Tuesday, February 5, 2013

BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BAGI ANAK AUTIS




Autisme berasal dari kata auto yang berarti berdiri sendiri. Istilah ini mulai diperkenalkan Leo Kanner pada tahun 1943. Saat itu ia melihat anak autisme yang berperilaku aneh, terlihat tak acuh dengan lingkungan, dan cenderung menyendiri seakan hidup dalam dunia yang berbeda.

Perilaku tersebut lebih banyak timbul akibat gangguan spektrum autisme (GSA) yang diderita seorang anak. GSA adalah suatu gangguan kompleks yang secara klinis ditandai adanya tiga gejala utama. Gejala tersebut adalah memiliki kualitas yang kurang dalam interaksi sosial dan emosional, kualitas yang kurang dalam berkomunikasi dengan minat yang terbatas, dan perilaku tidak wajar disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan (stereotipik).
Dalam hal ini, autisme atau biasa disebut ASD (autistic spectrum disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang kompleks dan sangat bervariasi. Biasanya gangguan tersebut akan berdampak pada cara berkomunikasi yang terhambat, interaksi sosial yang tidak harmonis, dan kemampuan berimajinasi yang egosentris.
Autisme adalah sebuah sindrom gangguan perkembangan sistem saraf pusat yang ditemukan pada sejumlah anak pada masa kanak-kanak hingga masa-masa sesudahnya. Ironisnya, sindrom tersebut membuat anak-anak yang menyandangnya tidak mampu menjalin hubungan sosial secara normal, bahkan tidak mampu untuk menjalin komunikasi dua arah (Wijayakusuma, 2004).
Dari pengertian ini, yang dimaksud dengan autisme adalah sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang dilatarbelakangi berbagai faktor yang sangat bervariasi dan berkaitan satu sama lain, serta bisa memengaruhi cara seseorang dalam berkomunikasi, bereaksi, dan bertingkah laku. Jangan tergesa-gesa
Agar tidak terjebak pada keputusan yang tergesa-gesa ketika menentukan kondisi seorang anak, apakah mengidap gejala autisme atau tidak, perlu kiranya mengenal karakteristik perilaku autisme terlebih dulu. untuk mendiagnosa apakah seorang anak menderita autisme tidaklah mudah. untuk menghindari kekeliruan diperlukan pemeriksaan secara multidisiplin, yaitu dokter, psikolog dan ortophedagog yang sudah terlatih dan ahli. Oleh sebab itu, tanpa memiliki bekal yang cukup tentang karakteristik perilaku autisme, disinyalir akan menghasilkan keputusan yang tidak tepat dan akurat. Alhasil, langkah penanggulangan secara praktis akan terganggu, bahkan dapat mengakibatkan ketidaktepatan langkah terapi sehingga membahayakan perkembangan jiwa anak.
Sepanjang sejarah, dapat ditemukan berbagai deskripsi dari karakteristik perilaku GSA ini. Misalnya, Leo Kanner (1943) menuliskan enam ciri utama perilaku anak-anak autisme sebagai ketidakmampuan menjalin hubungan sosial, kegagalan menggunakan bahasa secara normal untuk berkomunikasi, keinginan obsesif untuk mempertahankan sesuatu yang sama, terpesona atau sangat tertarik pada obyek-obyek tertentu, mempunyai potensi kognitif yang baik, dan ciri-ciri tersebut tampak sebelum anak berusia 30 bulan (Yuniar, 2003).
Penyandang autisme akan menunjukkan karakteristik seperti tidak mengerti akan bahaya bagi diri sendiri, tahan terhadap sakit, bermain secara aneh dan berulang-ulang, menghindari kontak mata, lebih senang sendirian, sulit menyatakan keinginan, lekat pada benda-benda tertentu, tidak mau diubah rutinitasnya, membeo kata atau kalimat, tidak mempunyai respons terhadap suara, dan suka memutar-mutar benda atau diri.
Selain itu, penyandang autisme memiliki kesulitan berhubungan dengan orang lain, duduk sambil menggoyang-goyangkan badan secara ritmis, berputar-putar, mengepak-kepakkan tangannya seperti sayap, bertepuk tangan secara berulang-ulang (obsesif), suka bermain air, memerhatikan benda-benda yang berputar, melompat-lompat, mengamuk, dan menangis tanpa sebab. Faktor penyebab
