Pada masyarakat yang sedang mengalami
perubahan, tidak
selalu perubahan-perubahan pada
unsur-unsur masyarakat dan
kebudayaan mengalami kelainan yang
seimbang. Dikenalnya
senjata api dan kuda oleh orang-orang
Indian di Amerika Serikat
mengubah cara mereka mencari makanan
dan berperang. Akan
tetapi tidak demikian halnya dengan
bidang-bidang kehidupan
lainnya seperti agama yang disebarkan
oleh penyiar-penyiar agama
kulit putih.
Ada unsur-unsur yang dengan cepat
berubah, akan tetapi
ada pula unsur-unsur yang sukar untuk
berubah. Biasanya unsur
unsur kebudayaan kebendaan lebih mudah
berubah daripada
unsur-unsur kebudayaan rohaniah.
Apabila terdapat unsur-unsur
yang tidak mempunyai hubungan yang
erat, maka tak ada
persoalan mengenai tidak adanya
keseimbangan lajunya
perubahan-perubahan. Misalnya, suatu
perubahan dalam cara
bertani, tidak begitu berpengaruh
terhadap tari-tarian tradisional.
Akan tetapi sistem pendidikan
anak-anak mempunyai hubungan
yang erat dengan dipekerjakannya
tenaga-tenaga wanita pada
industri, misalnya. Apabila dalam hat
ini terjadi ketidakserasian,
maka kemungkinan akan terjadi
kegoyahan dalam hubungan
antara unsur-unsur tersebut di atas,
sehingga keserasian
masyarakat terganggu. Misalnya,
apabila pertambahan penduduk
berjalan dengan cepat, maka untuk
menjaga tata-tertib dalam
masyarakat diperlukan pula penambahan
petugas-petugas
keamanan yang seimbang banyaknya.
Ketidakserasian mungkin
akan menaikkan frekuensi kejahatan
yang terjadi. Demikian pula
bertambah banyaknya sekolah-sekolah,
harus diimbangi dengan
penambahan lapangan kerja; apabila
terjadi ketidakserasian, maka
mungkin timbul pengangguran, dan
seterusnya. Sampai sejauh
mana akibatnya keadaan tidak serasi
laju perubahan tersebut,
tergantung dari erat tidak eratnya
integrasi antara unsur-unsur
tersebut. Apabila unsur-unsur dalam
masyarakat sangat erat
integrasinya seperti halnya dengan
bagian-bagian sebuah jam,
maka ketidakseimbangan mempunyai
akibat-akibat yang sangat
jauh. Kalau bagian-bagian dari sebuah
jam tidak bekerja dengan
semestinya, maka jam itu tidak akan
berfungsi dengan baik.
Suatu teori yang terkenal di dalam
sosiologi mengenai
perubahan dalam masyarakat adalah
teori ketertinggalan budaya
(cultural lag) dari William F.
Ogburn. Teori tersebut mulai dengan
kenyataan bahwa pertumbuhan kebudayaan
tidak selalu sama
cepatnya dalam keseluruhannya seperti
diuraikan sebelumnya,
akan tetapi ada bagian yang tumbuh
cepat, sedang ada bagian lain
yang tumbuhnya lambat. Perbedaan
antara taraf kemajuan dari
berbagai bagian dalam kebudayaan dari
suatu masyarakat,
dinamakan cultural lag (
ketertinggalan kebudayaan). Juga suatu
ketertinggalan (lag) terjadi
apabila laju perubahan dari dua unsur
masyarakat atau kebudayaan (mungkin
juga lebih) yang
mempunyai korelasi, tidak sebanding,
sehingga unsur yang satu
tertinggal oleh unsur lainnya.
Suatu contoh dapat dikemukakan
mengenai tenaga listrik
antara tahun 1963-1966 di Jakarta,
dibandingkan dengan
kebutuhan penduduk yang semakin
meningkat jumlahnya.
Keadaan listrik di kota Jakarta sangat
di bawah norma-norma
persyaratan listrik bagi kota-kota
besar, dan dari hal itu dapat pula
dinilai norma-norma kesejahteraan
masyarakat Jakarta ini. Listrik di
Jakarta hanya dapat melayani 100.000
langganan atau 500.000
penduduk, yang berarti lebih kurang
hanya 13% dari seluruh
penduduk Jakarta, atau satu di antara
delapan keluarga. Keadaan
perlistrikan yang sebenarnya di
Jakarta adalah sebagai berikut:
Adanya cultural lag di sini
adalah karena tidak sesuainya
penyediaan dengan pemakaian tenaga
listrik dan juga karena
terlalu cepatnya perkembangan penduduk
Jakarta, apabila
dibandingkan dengan kecepatan
pertumbuhan penyediaan listrik.
