Istilah
Pancasila telah dikenal sejak jaman Majapahit pada abad XIV. Istilah Pancasila
tercantum dalam buku Sutasoma yang mempunyai dua arti yaitu berbatu sendi yang
lima dan pelaksanaan kesusilaan yang lima (Pancasila Krama), yaitu :
1. Tidak
boleh melakukan kekerasan
2. Tidak
boleh mencuri
3. Tidak
boleh berjiwa dengki
4. Tidak
boleh berbohong
5. Tidak
minum minuman keras
Proses
perumusan Pancasila diawali dengan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Choosakai pada
tanggal 29 April 1945 yang dikeluarkan oleh Dr. Rajiman Widyodiningrat. Badan
ini dibentuk pemerintah Jepang sebagai tindak lanjut (realisasi) dari “Janji
Kemerdekaan” bagi Bangsa Indonesia yang diucapkan Perdana Menteri Koiso pada
tanggal 7 September 1944 di depan Parlemen Jepang di Tokyo.
BPUPKI
dilantik pada tanggal 28 Mei 1945. BPUPKI mengadakan sidang pertama pada tanggal
29 Mei–1 Juni 1945 untuk membicarakan dasar Indonesia Merdeka (Philosofie
Gronslag). Pada siding tersebut muncul usulan rumusan dasar negara dari
Mohammad Yamin (29 Mei 1945), Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945), dan dari Ir.
Soekarno (1 Juni 1945).
Gagasan
yang diusulkan oleh Mohammad Yamin adalah: (1) Peri Kebangsaan, (2) Peri
Kemanusiaan, (3) Peri KeTuhanan, (4) Peri Kerakyatan, (5) Kesejahteraan rakyat.
Sementara
itu, Prof. Dr. Soepomo mengusulkan hal-hal sebagai berikut: (1) Persatuan, (2)
Kekeluargaan, (3) Mufakat dan Demokrasi, (4) Musyawarah, (5) Keadilan.
Selanjutnya,
Ir. Soekarno mengusulkan beberapa hal: (1) Kebangsaan Indonesia, (2)
Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan, (4) Mufakat atau Demokrasi, (5)
Kesejahteraan Sosial dan (6) Ketuhanan Yang Maha Esa. Ir. Soekarno kemudian
memberi nama Pancasila atas lima asas yang diusulkannya yang diusulkannya yang
diterima baik oleh BPUPKI dengan beberapa usulan perbaikan. Atas dasar itulah
maka tanggal 1 Juni 1945 dikenal sebagai hari lahir istilah Pancasila sebagai
nama Dasar Negara kita.
1.
Pada tanggal 22 Juni 1945, BPUPKI membentuk panitia perumus dengan tugas membahas
dan merumuskan gagasan dasar negara Indonesia merdeka yang dikenal dengan nama
“Panitia Sembilan”. Panitia Sembilan tersebut berhasil merumuskan Piagam
Jakarta yang berisi :
1.
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2.
Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sidang
BPUPKI yang kedua diselenggararakan tanggal 10 – 17 Juli 1945. Pada tanggal 14
Juli 1945, Piagam Jakarta diterima oleh BPUPKI sebagai pembukaan dari Rancangan
Undang-Undang Dasar Indonesia. Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan
oleh pemerintah pendudukan Jepang, sebagai gantinya Jepang membentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.PPKI mengadakan rapat pada tanggal 8 Agustus 1945. Sebelum
rapat dimulai, Soekarno Hatta meminta Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Kasman
Singodimedjo, K. H. A Wahid Hasyim dan Teuku Moh. Hasan untuk membahas masalah
rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar yang dibuat pada tanggal 22 Juni 1945.
Pembahasan
itu terutama mengenai sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Pemeluk agama lain,
terutama tokoh-tokoh dari Indonesia bagian timur merasa keberatan terhadap
kalimat tersebut. Bahkan mereka mengancam akan mendirikan Negara Indonesia
bagian timur. Drs. Moh. Hatta dan keempat tokoh Islam kemudian memasuki salah
satu ruangan untuk membahas masalah.
Dalam
waktu 15 menit dicapai kesepakatan untuk mengganti sila pertama menjadi
“Ketuhanan Yang Maha Esa”. Mereka beralasan bahwa jika kalimat tersebut tidak
diganti dikhawatirkan akan menjadi rintangan bagi persatuan dan kesatuan
bangsa. Pengucapan/pembacaan dan tata urutan sila-sila Pancasila tersebut
kemudian ditegaskan dalam instruksi Presiden nomor 12 tahun 1968. Para ahli
diantaranya Natanegara, Dardji Parmadihardja, dan Hazairin berpendapat bahwa
sila-sila dalam Pancasila merupakan rangkaian kesatuan dan kebulatan yang tidak
terpisahkan karena tiap sila mengandung empat sila lainnya. Selain itu susunan
sila-sila Pancasila itu adalah sistematis hierarkis yang mengandung arti bahwa
kelima sila Pancasila itu menunjukkan suatu rangkaian urutan-urutan yang bertingkat.
Di mana tiap-tiap sila mempunyai tempatnya sendiri didalam rangkaian susunan
kesatuan itu sehingga tidak dapat dipindah-pindahkan.
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.