Penyebab terjadinya autisme belum diketahui secara pasti. Yang masih dalam taraf perdebatan para ahli di antaranya adalah perlakuan orangtua pada masa kanak-kanak. Penyebab ini diperkuat dengan penelitian Leo Kanner pada tahun 1940-an yang menyimpulkan bahwa orangtua dari anak pengidap autisme ternyata kurang memiliki rasa kasih sayang, keakraban, serta kehangatan dalam membesarkan dan mengasuh anaknya.
Penyebab lainnya seperti yang disimpulkan para ahli adalah bahwa bibit autisme telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan, bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Menurut Rudy Sutadi, spesialis anak dari Terapi Kid Autis, kerusakan saraf otak muncul karena banyak faktor yang melatarbelakanginya, termasuk masalah genetik dan faktor lingkungan.
Maka, ada dua tipe dasar autisme. Pertama, autisme klasik. Autisme ini terjadi manakala kerusakan saraf sudah terdapat sejak lahir karena sewaktu mengandung ibunya terinfeksi virus seperi rubela atau unsur-unsur terpapar logam berat berbahaya seperti merkuri dan timah, yang bisa mengacaukan pembentukan sel-sel saraf di otak janin.
Kedua, autisme regresif. Autisme ini muncul saat anak berusia 12-24 bulan. Misalnya, sebelumnya perkembangan anak normal, tetapi secara tiba-tiba saat usia anak menginjak dua tahun kemampuannya menurun drastis (McCandless, 2003). Jika sebelumnya sudah dapat membuat kalimat dengan dua-tiga kata, anak berubah menjadi pendiam dan tidak lagi berbicara. Anak terlihat acuh dan tidak mau melakukan kontak mata dengan orang lain.
Terakhir, setelah tergambarkan karakteristik perilaku autisme dan mengetahui faktor penyebabnya, langkah selanjutnya adalah melakukan penanganan segera. Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu deteksi dini, partisipasi aktif keluarga, dan penentuan corak terapi yang digunakan dalam upaya penanganan tersebut
Sedangkan dalam proses belajar dan pembelajaran individu mempunyai ciri khas tersendiri oleh karena itu untuk menunjangnya diperlukan sarana dan prasarana khusus. Berikut ini adalah sekolah autis yang didirikan di Lembaga pendidikan Universitas Negeri Malang
  • Nama: Sekolah Autisme Laboratorium UM
  • Alamat: Jalan Surabaya No.6 Malang, Telp.556523 dan 551312 psw.159
  • Pendiri: Dharma Wanita Persatuan UM
  • Pengelola: Dharma Wanita Persatuan UM dan UPSL
  • Pemilik: UM/Dharma Wanita Persatuan UM
  • Berdiri sejak: 26 April 2003
  • Kondisi TAHUN 2008: Memiliki 14 ruang belajar; memiliki terapis 13 orang dan 1 orang Kepala Sekolah; satu orang tenaga administrasi; dan satu orang penjaga.
  • Pengembangan gedung: Masih mengajukan ke Dirjen Didasmen Jakarta
  • Alat permainan: Peralatan sederhana telah tersedia dan sekarang masih mencari dana untuk melengkapi.
  • Besar iuran: Per siswa Rp. 750.000,- per bulan.
  • Waktu pembelajaran: Senin-Jumat.
  • Model pembelajaran: Individual (satu siwa, satu guru)
  • Kurikulum: Perpaduan antara kurikulum SD/TK/SLB dan Kurikulum Autis dari luar Negeri

Sekolah Autisme Lab UM ini didirikan dengan tujuan
  • Agar anak autis yang telah mendapat terapi dini tidak terhenti pendidikannya, dalam arti mereka dapat memperoleh pendidikan tingkat lanjut
  • Dapat menampung anak autis yang tidak dapat masuk ke TK/SD umum dan dapat menampung anak yang tidak bisa masuk SLB
  • Sekolah Autis ini juga merupakan jembatan untuk bisa masuk ke TK/SD Umum
  • Sekolah ini juga tempat remidial teaching bagi anak autis yang telah masuk ke TK/SD umum
  • Meningkatkan peran serta Dharma Wanita Persatuan UM untuk menangani masalah pendidikan, khususnya bagi anak autis

