Tuesday, February 5, 2013

PERKEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM ; PESANTREN (Ferdi)




Kata “pesantren” mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau murid pesantren, sedangkan kata “santri” diduga berasal dari istilah sansekerta “sastri” yang berarti “melek huruf”, atau dari bahasa Jawa “cantrik” yang berarti orang yang mengikuti gurunya kemanapun pergi. Dari sini kita memahami bahwa pesantren setidaknya memiliki tiga unsur, yakni; Santri, Kyai dan Asrama.Banyak dari kita yang memaknai pesantren dengan bentuk fisik pesantren itu sendiri, berupa bangunan-banguan tradisional, para santri yang sederhana dan juga kepatuhan mutlak para santri pada kyainya, atau disisi lain, tidak sedikit yang mengenal pesantren dari aspek yang lebih luas, yaitu peran besar dunia pesantren dalam sejarah penyebaran Islam di Indonesia, begitupula begitu besarnya sumbangsih pesantren dalam membentuk dan memelihara kehidupan sosial, kultural, politik dan keagamaan.[1]

Adapula yang berpendapat pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran an yang berarti tempat tinggal santri Dengan nada yang sama Soegarda Poerbakawatja menjelaskan pesantren asal katanya adalah santri, yaitu seorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian, pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam, Manfred Ziemek juga me­nyebutkan bahwa asal etimologi dari pesantren adalah pesantri­an berarti "tempat santri". Santri atau murid (umumnya sangat berbeda-beda) mendapat pelajaran dari pemimpin pesantren (kiai) dan oleh para guru (ulama atau ustadz). Pelajaran mencakup berbagai bidang tentang pengetahuan Islam [2]
Prof. Johns berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji. Sedang C.C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri yang dalam bahasa India, orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Kata shastri berasal dari shastra yang berarti buku suci., buku-buku agama atau buku-buku tentang ilmu Pengetahuan (Dhofier, 1984: 18). Adanya kaitan antara istilah santri yang digunakan setelah datangnya agama Islam, dengan istilah yang digunakan sebelum datangnya Islam ke Indonesia adalah bisa saja terjadi. Sebab seperti yang dimaklumi bahwa sebelum Islam masuk ke Indonesia masyarakat Indonesia telah menganut beraneka ragam agama dan kepercayaan, termasuk di antaranya agama Hindu. Dengan demikian, bisa saja terjadi istilah santri itu telah dikenal di kalangan masyarakat Indonesia sebelum Islam masuk. Dan ada juga yang menyamakan tempat pendidikan itu dengan Budha dari segi bentuk asrama (Ziemek, 1986:16 ).[3]
Apa sebetulnya persyaratan-persyaratan pokok suatu lembaga pendidikan baru dapat digolongkan sebagai pesantren. Untuk itu perlu dilihat apabila telah mencukupi elemen-elemen pokok pesantren. Menurut  Elemen-elemen pokok pesantren itu adalah: pondok, masjid, santri, pengajaran kitab-kitab klasik dan kiai (Dhofier, 1984: 44). menurut saridjo unsur-unsur pokok pesantren itu hanya tiga, yaitu (1). kiai yang mendidik dan mengajar, (2). santri yang belajar, (3). masjid tempat mengaji . Namun bila dilihat kenyataan yang sesungguhnya bahwa persyaratan elemen-elemen yang lima macam itu lebih mengenai sebagai unsur-unsur pokok dari suatu pesantren.[4]
Ada beberapa unsur pokok dari sebuah pondok pesantren yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.Pondok
Istilah pondok berasal dari bahasa Arab funduq yang berarti hotel, tempat bermalam (Yunus, 1973: 324). Istilah pondok diartikan juga dengan asrama. Dengan demikian, pond ok mengandung makna sebagai temp at tinggal. Sebuah pesantren mesti memiliki asrama tempat tinggal santri dan kiai. Di tempat tersebut selalu terjadi komunikasi an tara santri dan kiai. [5]
Menurut Dhofier di pondok seorang santri patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan yang diadakan, ada kegiatan pada waktu tertentu yang mesti dilaksanakan oleh santri. Ada waktu belajar, shalat, makan, tidur, istirahat, dan sebagainya, bahkan ada juga waktu untuk ronda dan jaga malam. Ada beberapa alas an pokok sebab pentingnya pondok dalam satu pesantren, yaitu: pertama, banyaknya santri-santri yang berdatangan dari daerah yang jauh untuk menuntut ilmu kepada seorang kiai yang sudah termashur keahliannya. Kedua pesantren-pesantren tersebut terletak di desa-desa di mana tidak tersedia perumahan untuk menampung santri yang berdatangan dari luar daerah. Ketiga, ada sikap timbal balik antara kiai dan santri, di mana para santri menganggap kiai adalah seolah-olah orang tuanya sendiri . [6]
b. Masjid
