Teori sosial barat memberi banyak
pengaruh pada peta keilmuwan sosial di Indonesia. Fakta bahwa sebagian besar
ilmu sosial dan humaniora di masyarakat (negara) berkembang datang dari barat
telah memunculkan masalah relevansi ilmu-ilmu sosial bagi kebutuhan dan masalah
dunia ketiga.
Tokoh-tokoh
barat terkadang diposisikan sebagai penemu, perintis beberapa teori sosial yang
pada tahapannya akhirnya ditanamkan dan digunakan di masyarakat non-barat.
Relasi antara timur dan barat
beroperasi berdasarkan model ideology yang dalam pandangan Gramsci sebagai
Hegemoni, suatu pandangan bahwa gagasan tertentu lebih berpengaruh dari gagasan
lain, sehingga kebudayaan tertentu lebih dominan dari kebudayaan lain. Dalam konteks
ini ada dominasi gagasan barat terutama dalam ilmu sosial terhadap pemikiran
gagasan dunia timur.
Masyarakat intelektual Indonesia
diposisikan sebagai konsumen yang selalu membeli teori-teori pemikiran dari
dunia barat yang terkadang tidak sesuai dengan kajian masyarakat di negara
dunia ketiga. Hegemoni teori sosial barat menjadi suatu keniscayaan karena
perkembangan pengetahuan barat yang maju beberapa langkah dibanding
perkembangan keilmuwan di dunia ketiga.
Perkembangan tersebut menurut Farid
Alatas,23
sebagai
akibat langsung dari perkembangan teknologi informasi serta dorongan kuat untuk
mengembangkan ilmu-ilmu sosial di Barat, akibat perkembangan itu dipandang sebagai
fenomena Barat. Ilmu-ilmu sosial yang berkembang dan dipelajari di lembaga pendidikan
(kampus) di Indonesia, termasuk juga negara-negara Dunia Ketiga merupakan ilmu
sosial yang dihasilkan oleh sarjana Barat dari hasil pembacaan terhadap
masyarakat mereka.
Kuatnya pengaruh ilmu sosial
Barat tersebut lebih disebabkan masalah internal intelektual-akademisi
Indonesia sendiri, mereka telah terpuaskan dengan meniru apa yang berkembang di
Barat, bahkan intelektual Indonesia bekerja keras untuk menerapkan teknik yang
dipelajari dari buku-buku yang ditulis oleh sarjana Amerika dan Eropa dalam menjelaskan
dan persoalan empiris atas masalah yang kebanyakan dirumuskan oleh ilmuwan
Barat.
Ketergantungan terhadap teori
barat sebenarnya tidak menjadi dominasi dari perkembangan ke ilmuwan di
Indonesia. Hampir kebanyakan negara di Asia sangat bergantung pada teori barat.
Ilmuwan asia sudah berpuas diri dengan hanya sebagai intelektual peniru,
ilmuwan-ilmuawan tersebut bekerja keras menerapkan teknik yang dipelajari dari
buku-buku inggris dan Amerika untuk memperoleh jawaban empiris ada masalah-masalah
kebanyakan yang dirumuskan oleh sosiologi barat.
Hegemoni teori sosial barat sudah
dirasakan sejak beberapa dekade lalu, dimana banyak teori barat yang kurang
cocok dengan realitas masalah sosial di Asia. Selama itu pula hanya sedikit
karya ilmuwan sosial yang berhasil menciptakan mahzab pemikiran ilmu sosial
yang dinasionalisasi, dilokalkan sesuai dengan ciri khas negara-negara di Asia.
Dominasi teori barat jelas terlihat, hal tersebut terjadi karena tingginya
derajat yang disematkan pada teori, sehingga mengukuhkan teori barat baik
klasik maupun kontemporer sebagai pusat perdebatan teoretis.
Akibat dari dominasi tersebut
muncul ketergantungan dari negara-negara di Asia terhadap perspektif teori
sosial barat. Kebergantungan intelektual dapat dilihat baik dalam struktur kebergantungan
akademis maupun dari relevansi ide-ide yang berlatar asing. Kebergantungan
akademis dapat diukur dari ketersediaan relative dana dunia pertama untuk
riset, prestise yang dilekatkan pada publikasi jurnal Amerika dan Inggris, kualitas
tinggi pendidikan universitas barat dan banyak indicator lainnya.
Hegemoni teori sosial barat tidak
bisa dipungkiri masih menjadi mahzab yang selalu menghiasi bangku perkualiahan.
Dalam sosiologi, jika akan mengetahui tentang kapitalisme maka rujukannya
selalu teori yang dikemukakan Karl Marx, apabila ingin tahu tentang legitimasi
dan birokrasi, maka acuannya Max Weber sedangkan apabila berbicara gender pasti
yang dilihat teori feminis. Penggunaan teori-teori tersebut dikarenakan teori
memungkinkan dan membantu pemahaman yang lebih baik terhadap segala sesuatu
dalam tahap intuitif. Teori selalu bersifat majemuk dan multisentral, sehingga
terkadang teori menjadi sulit dan harus melihat pada teoritisi secara khusus.
SUMBER : Dari Diskursus
Alternatif menuju Indigeneousasi Ilmu Sosial
Indonesia: Teoritisasi
‘Prophetic Political Education’
Oleh Nasiwan & Grendi
Hendrastomo (UNY)
1 komentar:
Kira2 teori sosial apa yang paling cocok dg kondisi indonesia saat ini..
Filsafatmazhabkepanjen.blogspot.com
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.