Dari informasi diatas dapat diketahui model pembelajaran yang dipakai oleh Sekolah Autisme Lab UM yaitu individual dimana satu orang murid didimpingi oleh satu orang guru, hal ini dilakukan karena sifat-sifat pada anak autis yang kurang terbuka kepada orang lain sehingga guru pendamping  ini bertugas untuk meperoleh kedekatan dengan anak didiknya agar guru tahu apa yang dibutuhkan oleh anak didiknya. Ketika guru pendamping telah mendapat kedekatan maka guru akan tahu bagaimana anak itu bisa belajar dengan lebih baik bahakan seorang guru pendamping akan tahu gaya belajar anak didiknya
Setiap individu mempunyai gaya tersendiri dalam upayanya mencerna informasi secara efektif baik itu pada anak normal maupun pada anak yang menyandang ASD Pada umumnya kita belajar melalui indra penglihatan. perabaan (Ian atau pendengaran. Seperti halnya anak normal juga punya aneka gaya dalam mengingat. Ada individu yang lebih ingat fakta daripada Orang lain. Ada yang lebih suka detil, sementara orang lain tidak suka pada detil. Bagaimana dengan individu autisme ? Ada beberapa gaya belajar yang dominan pada diri mereka (Sussman, 1999):
* Rote learner: Anak yang memakai gaya belajar ini, cenderung menghafalkan informasi apa adanya, tanpa memahami ani simbol yang inereka hafalkan itu. Contoh: anak dapat mengucapkan huruf dengan baik secara urut (atau melengkapi urutan abjad yang tak lengkap), tetapi sesungguhnya tidak tahu bahwa huruf itu bila digabung dengan huruf lain akan menjadi kata yang mengandung makna. Atau, anak yang dapat menghafalkan angka,tidak: Anak tahu bahwa simbol itu mewakili jumlah benda.
* Gestalt learner: Bila anak menghafalkan kalimat-kalimat secara utuh tanpa mengerti Arti kata-per-kata yang terdapat pada kalimat tersebut, anak cenderung belajar menggunaka gaya 'gestalt' (melihat sesuatu secara global). Berbeda dengan anak non-autis yang belajar bicara justru mulai dari kata-per-kata, anak autis dengan gaya 'gestalt' akan belajar bicara dengan mengulangi seluruh kalimat. Ia ingat seluruh kejadian, tetapi sulit memilah mana yang penting dan mana yang tidak. Dia mungkin akan sulit menjawab pertanyaan tentang salah satu detil.
Misalnya, ketika diberikan mainan karet yang biasanya dimainkan sambil mandi dan mengatakan "letakkan di air", ia akan dapat melakukannya. Tetapi bila Anda berikan mainan yang sama lalu mengatakan "letakkan di rak mainan", ia akan tetap meletakkannya di air. Ia tidak paham makna kata 'letakkan' tetapi hanya mengasosiasikan seluruh kalimat dengan kebiasaannya saja. Berbeda dengan anak non-autis yang belajar bicara justru mulai dari kata-per-kata, anak autis dengan gaya 'gestalt' akan belajar bicara dengan mengulangi seluruh kalimat. la ingat seluruh kejadian, tetapi sulit memilah mana yang penting dan mana yang tidak. la mungkin akan sulit menjawab pertanyaan tentang salah satu detil.
• Visual learner: Anak dengan gaya belajar  'visual' senang melihat-lihat buku atau Gambar atau menonton TV dan umumnya lebih mudah mencerna infomasi yang dapat mereka lihat, daripada yang hanya dapat mereka dengar. Berhubung penglihatan adalah indra terkuat mereka, tidak heran banyak anak autis sangat menyukai TV/ VCD / gambar.
• Hands-on learner: Anak yang belajar dengan gaya ini, senang mencoba-coba dan biasanya mendapatkan pengetahuan melalui pengalamannya. Mulanya ia mungkin tidak tahu apa arti kata 'buka' tetapi sesudah Anda letakkan tangannya di pegangan pintu dan membantu tangannya membuka sambil Anda katakan 'buka', ia segera tahu bahwa bila Anda katakan 'buka' berarti. ia ke pintu dan membuka pintu itu. Anak-anak ini umumnya senang menekan-nekan tombol, membongkar mainan dsb.
