Tuesday, February 5, 2013

Kondisi Perpolitikan Indonesia Pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959 (ferdi-qahar-sri-yuyun)




Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tidak saja mendapat sambutan positif dari rakyat Indonesia yang selama kurang lebih 10 tahun dalam kegoyahan zaman demokrasi Liberal, melainkan juga dibenarkan dan didukung oleh Mahkamah Agung . Dekrit ini juga didukung oleh KSAD yang merupakan salah seorang konseptornya. Dalam perintah keseharianya ia juga memerintahkan untuk melaksanakan dan mengamankan Dekrit Presiden tersebut kepada seluruh jajaran TNI-AD ((Poesponegoro, M.J, Notosussanto, N. 1993 :311).
Dalam sumber lain disebutkan, bahwa sebenarnya konsep kembali kepada UUD 1945 yang merupakan salah satu dari dekrit presiden telah menjadi gagasan Soekarno sejak 20 Pebruari 1959. Pada tanggal ini Soekarno mencanangkan kembalinya UUD 1945 sebagai dasar Negara yang menggariskan kabinet Pesidentsiil memngkinkan terwujudnya suatu kepemimpinan nasional yang kuat. Presiden dapat mengangkat dan memberhentikan Menteri yang merupakan pembantunya. Para menteri hanya bertanggungjawab kepada Presiden, tidak kepada Parlemen, dan Presidenlah yang akan bertanggungjawab kepada Parlemen (Soerojo, Soegiarso, hal 131), namun impian ini baru terwujud saat dicanangkanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Setelah dicanangkanya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dibentuklah Majelis Permusywaratan Rakyat Sementara (MPRS) yang anggota ditunujuk dan diangkat oleh Presiden dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1.     Setuju kembalai kepada UUD 1945
2.     Setia kepada perjuangan RI dan;
3.     Setuju dengan Manifesto Politik.
Suatu badan lain yang juga dibentuk adalah Dewan pertimbangan Agung yang diketuai oleh Presiden Soekarno dengan Penpres No 3 tahun 1959. Dewan ini beranggotakan 45 orang yang terdiri dari 12 orang perwakilan partai politik, 8 orang perwakilan daerah, 24 orang wakil golongan karya, dan satu orang wakil ketua..
Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilu tahun 1955 semula mengikuti apa yang menjadi ketetapan pemerintah, namun pada akhirnya mereka tidak sependapat denagn pemerintah terkait dengan pengajuan  Anggaran Belanja Negara tahun 1960, sehingga menyebabkan dikeluarkanya Penpres N0 3 tahun 1960 yang berisikan pembubaran DPR hasil pemilu tahun 1955 dan digantikan oleh DPR yang dibentuk oleh Soekarno pada tanggal 24 Juni 1960 yang diberi nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Penggodokan DPR-GR ini sebelumnya dilakukan di Bali denagn mengundang tokoh-tokoh dari tiga partai besar, yaitu :PNI, NU, PKI, serta Kolonel Wiluyo Puspoyudo yang mewakili TNI-AD, para anggota DPR-GR kemudian dilantik pada tanggal 25 Juni 1960 ((Poesponegoro, M.J, Notosussanto, N. 1993 :312). 
Perjalanan panjang Dekrit Presiden 5 Juli 1959, serta berbagai dampak yang ditimbulkan dengan dicanangkanya dekrit tersebut memang tidak semuanya berjalan sesuai harapan. Ada golongan-golongan tertentu yang diuntungkan, namun ada juga yang sebaliknya. Salah satu pihak yang diuntungkan dan semakin kuat posisinya setelah adanya dekrit tersebut adalah PKI., pada akhirnya kekutan pda waktu itu terpusat ditangan Soekarno dengan TNI-AD dan PKI disampingnya ((Poesponegoro, M.J, Notosussanto, N. 1993 :317).
Salah satu dampak yang mencolok dari sudut pandang perpolitikan adalah adanya tiga interaksi kekuatan besar pada masa setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yaitu :
1.     Kekuatan Soekarno.
Pada periode  ini, Soekarno adalah Panglima Tertinggi ABRI, Mandataris MPRS,  merangkap PM, pemimpin besar revolusi, ketua Front Nasional, serta Panglima Komando Pembebasan Irian  Barat, serta masih ditambahkanya predikat “Penyambung Lidah Rakyat”(Soerojo, Soegiarso, hal 133),  sehingga mulai muncullah tanda-tanda pengkultusan individu terhadap diri Soekarno yang berlebihan. Soekarno adalah tokoh sentral dalam pergulatan politik pasca dekrit presiden 5 Juli 1959, interaksinya sering terlibat dengan TNI-AD, dan PKI. Selain itu juga golongan Islam, walaupun dalam jumlah yang lebih kecil. Interaksi Soekarno lebih besar skalanya dilakukan dengan PKI, sehingga disini muncul pertanyaan “SIAPA MENGGUNAKAN SIAPA” (Soerojo, Soegiarso, hal 12). Konsepsi Presiden yang pernah dicanangkanya pada tanggal 21 Pebruari 1957 tentang Demokrasi Terpimpin, NASAKOM, dan Kabinet berkaki empat (PNI, NU, MASYUMI, dan PKI) tumbuh subur. Konsep Demokrasi Terpimpin menurut Soekarno adalah Demokrasi Rakyat, hal ini disampaikan dalam pidato kenegaraan tanggal 17 Agustus 1957. Padahal Demokrasi Rakyat adalah isttilah yang lazimnya digunakan di Negara-negara Sosialis (Komunis), seperti, Uni soviet, RRC, Korea Utara, Vietnam, dll