Keadaan tersebut mengakibatkan
terjadinya ketidakwajaran,
misalnya pencurian listrik yang
menyebabkan para konsumen yang
benar-benar berlangganan dirugikan.
Suatu contoh lain adalah perihal
pertambahan jumlah
kendaraan bermotor dengan area jalan
raya, khususnya di Jakarta.
Antara tahun 1971 sampai dengan 1979
jumlah kendaraan
bertambah tiga kali, sedangkan area
jalan raya dari 837 km2
menjadi 1477 km2 yang berarti tak ada
keseimbangan dalam
pertambahan kedua faktor yang saling
berkaitan itu.
Pengertian ketertinggalan dapat
digunakan paling sedikit
dalam dua arti, pertama sebagai
jangka waktu antara terjadi dan
diterimanya penemuan baru. Misalnya,
pemerintah Amerika Serikat
dalam suatu brosur mengetengahkan
mengenai ketertinggalan
antara penemuan baru dengan penggunaan
penemuan
pengetahuan tentang pengobatan, yang
antara lain berisi bahwa
setiap tahun 40.000 orang mati karena
sakit kanker, hal mana
sebenarnya dapat dicegah, dan demikian
pula dengan orang-orang
yang mati karena sakit jantung dan sebagainya.
Arti kedua, dipakai
untuk menunjuk pada tertinggalnya
suatu unsur tertentu terhadap
unsur lainnya yang erat hubungannya,
misalnya penduduk di kotakota
besar dan banyaknya petugas-petugas
keamanan yang
diperlukan. Agar terjadi suatu
keserasian salah-satu unsur tersebut
harus diubah, yaitu yang terlambat
dipercepat perkembangannya,
atau yang terlalu cepat diperlambat
perkembangannya. Mana yang
dipilih, tergantung dari
kemungkinan-kemungkinannya. Misalnya
dalam hubungan antara bertambahnya
penduduk di kota-kota
besar dengan jumlah petugas-petugas
keamanan, maka kiranya
kecil kemungkinannya untuk mengurangi
penduduk, misalnya
dengan jalan mengusir penduduk dari
kota tersebut.
Ketertinggalan yang mencolok adalah
tertinggalnya alam
pikiran dengan perkembangan teknologi
yang sangat pesat. Hal
mana dijumpai terutama pada
masyarakat-masyarakat yang
sedang berkembang seperti Indonesia
ini.
Suatu contoh nyata adalah penggunaan
komputer yang
merupakan salah-satu hasil
perkembangan teknologi di negara4-
negara maju. Penggunaan alat tersebut
harus disertai oleh
peralatan-peralatan khusus seperti
untuk memperbaikinya apabila
rusak, aliran listrik harus mempunyai
ketegangan tertentu, konstan
dan seterusnya. Ini belum semuanya
tersedia, misalnya, aliran
listrik yang konstan. Hal itu dapat
memacetkan komputer atau kalau
rusak untuk memperbaikinya belum tentu
tersedia alat dan ahli
yang cukup.
Tidak mudah memang untuk mengatasi
persoalan demikian,
paling tidak alam pikiran manusia
harus mengalami perubahan
terlebih dahulu, yaitu dari alam
pikiran tradisional ke alam pikiran
yang modern. Alam pikiran yang modern
ditandai oleh beberapa
hal, misalnya sifatnya yang terbuka
terhadap pengalaman baru
serta terbuka pula bagi perubahan dan
pembaharuan. Tekanan
dalam hal ini bukanlah terletak pada
keahlian dan kemampuan
jasmaniah belaka tetapi pada suatu
jiwa yang terbuka. Alam pikiran
modern tidak hanya terpaut pada
keadaan sekitarnya saja yang
langsung, akan tetapi juga berhubungan
dengan hal-hal yang di
luar itu. Yaitu berpikir dengan luas.
Di sini pendidikan memperoleh
posisi menentukan; semakin terdidik
seseorang semakin terbuka
dan semakin luas daya pikirnya. Dia
harus menyadari bahwa ada
pendapat-pendapat lain dan sikap-sikap
lain yang mengelilingi
dirinya. Kondisi lain yang harus pula
diperhatikan adalah bahwa
alam pikiran modern lebih berorientasi
pada keadaan sekarang
serta keadaan-keadaan mendatang
daripada terhadap keadaankeadaan
yang telah lalu; dan sehubungan dengan
itu dia harus
mengadakan perencanaan (planning) untuk hari
depannya.
0 komentar:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.