx, pada mulanya dalam kehidupan komunal di
mana alat-alat produksi dimiliki bersama (primitive communism), penghisapan
manusia oleh manusia (exploitation l'home par l'home) tidak terjadi.
Tidak ada pembagian kelas, karena itu tidak ada penindasan. Dalam masyarakat
tidak ada yang namanya.kekuasaan. Karena itu, negara tidak diperlukan. [3]
Dalam tulisn
karl Marx mengenai sejarah perkembangan
masyarakat, yaitu sejarah kemanusiaan yang berubah dari satu formasi sosial
ekonomi ke formasi yang lebih baru. Diamana didalamnya terjadi lompatan
lompatan yang cukup revolusioner, berikut ini mengenai Tahap perkembangan
sejarah kemanusiaan:
1.
Pertama,
masyarakat komunal
primitif yaitu tahap masyarakat yang memakai alat-alat bekerja yang sifatnya
sangat sederhana. Alat produksi itu bukan milik pribadi (perseorangan), tetapi
menjadi milik komunal
2.
Kedua,
masyarakat
perbudakan (slavery), tercipta berkat hubungan produksi antara
orang-orang yang memiliki alat-alat produksi dengan orang yang hanya memiliki
tenaga kerja
3.
Ketiga,
tingkat perkembangan
masyarakat feodal bermula setelah runtuhnya masyarakat perbudakan. Masyarakat
baru ini ditandai dengan pertentangan yang muncul di dalamnya. Pemilikan alat
produksi terpusat pada kaum bangsawan, khususnya pemilik tanah
4.
Keempat,
masyarakat
kapitalis, seperti telah disebutkan menghendaki kebebasan dalam mekanisme
perekonomian. Hubungan produksi dalam sistem
didasarkan pada pemilikan individual (private ownership) masing-masing
orang terhadap alat-alat produksi
5.
Kelima, masyarakat sosialis - yang dipahami sebagai
formulasi terakhir dari lima tahap perkembangan sejarah Marx .adalah
masyarakat dengan sistem pemilikan produksi yang disandarkan atas hak milik
sosial (social ownership).
Teori
Marx merupakan suatu teori yang terutama berhubungan dengan tingkat struktur
sosial tentang kenyataan sosial. Teori ini menekankan pada saling
ketergantungan yang tinggi antara struktur sosial dan kondisi materil, dimana
individu harus menyesuaikan dirinya supaya tetap hidup dan memenuhi pelbagai
kebutuhannya. Penekanan Marx pada penyesuaikan diri dengan lingkungan materil
serta sumber-sumber yang dibutuhkan untuk pemenuhan kebutuhan dan keinginan
manusia, merupakan satu catatan yang penting mengenai realisme praktis dalam
analisa teoritisnya. Menurut Marx, hubungan antara individu dan lingkungan
materilnya dijembatani melalui struktur ekonomi masyarakat. Struktur internal
ekonomi itu terdiri dari kelas-kelas sosial yang muncul dari perbedaan dalam
kesempatan untuk memiliki alat produksi serta ketidaksesuaian yang
dihasilkannya dalam kepentingan ekonomi.
Meskipun
pendekatan teoritis Marx secara keseluruhan dapat diterapkan pada tahap sejarah
apapun, namun perhatian utamanya adalah pada tahap masyarakat kapitalis.