2. Kekuatan PKI
Ajaran NASAKOM yang diciptkan oleh Soekarno ssangat menguntungkan PKI pada masa ini, karena menempatkan mereka sebagai Pergerakan Nasional dan konstalasi politik di Indonesia. Dengan demikian kedusukan PKI menjadi lebih kuat dan terus berkembang menjadi lebih besar. Presiden Soekarno menganggap bahwa berhubungan dengan PKi juga menguntungkan bagi kelangsungan politiknya, sehingga terjadi semacam hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, sehingga menempatkan PKI ditempat yang paling depan dlam melaksanakan Demokrasi Terpimpin yang berlandaskan Manipol. Ujarnya :”Kaum Komunis Indonesia dalam melaksanakan program Manipol harus berdiri dibarisan paling depan dan sungguh-sungguh bertekad untuk menjadi seorang teladan”.((Poesponegoro, M.J, Notosussanto, N. 1993 :317).
Usaha-usaha untuk memancing dukungan kepada PKI juga dilakukan dengan mengatakan :”Siapa yang setuju Nasakom harus setuju Pancasila”. Sehubungan dengan usaha-usaha PKI ini, mereka juga tidak ragu menyebarkan cuplikan-cuplikan pidato Soekarno yang diuraikan sedemikian rupa, sehingga seolah-olah sejalan dengan pemikiran PKI.
Dari pernyataan diatas tampak bahwa memang ada suatu tujuan tertentu yang dibawa oleh PKI dalam mendukung pemerin tatan Soekarno.
 Prof. Dr. Herberth Mercause, mantan Guru Besar Marxis di Frankfrurt, Jerman, yang lari ke Amerika sejak Hitler berkuasa, lantas menjadi Guru Besar di Universitas Harvard, Colombia dan California, menulis, “Revolusi adalah penggulingan kekuasaan pemerintah yang sah serta penghapusab konstitusi pemerintah oleh kelas sosialis, yang mengubah struktur politik masyarakat.”. Padahal pidato-pidato Soekarno sarat dengan kata-kata Revolusi,,,Revolusi-Sosialis-Revolusi Tahap Kedua, suatu konsep politik Revolusioner, atau konsep Marxis yang menjadi penyebab retaknya Dwi-Tunggal.Sorerojo, Soegiarso, hal 13) Dari sisni dapat kita ambil asumsi, bahwa memang ada saling mempengaruhi antara PKI dengan Soekarno, baik dalam segi saling menguntungkan, maupun sebaliknya.
3. Kekuatan TNI-AD
Usaha-Usaha Seokarno dalam pembentukan Kabinet Gotong-Royong pada tahun 1960 mendapat tantangan dari golongan Agama dan TNI-AD dalam kaitanya dengan unsure PKI yang ada didalamnya. Melihat kentyataan ini pimpinan TNI-Ad berusaha mengimbangi degan mengajukan calon-calon lain, sehingga merupakan cheking terhadap PKI dalam komposisinya. Tetapi usaha pimpina TNI-Ad mengalami kesulitan besar kerena Soekarno menaruh dukungan yang besar kepada PKI dalam segala hal. ”.((Poesponegoro, M.J, Notosussanto, N. 1993 :319). Dari sini dapat disinyalir bahwa hubungan politik antara TNI-Ad dengan PKI maupun Soekarno mengalami suatu hal yang tidah harmonis, hal ini jelas disebabkan karena sudah terciptanya hubungan yang saling menguntungkan antara PKI dengan Soekarno. Pimpinan TNI-Ad pernah mensinyalir adanya upaya perongrongan kekuasaan dan Pancasila di berbagai daerah dan TNI – Ad beruasaha untuk memberi pengawasan terhadap tindakan PKI ini, namun tindakan Soekarno tetap mendukung PKI, bahkan Soekarno pernah diingatkan oleh pimpinan TNI-Ad gara jangan terlalu percaya kepada loyalitas yang diberikan oleh PKI, baik atas pertimbangan ideologis maupun pengalaman masa lalu. Namun Presiden Soekarno tidak menghiraukan peringatan dari pimpinan TNI-AD.
Sedemikian jauhlah perlindungan Presiden Soekarno terhadap PKI. Kegiatan Soekarno yang menyoykong PKI itu semakin meningkat, sehingga PKI pun semakin bergaiarah meningkatkan apa yang kemudia disebut “ofensif revolusioner” yang mendengung-dengungkan, bahwa “anti-Nasakom adalah anti-Pancasiladan kontra Revolusioner” dan lain sebagainya.

Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Technorati Digg This Stumble Stumble Facebook Twitter
Your adsense code goes here

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

 

| SOCIAL STUDIES-Qu News © 2013. All Rights Reserved |Template Style by Social Studies-Qu News | Design by Fer Bas | Back To Top |