Tuesday, April 30, 2013

Partisipasi Politik dalam Konteks Pembangunan Indonesia




Partisipasi politik dinilai secara berbeda-beds di dalam masyarakat yang berbeda. Di mans hal itu dianggap sebagai tujuan yang perlu dicapai. Perluasan partisipasi politik melibatkan biaya dan konsepsi ditinjau dari segi tujuan-tujuan lain, serta biaya-biaya dan konsepsikonsepsi itu berada di antara masyarakat-masyarakat yang berlainan pada tingkat yang berlainan dari modernisasi atau pembangunan secara keseluruhan. Pokok persoalan yang penting adalah bahwa peranan partisipasi politik di dalam masyarakat merupakan satu fungsi dari prioritas-prioritas yang diberikan keapda variabel dan tujuan-tujuan lain dan dari strategi pembangunan secara keseluruhan.


Pembangunan yang dimaksud di sini adalah sebagai proses modernisasi atau proses pembinaan bangsa (nation building) di segala bidang, baik ekonomi, politik, sosial, budaya, pendidikan maupun mental. Dalam hal ini terkandung satu pengertian bahwa pemberian prioritas pertama kepada pembangunan ekonomi seperti sekarang ini hanyalah merupakan suatu strategi menujun ke arah itu. Sukses dalam pembangunan ekonomi diharapkan akan melimpah ke bidang-bidang yang lain sehingga merangsang mereka untuk berkembang pula.
Di dalam proses pembangunan secara keseluruhan, perluasan partisipasi politik dapat dipahami sebagai berikut: (a) satu tujuan utama kaum elit politik, kekuatan-kekuatan sosial dan perorangan-perorangan yang terlibat di dalam proses itu; (b) sebagai sarana kaum elit, kelompokkelompok, dan perorangan-perorangan untuk mencapai tujuan-tujuan lain yang mereka nilai tinggi; atau (c) sebagai hasil sampingan atau konsekuensi tercapainya tujuan-tujuan lain, baik oleh masyarakat secara keseluruhan oleh kaum elit, kelompok-kelompok, dan peroranganperorangan di dalam masyarakat (Huntington dan Nelson, 1994:56)
Seperti telah kami kemukakan, perluasan partisipasi politik jarang merupakan satu tujuan utama bagi kaum elit politik di dalam masyarakat yang sedang berkembang. Kalaupun partisipasi politik memang bertambah, maka tingkat perluasan itu sebagian besar mencerminkan sejauh mans partisipasi itu merupakan sarana untuk mecnapai tujuantujuan lain atau merupakan hasil sampingan sebagia akibat tercapainya tujuan-tujuan lain itu. Pemimpin-pemimpin politik akan berusaha untuk memperluas partisipasi politik apabila mereka menggagap perluasan itu sebagai cars untuk memperkuat atau mempertahankan kekuasaan mereka dan untuk membina usaha-usaha mencapai tujuan-tujuan lain yang mereka anggap perlu dicapai, seperti kemerdekaan nasional atau pemerataan sosio-ekonomi. Akan tetapi mereka yang memiliki kekuasaan politik, akan lebih cenderung untuk memperkuat kekuasaan mereka sendiri dan memajukan kestabilan politik dengan jalan membatasi partisipasi politik daripada memperluasnya. Sebaliknya, usaha mengejar tujuan-tujuan seperti pembangunan ekonomi, pemerataan sosio-ekonomi, dan malahan kestabilan politik dapat menimbulkan kondisi-kondisi yang memudah kan perluasan partisipasi politik. Demikian pula, cara-cara yang dipilih oleh kaum elit politik dan pemerintahan untuk melaksanakan program-program pemerintah mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi tingkat dan sifat partisipasi politik.
Pembangunan mampu memberikan dorongan terhadap peningkatan partisipasi politik. Pada tingkat yang lugs, memang terlihat adanya korelasi antar kedua faktor dimaksud. Huntington dan Nelson (1994:60-61) menguraikan secara singkat bagaimana hubungan itu terjadi.
Pertama, di dalam suatu masyarakat, tingkat partisipasi politik cenderung bervariasi dengan status sosio-ekonomi. Mereka yang berpendidikan lebih tinggi, berpenghasilan lebih besar dan mempunyai status pekerjaan yang lebih tinggi biasanya lebih partisipatif daripada mereka yang miskin, tak berpendidikan dan memiliki pekerjaan berstatus rendah. Pembangunan ekonomi memperluas proporsi peranan berstatus lebih tinggi di daiam masyarakat; meningkatnya akdar melek huruf, berpendidikan, makmur, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan kelas menengah. Oleh sebab itu, bagian masyarakat yang partisipan di bidang politik menjadi lebih banyak.
Kedua, pembangunan ekonomi dan sosial melibatkan ketegangan dan tekanan antar kelompok sosial; kelompok-kelompok yang barn bermunculan; kelompok-kelompok yang sudah mapan mulai terancam, dan kelompok-kelompok yang lebih rendah menggunakan kesempatan untuk memperbaiki