Masjid diartikan secara harfiah adalah tempat sujud karena di tempat ini setidak-tidaknya seorang muslim lima kali sehari semalam melaksanakan shalat. Fungsi masjid tidak saja untuk shalat, tetapi juga mempunyai fungsi lain seperti pendidikan dan lain sebagainya. Di zaman Rasulullah masjid berfungsi sebagai temp at ibadah dan urusan-urusan sosial kemasyarakatan serta pendidikan. [7]
Suatu pesantren mutlak mesti memiliki masjid, sebab di situlah akan dilangsungkan proses pendidikan dalam bentuk komunikasi belajar mengajar antara kiai dan santri. Masjid sebagai pusat pendidikan Islam telah berlangsung sejak masa Rasulullah, dilanjutkan oleh Khulafa al-Rasyidin, Dinasti Bani Umaiyah, Abbasiyah, Fathimiyah, dan dinasti-dinasti lain. Tradisi itu tetap dipegang oleh para kiai pemimpin pesantren untuk menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan. Kendatipun pada saat sekarang pesantren telah memiliki lokal belajar yang banyak untuk tempat berlangsungnya proses belajar mengajar, namun masjid tetap difungsikan sebagai tempat belajar. [8]
c. Santri
Santri adalah siswa yang belajar di pesantren, santri ini dapat digolongkan kepada dua kelompok:
1). Santri mukim, yaitu santri yang berdatangan dari tempat ­ tempat yang jauh yang tidak memungkinkan dia untuk pulang ke rumahnya, maka dia mondok (tinggal) di pesantren. Sebagai santri mukim mereka memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. .
2)Santri kalong, yaitu siswa-siswa yang berasal dari daerah sekitar yang memungkinkan mereka pulang ke tempat kediaman masing-masing. Santri kalong ini mengikuti pelajaran dengan cara pulang pergi antara rumahnya dengan pesantren.
Di dunia pesantren biasa saja dilakukan seorang santri pindah dari satu pesantren ke pesantren lain, setelah seorang santri merasa sudah cukup lama di satu pesantren, maka dia pindah ke pesantren lainnya. Biasanya kepindahan itu untuk menambah dan mendalami suatu ilmu yang menjadi keahlian dari seorang kiai yang didatangi itu. [9]
d.Kiai
Kiai adalah tokoh sentral dalam satu pesantren, maju mundurnya satu pesantren ditentukan oleh wibawa dan karisma sang kiai. Menurut asal-usulnya, perkataan kiai dalam bahasa Jawa dipakai untuk tiga jenis gejalar yang saling berbeda:
1)Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang di anggap keramat umpamanya "kiai garuda kencana" dipakai untuk sebutan kereta emas yang ada di keraton Yogyakarta.
2)Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya.
3)Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki pesantren dan mengajarkan kitab-kitab Islam klasik kepada santrinya
Kiai dalam pembahasan ini adalah mengacu kepada pengertian yang ketiga, kendatipun bahwa gelar kiai saat sekarang ini tidak lagi hanya diperuntukkan bagi yang memiliki pesantren saja. Sudah banyak juga gelar kiai digunakan terhadap ulama yang tidak memiliki pesantren. Istilah ulama kadang kala digunakan juga istilah lain seperti: Buya di Sumatera Utara, Tengku di Aceh, Ajengan di Jawa Barat, dan Kyai di Jawa Tengah dan Jawa Timur. [10]
e.Pengajian Kitab-Kitab Islam Klasik
Kitab-kitab Islam Klasik yang lebih populer dengan sebutan "kitab kuning". Kitab-kitab ini ditulis oleh ulama-ulama Islam pad a zaman pertengahan. Kepintaran dan kemahiran seorang Santri diukur dari kemampuannya membaca, serta mensyarahkan (menjelaskan) isi kitab-kitab tersebut. Untuk tahu membaca se­buah kitab dengan benar, seorang santri dituntut untuk mahir dalam ilmu-ilmu bantu, seperti nahu, syaraf, balaghah, ma'ani, bayan dan lain sebagainya.
Karena sedemikian tinggi posisi kitab-kitab Islam klasik ter­sebut, maka setiap pesantren selalu mengadakan pengajian "kitab­kitab kuning". Kendatipun saat sekarang telah banyak pesantren yang memasukkan pelajaran umum namun pengajian kitab-kitab klasik tetap diadakan.[11]


[1]              http://hildaku.blog.com/614889
[2]             . Putra Daulay, Haidar .Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. 2007.jakarta. hal. 61

[3]              Ibid.
[4]                Putra Daulay, Haidar. op.cit. Hal.62
[5]              ibid
[6]              ibid
[7]              Ibid. hal. 63
[8]              Ibid. hal. 64
[9]              Ibid.
[10]              Putra Daulay, Haidar.op.cit. Hal 65
[11]            Ibid. 63

Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Technorati Digg This Stumble Stumble Facebook Twitter
Your adsense code goes here

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

 

| SOCIAL STUDIES-Qu News © 2013. All Rights Reserved |Template Style by Social Studies-Qu News | Design by Fer Bas | Back To Top |