Tuesday, February 5, 2013

Paradigma pendidikan multikulturalisme (Ika R.C)




Dalam konteks pendidikan, bahwa semua persoalan dalam masyarakat akan dapat diperbaiki melalui proses pendidikan. Artinya kegagalan masyarakat adalah kegagalan pendidikan dan sebaliknya. Dengan demikian, dalam mengatasi segala problematika masyarakat sebaiknya dimulai dari penataan secara sistemik dan metodologis dalam pendidikan. Salah satu komponen dalam pembelajaran adalah proses belajar mengajar (pembelajaran).
Untuk memperbaiki realitas masyarakat, perlu dimulai dari proses pembelajaran. Multikultural bisa dibentuk melalui proses pembelajaran, yaitu dengan menggunakan pembelajaran berbasis multikultural. Proses pembelajaran yang lebih mengarah pada upaya menghargai perbedaan diantara sesama manusia sehingga terwujud ketenangan dan ketentraman tatanan kehidupan masyarakat.
Paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas, dan intimitas di antara keragaman etnik, ras, agama, budaya, dan kebutuhan. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian serta aspek lainnya. Lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi peserta didik untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai dengan harapan, seyogianya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan serta ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang, baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Paradigma pendidikan multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Pembelajaran merupakan jantung dari proses pendidikan dalam suatu institusi pendidikan. Kualitas pembelajaran bersifat kompleks dan dinamis, dapat dipandang dari berbagai persepsi dan sudut pandang melintasi garis waktu. Pada tingkat mikro, pencapaian kualitas pembelajaran merupakan tanggungjawab profesional seorang guru, misalnya melalui penciptaan pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa dan fasilitas yang didapat siswa untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Pada tingkat makro, melalui sistem pembelajaran yang berkualitas, lembaga pendidikan bertanggungjawab terhadap pembentukan tenaga pengajar yang berkualitas, yaitu yang dapat berkontribusi terhadap perkembangan intelektual, sikap, dan moral dari setiap individu peserta didik sebagai anggota masyarakat.
Sebagai wacana baru, pendidikan multikultural ini tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini. Beberapa pakar pendidikan sejarah maupun sejarawan memberikan pendapat tentang fenomena pembelajaran sejarah yang terjadi di Indonesia diantaranya masalah model pembelajaran sejarah, kurikulum sejarah, masalah materi dan buku ajar atau buku teks, profesionalisme guru sejarah dan lain sebagainya.

Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Technorati Digg This Stumble Stumble Facebook Twitter
Your adsense code goes here

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

 

| SOCIAL STUDIES-Qu News © 2013. All Rights Reserved |Template Style by Social Studies-Qu News | Design by Fer Bas | Back To Top |