nasib mereka. Sebagai akibatnya, meningkatlah konflik antar kelas sosial, daerah, sedang kelompok-kelompok komunal dan konflik sosial meningkat secara tajam, dan dalam beberapa kasus, boleh dikatkaan menciptakan kesadaran kelompok, yang belakangan melahirkan tindakan kolektif oleh satu kelompok untuk mengembangkan dan melindungi tuntutan-tuntutannya terhadap berbagai kelompok lain. Pendek kata, kelompok itu harus memasuki politik.
Ketiga, perekonomian yang semakin kompleks menyebabkan bertambah banyaknya organisasi dan perkumpulan dan meningkatnya jumlah orang yang terlibat dalam kelompok-kelompok itu. Organisasiorganisasi perusahaan, perkumpulan-perkumpulan petani, serikat buruh, organisasi komunitas, demikian pula organisasi-organisasi kebudayaan, rekreasi, dan malahan keagamaan, merupakan ciri-ciri yang lebih menonjol bagi masyarakat-masyarakat yang lebih maju. Di Indonesia, misalnya, pembangunan ekonomi telah diikuti oleh peningkatan jumlah perkumpulan-perkumpulan, sedang rasio penduduk jauh lebih tinggi di propinsi-propinsi yang lebih berkembang. Kedua kesimpulan itu memberikan petunjuk tentnag adanya suaut korelasi positif antara pembangunan sosio-ekonomi dan intensitas di bidang perkumpulan. Keterlibatan dalam organisasi pada umumnya jugs dihubungkan dengan partisipasi politik.
Keempat, pembangunan ekonomi, untuk sebagian, memerlukan dan untuk sebagian lagi menghasilkan perluasan penting dari fungsifungsi pemerintah. Sementara lingkup kegiatan pemerintah dengan jelas dipengaruhi oleh nilai-nilai dan ideologi politik yang dominan dalam masyarakat, is semakin dipengaruhi oleh tingkat pembangunan ekonomi di dalam masyarakat itu. Masyarakat-masyarakat industri maju dan yang mempunyai pemerintahan yang menganut paham ekonomi liberal seringkali mempunyai perekonomian yang lebih tingkat sosialisasinya dibandingkan dengan masyarakat-masyarakat agraris yang diperintah orang-orang sosialis yang sudah mapan. Yang disebut pertama hanya memerlukan lebih banyak promosi, pengaturan dan retribusi oleh pemerintah. Akan tetapi, semakin tindakan-tindakan pemerintah mempengaruhi kelompok-kelompok di dalam masyarakat, semakin kelompok-kelompok akan melihat relevansi pemerintah bagi tujuan-tujuan mereka sendiri, dan semakin giatlah mereka mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah.
Kelima. modernisasi sosio-ekonomi biasanya berlangsung dalam bentuk pembangunan nasional. Negara merupakan wahana bagi modernisasi sosio ekonomi. Oleh sebab itu, maka bagi perorangan, hubungannya dengan negara menjadi sangat penting, dan identitasnya sebagai bagian dari negara cenderung mengabaikan loyalitas lainnya. Secara teoritis, loyalitas itu dinyatakan dalam konsep kewarganegaraan, yang mengabaikan perbedaan kelas sosial dan kelompok komunal, dan memberikan landasan bagi partisipasi politik secara masal. Semua warga negara berkeduudkan sama di hadapan negara; semuanya mempunyai tanggungjawab yang sama pada tingkat minimal tertentu sebagai pars pelaku dalam negara. Dengan demikian, maka modernisasi sosio –ekonomi mengandung arti adanya suatu kebudayaan dan pandangan politik yang cukup mengesankan, dan oleh sebab itu memudahkan partisipasi politik.
Kelompok-kelompok dan peroangan-perorangan di dalam satu masyarakat yang sedang berkembang juga tidak mungkin menilai partisipasi politik sebagai tujuan pada dirinya sendiri, dan akan lebih cenderung untuk lebih dulu menggunakan cars-cars lain yang mungkin untuk memperbaiki status sosial dan kesejahteraan materi mereka. Akan tetapi, tercapainya tujuan-tujuan lain itu mungkin sekali mengakibatkan meningkatanya partisipasi politik dengan demikian, maka pada umumnya partisipasi politiknya tidak akan dikejar sebagai satu tujuan pada dirinya sendiri, kadang-kadang yang mungkin dikejar atas landasan instrumental, sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain-, dan ebsar sekali kemungkinannya is akan muncul sebagai hasil sampingan sebagai akibat tercapainya sesuatu tujuan lain.
Disusun Oleh: DR. SUHARNO, M.Si

Kindly Bookmark this Post using your favorite Bookmarking service:
Technorati Digg This Stumble Stumble Facebook Twitter
Your adsense code goes here

0 komentar:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.

 

| SOCIAL STUDIES-Qu News © 2013. All Rights Reserved |Template Style by Social Studies-Qu News | Design by Fer Bas | Back To Top |