Pandangan Marx mengenai hubungan antara kegiatan manusia dan produk kegiatannya
merupakan suatu elemen penting dalam pendekatan masa kini. Penekanan Marx pada
bagaimana ideologi an aspek lainnya dalam kebudayaan memperkuat struktur sosial
an struktur ekonomi, dengan memberikan legitimasi pada kelompok-kelompok yang
dominan, merupakan satu proposisi penting yang ditekankan dalam bidang
sosiologi pengetahuan pada masa kini. Untuk itu, ideologi-ideologi dikembangkan
dan digunakan untuk melindungi atau meningkatkan kepentingan pelbagai kelompok
dalam masyarakat.[4]
Menurut Johnson( 1986),Teori aliansi Marx didasarkan
pada kenyataan obyektif yang diciptakan oleh manusia, lalu mengkonfrontasikan
manusia yang menciptakannya itu sebagai satu kenyataan yang asing dan membatasi
serta mengikat tindakan selanjutnya. Pendekatan-pendekatan sosiologi masa kini
yang berhubungan dengan sosiologi humanistis atau sosiologi kritis, banyak
mengambil dari teori aliensi Marx dalam usaha mereka untuk menciptakan suatu
perspektif sosiologis yang berpusat di sekitar kebutuhan dan kemampuan manusia,
dan yang dapat digunakan untuk mengkritik struktur sosial yang memperbudak,
merendahkan martabat, atau mencegah perkembangan manusia seutuhnya. Dalam
seluruh penilaian kita mengenai perspektif teoritis Marx, penting untuk dicatat
bahwa Marx bukanlah seorang akademisi yang obyektif, melainkan sebagai seorang
aktivis politik yang sangat terlibat. Karena itulah, secara langsung Marx
mengalami konflik dengan struktur kekuasaan politik dan berada dalam situasi
ekonomi yang tidak menentu. Pola karir dan gaya hidup yang berhubungan dengan
itu, pasti ikut menentukan apa yang Marx lihat sebagai sifat utama yang penting
dari kenyataan sosial itu.[5]
Menurut Marx terdapat 3 tema menarik ketika kita hendak
mempelajari perubahan sosial, yaitu :
1. Perubahan sosial
menekankan pada kondisi materialis yang berpusat pada perubahan cara atau
teknik produksi material sebagai sumber perubahan sosial budaya.
2. Perubahan sosial utama adalah kondisi material dan cara produksi dan hubungan sosial serta norma-norma kepemilikan.
3. Manusia menciptakan sejarah materialnya sendiri, selama ini mereka berjuang menghadapi lingkungan materialnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang terbatas dalam proses pembentukannya. Kemampuan manusia untuk membentuk sejarahnya sendiri dibatasi oleh keadaan lingkungan material dan sosial yang telah ada
2. Perubahan sosial utama adalah kondisi material dan cara produksi dan hubungan sosial serta norma-norma kepemilikan.
3. Manusia menciptakan sejarah materialnya sendiri, selama ini mereka berjuang menghadapi lingkungan materialnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan sosial yang terbatas dalam proses pembentukannya. Kemampuan manusia untuk membentuk sejarahnya sendiri dibatasi oleh keadaan lingkungan material dan sosial yang telah ada
B.
Durkheim:
durkheim
mengembangkan konsep masalah pokok sosiologi penting dan kemudian diuji melalui studi empiris. Dalam The Rules of Sociological Methods
(1895) durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang
dia sebut fakta-fakta social. Dia membayangkan fakto sisal sebagai kekuatan dan
struktur yang bersifat eksternal dan memaksa individu. Dan dalam bukunya yang
berjudul suicide durkheim berpendapat bahwa bila dirinya dapat menghubungkan perilaku individu seperti bunuh diri dengan
sebab sebab social.[6]
.
Hal ini sangat jelas terlihat dalam asumsi-asumsi metodologis yang diterapkan
dalam buku-buku tersebut. Keduanya berada dalam konteks pikiran Durkheim
sendiri dan dalam kerangka kerja yang pada umumnya adalah mengenai
persoalan-persoalan etika sosial. Analisis Durkheim dalam Suicide didasarkan
pada karya penulis-penulis seperti itu, akan tetapi juga sebagai titik tolak
dari kesimpulan-kesimpulan umum mengenai tata moral dari bermacam bentuk
asyarakat yang berlainan, sebagaimana yang dikemukakan dalam The Division of
Labor (1964).[7]
Tema
pokok dari The Rules adalah bahwa sifat subyek masalah dari sosiologi harus
dijelaskan, dan bidang penelitiannya harus ditentukan dengan tegas
batas-batasnya. Durkheim berulang kali menekankan di dalam tulisan-tulisannya
bahwa sosiologi itu sebagian besar tetap merupakan suatu disiplin filsafat,
yang terdiri dari sejumlah generalisasi heterogen yang mencakup segala aspek,
serta yang lebih tertumpu pada latar belakang logis dari aturan-aturan a priori
dari pada studi empiris yang sistematis. Sosiologi, menurut Durkheim dalam
Suicide, masih dalam taraf membangun dan sistesis-sintesis filsafat. Dari pada
berusaha untuk menyoroti suatu bagian yang terbatas dari bidang sosial,
sosiologi lebih menyukai generalisasi-generalisasi yang briliyan. Disiplin ini
menaruh perhatian pada penelitian tentang manusia dalam masyarakat, akan tetapi
kategori dari apa yang sosial itu sering digunakan secara tidak mengikat. [8]
Usaha
untuk mendefinisikan kekhususan dari yang sosial itu, didasari oleh penggunaan
kriteria exteriority dan constraint. Ada dua makna yang saling berkaitan,
dimana fakta-fakta sosial merupakan hal yang eksternal bagi individu:
(1)
tiap orang dilahirkan
dalam masyarakat yang terus berkembang dan yang telah memiliki suatu organisasi
atau struktur yang pasti serta mempengaruhi kepribadiannya
(2)
fakta-fakta sosial
merupakan hal yang berada di luar bagi pribadi seseorang dalam arti bahwa
setiap individu manapun, hanyalah merupakan suatu unsur tunggal dari totalitas
pola hubungan yang membentuk suatu masyarakat.