• Auditory learner: Anak dengan gaya belajar ini senang bicara dan mendengarkan orang lain bicara. la mendapatkar. infomasi melalui pendengarannya. Jarang sekali anak autis bergantung sepenuhnya pada gaya ini dan biasanya menggabungkannya dengan gaya lain.
Tanpa mengesampingkan fakta bahwa setiap individu autis memiliki ciri khas yang berbeda beda, dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, pada umumnya mereka memiliki ciri khas dengan tahu gaya belajar anak autis tentunya guru pendamping bisa  menentukan sarana dan prasarana yang mendukung proses belajar-mengajar.
Berikutnya dilihat mengenai kurikulum yang dipakai seperti yang diketahui kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isis dan bahan ajar kurikulum yang dipakai oleh Sekolah Autisme Lab UM diantaranya kurikulum SD/TK/SLB dan Kurikulum Autis dari luar Negeri kurikulum yang digunakan bermacam macam hal ini dikarenakan setiap anak autis memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, ini sesuai dengan sifat autis yang berspektrum. Misalnya ada anak yang butuh belajar komunikasi secara intensif ada yang perlu belajar bagaimana mengurusi diri sendiri ada pula yang hanya terfokus pada masalah akademis. Penentuan kurikulum terhadap penyandang autis tergantung pada penilaian yang dilakukan oleh sekolah, biasanya dilakukan dengan wawancara terhadap orangtua dan melalui observasi langsung terhadap anak.
Fakta bahwa individu-individu ASD belajar secara berbeda karena perbedaan neurobiologist bawaan mereka memberikan dampak pada tiga hal (Siegel, 1996):
o   Belajar menjadi tugas yang lebih berat bagi individu ASD
o   Individu ASD harus diajarkan dalam gaya yang 'khusus' bagi setiap individu, agar mereka bisa memahami materi dengan baik. Berarti, stimulus disampaikan dalam bentuk atau cara yang khusus
o   Bila intervensi dilakukan lebih dini, maka perjuangan untuk mengajar individu-individu ini diharapkan akan lebih mudah karena mereka sudah lebih tertata (tidak terlalu tantrum atau berperilaku negatif lainnya) Intervensi dini menjadi satu langkah yang penting, dan salah satu teknik/metode yang banyak digunakan adalah Applied Behavioral Analisis yang ditemukan oleh Ivar O. Lovaas (Maurice, 1996). Penanganan intervensi dini menggunakan teknik 'one-on-one' atau satu guru satu anak,yang sangat intensif dan terfokus dengan kurikulum yang sangat terstruktur. Komponen 'one-on-one' ini menjadi penting artinya pada proses belajar awal, terutama bagi anak-anak yang masih rendah tingkat kepatuhan dan imitasi-nya. (Siegel, 1996).
Dari uraian mengenai belajar dan pembelajaran bagi anak autis dapat diperoleh informasi mengenai belajar dan pembelajaran anak autis tidak mengubah konsep dan ciri ciri belajar - pembelajaran tetapi lebih pada  tujuan belajar dan pembelajaran itu sendiri karena dalam proses belajar dan pembelajaran tujuannya disesuaikan dengan kebutuhan pada anak didik Sedangkan untuk perbedaan itu sendiri mungkin lebih banyak terdapat pada metode atau pendekatan yang digunakan untuk mencapai tujuan belajar dan pembelajaran itu

Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Technorati Digg This Stumble Stumble Facebook Twitter
Your adsense code goes here

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

 

| SOCIAL STUDIES-Qu News © 2013. All Rights Reserved |Template Style by Social Studies-Qu News | Design by Fer Bas | Back To Top |