Penekanan
dari tesis Durkheim adalah bahwa tidak ada satu teori atau analisis pun yang
mulai dari individual, tak akan mampu memahami sifat-sifat spesifik dari
fenomena sosial. Kriteria lain yang diterapkan Durkheim dalam menjelaskan sifat
dari fakta-fakta sosial, merupakan kriteria yang empiris, yaitu hadirnya
paksaan moral. Usaha memelihara prinsip memperlakukan fakta-fakta sosial
sebagai benda obyektivitas, menuntut kemandirian yang tegas dari pihak peneliti
tentang kenyataan sosial. Hal ini tidak berarti bahwa peneliti sosial yang
dimaksudkan oleh Durkheim harus mendekati suatu bidang studi tertentu
betul-betul dengan suatu pikiran terbuka, akan tetapi agar sebaiknya peneliti
bersikap dengan perasaan netral terhadap apa yang akan ia teliti.[9]
Fakta
fakta social inilah yang nantinya bias digunakan dalam mengkaji sejarah social.
Fakta social menurut durkheim terdiri atas dua macam :
(1)
dalam bentuk material :
yaitu barang sesuatu yang bias di amati secara langsung, diobservasi. Fakta
social ini adalah bagian dari dunia nyata
(2)
dalam bentuk non
material, yaitu sesuatu yang dianggap nyata, fakta jneis ini merupakan sebuah
fenomena yang bersifat inter subjective yang hanya dpat muncul dari dalam
kesadaran manusia.[10]
[1] Magnis-suseno, Franz, Pemikiran Karl Marx: dari Sosialisme
Utopis ke Perselisihan Revisionis( Jakarta. Gramedia pustaka utama. 2001) hal.
151.
[2] Hartisekar, Markonis, Mewaspadai Kuda Troya Komunisme Di Era
Reformasi.(Jakarta: Pustaka Sarana Kajian.2001) hal. 31-32
[3] Hartisekar, Markonis, Mewaspadai Kuda Troya Komunisme Di Era
Reformasi.(Jakarta: Pustaka Sarana Kajian.2001), hal. 32-33
[4] Dr. Hendra Kurniawan, Lc, MSi. Selasa, 05 Januari 2010. Pokok-Pokok Pemikiran Marx, Durkheim, Dan Weber (Perspektif Sosiologis Tentang Kapitalisme Dan Konseptualisasi Gagasannya Di Indonesia). Diakses dari http://hendrakm.blogspot.com/
[5] Dr. Hendra Kurniawan, Lc, MSi. Selasa, 05 Januari 2010. Pokok-Pokok
Pemikiran Marx, Durkheim, Dan Weber (Perspektif Sosiologis Tentang Kapitalisme
Dan Konseptualisasi Gagasannya Di Indonesia).
Diakses dari http://hendrakm.blogspot.com/
[6] Ritzer & Goodman. 2004. Teori
Sosiologi Modern. Jakarta : Prenada media.
[7] Dr. Hendra Kurniawan, Lc, MSi. Op. cit
[8] Ibid.
[9] Dr. Hendra Kurniawan, Lc, MSi. Op cit
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.